Legenda Tolaki: Asal Usul Sungai Lahambuti Tidak Pernah Jernih.
Sisa-sisa
korban banyak yang bunuh diri, karena setelah itu tersebar wabah penyakit
berbahaya. Belum lagi habis penderitaan penduduk Unaaha muncul juga biawak
raksasa yang sering memangsa penduduk. Tempat persembunyian biawak raksasa di
Auti, tidak jauh dari padang ilalang Unaaha.
Di
Hunibato sebuah tempat yang tidak jauh dari Unaaha, hidup dua orang Tamalaki
bersaudara, bernama Latuanda dan Labuani (bukan manusia mungkin sebangsa jin).
Suatu hari, keduanya merasa aneh sebab di Unaaha tidak ada lagi kesibukan
warganya. Keduanya akhirnya melakukan penyelidikan pergi ke Unaaha. Saat mereka
tiba, mendapati semua penduduknya telah mati. Karena dilanda wabah dan serangan
biawak raksasa.
Latuanda
dan Labuani tidak menemukan penduduk yang masih hidup. Kecuali seorang anak perempuan
yang baru bisa merangkak, pada sebuah rumah yang besar. Anak itu mereka temui sedang
menyusui pada jazad seorang ibu yang tidak diketahui namanya. Anak itu mereka
bawa pulang ke Hunibato. Anak itu mereka rawat dengan baik. Waktu berlalu
dengan cepat, sekarang anak perempuan
sudah tumbuh menjadi remaja. Berwajah sangat cantik, berambut cukup panjang sehingga
diberi nama Kambuka Sio Ropo.
*****
Gugurnya
Ndamasolea membuat Onggabo turun ke muka bumi untuk mengetahui kemungkinan
masih ada manusia yang masih hidup akibat perang mereka. Pertama, turun di
sebelah utara wilayah Konawe, di Sungai Laa Liuda sampai di muara Sampara muara
Sungai Konawe’eha. Onggabo merasa tidak ada kehidupan manusia dengan cara
meminum air hilir sungai dan meneliti sungai-sungai tersebut.
Sementara
itu, di muara Sampara terdampar potongan jelaga yang hanyut terbawa aliran Sungai
Konawe’eha. Ditemukan Onggabo, lalu dia angkat dan terlihat sehelai rambut
terbelit. Lalu rambut digulung sampai seukuran buah jeruk. Rambut itu adalah
rambut Kambuka Sio Ropi yang tersangkut saat dia mandi mengurai rambut dan
terbelit jelaga. Menemukan rambut itu, Onggabo merasa yakin kalau di hulu Sungai
Konawe’eha tinggal seorang gadis. Menyusuri sungai Konawe’eha Onggabo tiba di
Hunibato. Di sepanjang perjalanan menyusuri sungai dimana air sebatas lutut dia
sering disambar buaya. Tapi dapat dia atasi dengan kesaktiannya.
Sesampai
di Hunibato, Onggabo langsung menyatakan pada Latuanda dan Labuani bahwa mereka
ada membesarkan seorang gadis. Banyak alasan yang dikemukakan oleh Latuanda dan
Labuani, tapi tidak bisa mengalahkan keyakinan Onggabo. Oleh karena itu,
akhirnya mereka mengakui dan merestui pernikahan Onggabo dan Kambuka Sio Ropo.
Tapi, ada syarat yang harus dipenuhi oleh Onggabo. Yaitu, harus dapat merubah
Latuanda dan Labuani menjadi manusia biasa, dan membunuh biawak raksasa yang tinggal
disebuah Gua, di Auti.
Dua
syarat dipenuhi oleh Onggabo dan dia pergi ke sebuah Gua di Auti, lalu menemukan biawak dan berhasil
menombaknya. Sampai sekarang nama tempat itu, Auti. Biawak raksasa itu, keluar
melarikan diri ke arah timur. Onggabo mengejar, di perjalanan dia menemukan
tombaknya tersangkut di pohon beringin yang dilintasi biawak terluka itu.
Tempat ditemukan tombak itu, dinamakan Sambeani.
Biawak
raksasa itu, kemudian tiba di Sungai Konawe’eha dan badannya mengapung dan badannya
melintang. Sehingga badannya membentang dari tebing ke tebing seberang.
Kemudian tempat itu, dinamakan Hongoa. Biawak raksasa merasa sudah akan mati,
kemudian dia pergi lagi dan masuk anak Sungai Lahambuti. Mengarah ke arah hulu
anak sungai itu. Sehingga dari dahulu dan sampai sekarang air sungai Lahambuti menuju
muara tidak pernah jernih. Lama kemudian biawak raksasa itu tiba disuatu
tempat. Disanalah kemudian biawak itu, mati. Lalu tempat biawak mati itu
dinamakan penduduk dengan, Ale Uti.
Cerita ini dari Kendari, pada masa lalu sering diceritakan pada anak-anak atau dalam pertemuan-pertemuan, pesta-pesta adat, dan pertemuan-pertemuan keluarga.
Rewrite.
Tim Apero Fublic
Editor.
Selita, S.Pd.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
25 Maret 2020.
Sy. Apero Fublic.
Post a Comment