Tokoh Dunia: Mengenal Said Nursi Ulama-Cendekiawan Muslim dari Turki (1876-1960).
Ayah
beliau bernama Mirza dan ibunya bernama Nuriah. Ayahnya seorang sufi yang
sangat ta’at, yang diteladani sebagai orang yang menjauhkan diri dari memakan
sesuatu yang haram. Begitu juga dengan ibunda beliau juga sangat memegang
nilai-nilai Islam dalam mendidik anak-anaknya.
Salah
satunya, saat hendak menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci dari hadas besar
dan kecil. Selalu berwudhu terlebih dahulu baru dia menyusui anak-anaknya. Ayah
beliau dikaruniahi Allah tujuh orang anak, yaitu Diryah, Khanim, Abdullah, Said
(Said Nursi), Muhammad, Abdul Majid, dan Marjan.
Said
Nursi saat kecil sudah tampak kalau dia mencintai ilmu pengetahuan. Said kecil
selalu mengikuti kajian-kajian yang untuk orang dewasa. Sejak kecil sudah
pandai memelihara harga diri dan integritas. Tidak mau berbuat zalim dan
sewenang-wenang, dan tidak suka pada tindakan sewenang-wenang.
Pendidikan
pertama masuk madrasah (Kuttab) di Desa Thag, pimpinan Syaik Muhammad Afandi.
Said juga belajar dengan kakaknya, Abdullah saat libur akhir pekan. Belajar
kemudian pindah ke sebuah madrasah di Desa Birmis (1882). Tahun 1888 dia pindah
ke sekolah Syaikh Amin Afandi di Bitlis. Disini hanya satu bulan, ditolak
karena faktor usia yang masi terlalu muda.
Pinda
ke sekolah di Mukus, kemudian kembali pergi lagi ke sekolah Bayazid di Agra. Di
sini dia mulai belajar ilmu-ilmu dasar agama Islam. Sekolah terakhir Said
dibawah bimbingan Syaikh Muhammad Jalali. Setiap hari dia membaca dua ratus
halaman buku dan dapat memahami. Tiga bulan kemudian dia lulus dan mendapatkan
ijazah dari Syaikh Muhammad Jalali.
Hal yang paling disenangi beliau adalah membaca buku dari berbagai disiplin ilmu. Selain itu, beliau juga dianugerahi hafalan yang sangat kuat. Sehingga beliau banyak menghafal buku-buku yang dia baca. Tidak heran kalau beliau menjadi sangat bijaksana dan berpandangan luas ke depan.
Pada
tahun 1892 beliau berangkat ke Kota Mardin. Untuk mengisi pengajian di Masjid
Raya Kota. Sudah menjadi kebiasaan penguasa yang selalu curiga dengan seorang
ulama. Walikota Mardin waktu itu bernama, Nadir Bek. Dia termakan kabar burung
dan isu-isu kerusuhan dan kejahatan dengan hadirnya Said Nursi. Sehingga Nadir
Bek meminta agar Said Nursi untuk meninggalkan Kota Mardin. Dengan tangan
diborgol Said Nursi digiring keluar kota, sampai ke Kota Bitlis kembali. Di Bitlis
untuk beberapa waktu dia tinggal di rumah walikota Bitlis, Umar Pasya.
Tahun
1984 dia pergi ke Kota Wan, atas undangan wali kota disana. Di sini beliau
berjumpa dengan ulama-ulama yang menguasai ilmu pengetahuan umum diantanya ilmu
geografi, kimiah dan lainnya. Oleh karena pengetahuannya masih kurang dibidang
itu. Maka beliau mempelajarinya dan menguasainya. Walau sudah terkenal sebagai
ulama besar, beliau tidak malu untuk belajar dan mengakui kekurangannya.
Di
tahun 1907 beliau pergi ke Kota Istambul. Di sana dia tinggal di sebuah
penginapan zaman dulu yang dikenal dengan Khan asy-Syakrizi, wilayah
Fatih. Penginapan semacam ini terdapat di kota-kota atau diperlintasan
perjalanan. Di Istambul beliau ingin mengusulkan pada Sultan Abdul Hamid agar
di Anatolia Timur dibangun sekolah-sekolah yang mengajarkan disiplin ilmu-ilmu
umum berdampingan dengan ilmu agama Islam, seperti matematika, kimiah, fisika,
sejarah, kesehatan dan lainnya.
Said
Nursi menjuluki Sultan Abdul Hamid sebagai sultan al-Mazhlun seorang waliyullah
dan khalifah Kaum Muslimin. Berbanding terbalik dengan tuduhan orang-orang
Barat dan kemalis. Namun, hal demikian tidak disambut baik oleh orang-orang
dekat Sultan Abdul Hamid. Said Nursi dibawah ke dokter jiwa. Setelah selesai
pemeriksaan dokter itu berkata; “jika ada sedikit saja kegilaan pada Said
Nursi, maka tidak ada orang yang berakal sehat di muka bumi ini.”
