Nasihat Keluarga: Tiga Orang Bersaudara
Apero
Fublic.-
Ada tiga orang laki-laki bersaudara. Yang tertua bernama Umar, yang kedua
bernama Amir, dan yang bungsu bernama Amar. Orang tua mereka miskin, tidak
memiliki kebun atau sawah. Harta keluarga mereka hanya memiliki itik berjumlah
dua puluh lima ekor. Ketiga sudah besar dan mulai ingin berusaha, tapi tidak
memiliki modal. Mereka bertiga akhirnya bermusyawara untuk meminta modal pada
ayah mereka.
“Ayah,
kami sudah besar sudah saatnya kami berusaha. Kami ingin erdagang dan meminta
saran pada ayah, bagaimana kami mendapatkan modal. Barangkali ayah ada harta
simpanan.” Kata yang tertua, Umar.
“Begituhkah
anak-anakku, bagaimana aku memberi kalian modal usaha. Kita tidak memiliki keun
atau sawah yang dapat dijual. Hanya memiliki dua puluh lima ekor itik. Kalau
bapak berikan pada kalian, bagaimana ayah mendapatkan nafkah. Hasil telur juga
kita jadikan makanan keluarga kita. Tapi ayah memiliki simpanan sembilan puluh
butir telur.” Jawab ayah mereka.
“Tidak
mengapa ayah, apa saja adanya. Jangan pulah ayah sampai memaksakan diri.” Kata
si Umar. Ayah mereka kemudian masuk kedalam rumah dan mengambil telur
simpanannya yang berjumlah sembilan puluh butir. Umar anak terutua, mendapat
lima puluh butir telur karena dia lebih tua. Anak kedua mendapat tiga puluh
butir, sedangkan anak bungsu hanya mendapat sepuluh butir. Anak bungsu merasa
diperlakukan kurang adil, lalu berkata.
“Ayah
tidak adil, kakak diberikan lebih banyak sedangkan aku lebih sedikit.” Ujar si
bungsu, Amar. Mendengar itu, lalu sang ayah berkata pada anak bungsunya. “Sudah
adil cara ayah membagikannya anakku. Yang lebih besar mendapat lebih banyak dan
yang lebih kecil mendapat lebih sedikit. Ayah sudah memberikan secara ikhlas,
dan kau juga harus menerima pemberian ayah secara ikhlas. Kalau kamu ikhlas
menerimanya, insyaAllahhasilnya sama nanti. Karenanya, janganlah kalian semua
cerewet menerima pemberian ayahmu ini. Besok pergilah ke pasar, jual telurmu
itu. Akan tetapi kamu yang lebih muda ini, ikutilah cara kakakmu menjual;
berapa harga kakakmu menjual , sekian juga kamu menjual telurmu. Dan nanti uang
hasil penjualanmu itu sama.” Jelas sang ayah.
“Waduh,
bagaimana akan sama, menjual dan harganya juga sama. Sedangkan telur kami tidak
sama banyaknya, mustahil.” Kata si bungsu, Amar. “Janganlah kamu cerewet
anakku, pergilah kalian menjual telur kepasar, insyaaAllah hasilnya akan sama
banyaknya?.” Kata sang Ayah. Keesokan harinya, mereka bertiga berangkat ke
pasar Labuhan Haji. Mereka bertiga duduk berderet di bawah sebatang pohon
beringin. Pagi hari pasar ramai, dan banyak pembeli datang. Seorang pembeli
datang untuk membeli telur mereka.
“Berapa
harga telur sebutir?.” Tanya si pembeli.
“Setali,
tujuh butir.” Jawab Umar. Dengan demikian, Umar dapat menjual tujuh kali tujuh
telur. Karena telurnya berjumlah lima puluh butir. Sisa telur Umar satu butir
lagi. Sedangkan si Amir dapat menjual telurnya empat kali tujuh, dan
mendapatkan uang empat tali. Karena jumlah tiga puluh butir. Sisa telur si Amir
dua butir lagi. Begitu juga si Amar, yang hanya memiliki sepuluh butir telur.
Dia menjual setali, tujuh butir dan sisa telurnya tiga butir lagi. Setelah itu,
sampai siang hari tidak ada lagi pembeli datang. Sementara si adik paling ungsu
menjadi sedih. Dia mendapat hasil penjualan yang paling sedikit. Dia mulai
merasa sedih, sebab kata-kata ayahnya yang berkata hasil penjualan mereka akan
sama.
Sementara
itu, seorang laki-laki pulang dari laut. Dia tidak mendapatkan ikan di laut,
sehingga tidak mendapatkan lauk pauk untuk makan keluarganya. Melihat Umar dan
kedua adiknya yang menjual telur, dia tertarik membelinya. “Masih untung karena
ada penjual telur, pikirnya.
“Masih
adakah telur kalian, berapa harganya?.” Tanya lelaki itu. Umar menjawab, karena
dagangan sudah hampir habis, maka si Umar menaikkan harga telurnya. “Masih
sedkit, harganya tiga tali sebutir.” Kata Umar. Sisa telur umar juga hanya sebutir.
Orang itu membayar, dan juga membeli telur milik Amar, dua butir. Terakhir,
telur si bungsu tinggal tiga butir, dia mengikuti harga yang ditetapkan Umar.
Satu utir tiga tali. Karena telurnya masih tiga butir, maka si Amar mendapat
sembilan tali.
Sekarang
telur mereka sudah habis terjual. Umar yang menjual tujuh butir setali diwaktu
pagi, dia mendapatkan uang tujuh tali. Sisa telur satu butirnya dia jual tiga tali.
Sehingga dia mendapat sepuluh tali uang. Si Amir yang menjual telur tujuh butir
satu tali, mendapatkan uang empat tali. Telur tiga puluh butir tinggal dua
butir. Telur sisa dua butir dia jual tiga tali sebutir, dan mendapat enam tali.
Sehingga ditambah uang jual telur disoreh hari, uangnya berjumlah sepuluh tali.
Begitu
juga si bungsu, yang hanya memiliki sepuluh butir telur. Pagi tadi sudah dia
jual tujuh butir dengan harga setali, dan sisa telurnya tiga butir lagi.
Kemudian dibeli orang disiang hari dengan harga sebutir tiga tali. Telurnya tiga
butir maka dia mendapat uang sembilan tali. Ditambah uang satu tali hasil pagi
tadi, maka dia mendapat uang sepuluh tali. Sama halnya dengan jumlah uang yang
didapat kedua kakaknya.
“Betul kata ayah kita.” Kata si Amar, mereka mendapat uang yang sama. Kemudian mereka pulang dengan gembira. Di rumah ayahnya bertanya tentang hasil penjualannya. Mereka menjelaskan dan membenarkan kata-kata ayahnya. Hasil penjualannya sama. “Apa kata ayah anakku, walau kalian dibagikan tidak sama banyaknya. Asal kamu ikhlas menerima pemberian orang tua, insyaaAllah hasilnya sama. Janganlah kalian saling cerewet, dan saling iri dengki sesama adik beradik.” Nasihat sang ayah.
Rewrite.
Tim Apero Fublic
Editor.
Selita, S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
27 Februari 2021.
Sumber:
Shaleh Saidi, dkk. Sastra Lisan Sasak. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1987.
Sy.
Apero Fublic
Post a Comment