Liputan Kebudayaan: Sedekah Uban-Uban
Menurut
seorang ibu yang tidak bersedi a disebutkan namanya. “Sedakah uban-uban adalah
sedekah untuk ibu-bape dari anak yang baru dilahirkan. Agar bayi tidak
nakal dan tidak rewel. Sebab kalau di ganggu ibu-bape anak yang baru
dilahirkan akan nakal,” ujarnya.
Dia
juga menjelaskan kalau sedekah uban-uban dilaksanakan dua atau tiga hari
setelah melahirkan. Paling lama tujuh atau sepuluh hari. Sedangkan ibu-bape
istilah penyebutan untuk penjaga anak tersebut. Semacam jin baik atau malaikat
penjaga. Dengan sedekah uban-uban ibu-bape yang dimaksud tidak mengganggu anak
yang baru dilahirkan.
Uniknya,
sedekah uban-uban hanya untuk kaum wanita saja. Dari memasak, persiapan sedekah
(ritual), pembaca mantra dan doa juga wanita. Tamu dan undangan juga wanita
terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak. Untuk anak laki-laki yang masih dibawah
umur sepuluh tahun dikecualikan.
Sedekah
dalam istilah masyarakat Melayu adalah proses mengundang orang untuk santap
makan bersama. Pengertian sedekah di sini bukan seperti sedekah sebagaimana
ibadah dalam Islam. Tapi proses acara-acara keudayaan yang menghidangkan
makanan. Baik itu hidangan untuk dikonsumsi manusia atau berupa makanan yang
dipersembahkan ke sesuatu.
Sedekah uban-uban diambil dari warna hitam putih pada hidangan. Yaitu nasih ketan hitam atau padi arang yang ditaburi dengan kelapa parut. Sehingga tercipta warna hitam dan putih. Sebagaimana warna rambut yang sudah uban. Kalau rambut sudah uban, berarti sudah menjadi ibu dan bapak. Sehingga muncul istilah ibu-bape dalam kepercayaan masyarakat setempat.
Oleh.
Rama Saputra.
Editor.
Selita, S.Sos
Tatafoto.
Dadang Saputra
Musi
Banyuasin, 7 Februari 2021.
Sy.
Apero Fublic
Post a Comment