Said
Nursi kemudian dikirim ke Menteri Dalam Negeri, dan terjadi dialog. Hal
dibicarakan bahwa sultan akan menaikan gajinya menjadi 30 lira, dan ada hadia
khusus 80 lira. Menteri berkata kalau ilmu pengetahuan yang dia sebarkan
dibahas oleh dewan para menteri. Said Nursi berkata kalau dia tidak
membicarakan soal gaji dan uang.
“bila
demikian, mengapa penyebaran ilmu pengetahuan mengalami keterlambatan,
sedangkan masalah gaji tidak? mengapa kalian memprioritaskan kepentingan
pribadiku daripada kepentingan umum?.” Jawaban beliau tersebut sangat bijak.
Disini juga dapat dilihat kalau beliau adalah manusia jujur dan ikhlas, serta
berjuang untuk kebaikan masyarakat banyak (Islam).
Mengutamakan
Persaudaraan Islam dan Musyawarah.
Syaikh
Said Nursi dalam pandangan persaudaraan dia mementingkan perdamaian dan
persaudaraan. Hal demikian diungkapnya dalam pidatonyo di Salonika. Di hadapan
para tokoh al-Ittihad Wa at-Taraqi (Persatuan dan Kemajuan).
Beliau
menyuarakan dan menyerukan kebebasan dan prinsip musyawarah secara Islami. Hal
demikian untuk menghindari pertumpahan dara dan perpecahan antar kelompok dalam
Islam. Yang hakikatnya adalah satu dan bersaudara. Kebebasan juga berbeda dari
liar, bebas dimana sesuatu masih mengikuti aturan dan beretika.
Saat
meletusnya revolusi di wilayah timur Turki yang dipimpin oleh Syaikh Sa’id
Chiran. Dia seorang pemimpin Thariqat Naqsyabandiah sekaligus pemimpin terkemuka
Suku Kurdi. Revolusi adalah bentuk oposisi pada Mustafa Kemal yang bersifat
memusuhi Islam. Sebelum revolusi meletus Syaikh Sa’id Chiran mengirim surat
pada Said Nursi. Tetapi beliau menolaknya, dia pun terlibat dialog dengan
seorang pemuka Kurdi. Salah satu kutipan jawaban beliau berikut ini, yang
menjunjung tinggi persaudaraan Islam.
“Pasukan
tentaranya itu adalah putra-putra negeri ini. Mereka adalah saudara-saudaramu
dan saudara-saudaraku juga. Siapa membunuh siapa? Coba pikirkan dan pahamilah?
Langkamu ini hanya akan membuat saudara membunuh saudaranya lagi.” Jawab Siad
Nursi.
Ulama
dan Panglima Perang
Said
Nursi juga seorang pejuang dan mencintai tanah airnya. Turki Usmani terlibat
perang Dunia I. Sementara Rusia berambisi untuk menguasai Anatolia atau wilayah
Turki. Menyadari keadaan gawat demikian, beliau membentuk pasukan rakyat dari
kalangan para murid-murid beliau. Mereka berlati perang dan membangun markas di
Kota Wan. Pemberontak Armenia kala itu sangat takut dengan pasukan Said Nursi.
Perang
dunia satu meletus, front utama di Kaukasus. Pada 16 Februari 1916, pasukan
Rusia yang berjumlah tiga kali lipat dari pasukan kaum muslim berhasil
menguasai Kota Ardarum. Said Nursi ikut menghadapi langsung tentara Rusia. Saat
pasukan Rusia masuk ke Bitlis Said Nursi dan pasukan bertahan mati-matin. Namun
karena kekuatan tidak seimbang, maka mereka kalah.
Beliau
terluka dan akhirnya tertangkap dan menjadi tahanan perang di Qustarma, Timur
Rusia. Di sini beliau hampir dihukum mati karena mempertahankan akidah
Islamnya. Dimana manusia tidak boleh merendah dari manusia lain. Tersebutlah
jenderal bernama Nikolay Nikolayev, dia paman Tsar Rusia dari pihak ibunya.
Panglima
besar pasukan Rusia untuk fron Kaukasus. Karena tidak mau menghormat dia
dianggap menghina Tsar Rusia dan diadili lalu diponis hukuman mati. Beberapa
perwira Jerman dan Turki menyarankan agar beliau meminta maaf.
Namun
beliau tidak mau dan menerima hukuman mati. Sesaat hukuman belum dilaksanakan,
dia meminta izin untuk shalat. Setelah itu, Nikolay Nikolayev datang dan
meminta maaf, hukuman kemudian dibatalkan. Nikolay menghormati akidah Said
Nursi atau akidah Islam.
Pada
saat terjadi revolusi proletar atau kaum komunis Rusia. Said Nursi dapat
melarikan diri dari kam tahanan perang Rusia. Dia berjalan menuju Jerman dan
kembali ke Turki melalui Warsawa dan Viena, lalu tiba di Istambul. Di Istambul
beliau kemudian diangkat menjadi anggota organisasi Darus Hikma
Al-Islamiyyah (13 Agustus 1918).
Menjadi
Orang Buangan dan Keluar Masuk Penjarah.
Syaik
Said Nursi hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjara dan pembuangan. Dia
selalu diawasi dan dimata-matai pihak pemerintah, baik semasa Daulah Usmaniah
dan setelah berdirinya Republik Turki. Beliau bersama murid-muridnya selalu
menggunakan komunikasi rahasia. Sebab selalu diawasi oleh pihak keamanan.
Salah
satu tempat bersejarah dalam pembuangan beliau adalah di daerah Perlah yang
kumu. Menuju kesana dia diantar oleh seorang tentara menggunakan perahu. Tiba
di Perla pada musim dingin tahun 1926. Wilayah ini terletak di Asbarithah,
wilayah barat Anatolia. Masa-masa itu, Turki dalam kegelapan dibawah
kediktatoran sekulerisme ekstrim dibawah Kemal yang sangat memusuhi Islam.
Pembuangan
tempat terpencil dan tenang itu dimaksudkan agar dia larut dalam zikir dan ibadah saja. Jauh
dari umat dan murid-muridnya. Namun Allah berkehendak lain, kelak dari desa
kecil terpencil akan muncul pancaran cahaya Islam yang akan kembali menerangi
Turki. Said Nursi kemudian selalu bertafakur dan merenung untuk memulai
menyusun risalah an-Nur. Dia tinggal di desa tersebut selama delapan tahun
setengah. Rumah tempat tinggalnya kemudian dikenal sebagai Madrasah Nuriyah
Pertama.
Syaikh
Said Nursi orang yang tidak memperhatikan masalah konsumsi. Dia diceritakan
dalam kesehariannya hanya memakan semangkuk sop dan beberapa potong roti saja.
Penduduk sesungguhnya hanya memberikan makanan yang sedikit itu secara ikhlas.
Namun beliau tidak mau, dia selalu membayarnya.
Beliau
selau memegang prinsip hidup; untuk tidak menerima atau mengambil sesuatu dari
siapa pun secara cuma-cuma. Dia selalu hidup hemat dan sederhana dalam segala
hal. Tabungannya selalu digunakan seperlunya. Sementara itu, intel pemerintah
selalu memonitor tanpa jedah. Sehingga penduduk Perla menjauhi Syaik Said Nursi.
Pada
musim panas, seperti biasa beliau pergi naik ke puncak gunung. Hanya itulah
yang dapat dia lakukan selain dari ibadah dan tafakur di Perla. Saat diatas
gunung, turun hujan lebat dan dia basah kuyup. Saat pulang tubuhnya yang basah,
dan kotor. Sendal yang sederhana juga rusak di perjalanan pulang. Dia terpaksa
menjinjing sendalnya yang rusak.
Di
sebuah sumber air tampak kerumunan warga Perla. Hari itu, entah mengapa mereka
melihat sosok Said Nursi begitu berbeda. Dia seakan memiliki karisma dan cahaya
kewibawaan seorang ulama besar. Ada rasa iba dan kasihan yang menyentuh hati
mereka, dan perasaan yang tidak dapat dijelaskan. Salah seorang penduduk
menghampiri beliau, lalu meraih alas kakinya, dan mencucikannya. Dari kejadian
itu, penduduk itu adalah yang pertama berkenalan dengan Said Nursi, namanya
Sulaiman.
Sulaiman
kemudian menjadi murid pertama beliau, lalu semakin banyak. Awalnya puluhan,
ratusan dan kemudian menjadi ribuan. Risalah an-Nur mulai tersebar luas, melai
merambah keluar Perla, dan masuk ke kota-kota. Kaum wanita juga tidak
ketinggalan, mereka bersedia menggantikan pekerjaan suami mereka supaya
suaminya dapat belajar risalah an-Nur.
Percetakan
tidak lagi mencetak dengan hurup Arab, tapi sudah diganti dengan hurup latin.
Sehingga cetakan dengan tulisan Arab tidak lagi beroperasi. Sehingga risalah
an-Nur disalin dengan tulisan tangan. Lalu penyalinan berlanjut secara
tersembunyi dan menyebar ke seluruh Turki. Pemerintah sekuler ekstrim bertindak
cepat. Mereka mengawasi dan menggeledah rumah-rumah murid Syaikh Said Nursi.
Mereka ada yang dipenjara dan diawasi, penjara adalah penjara Yusufiah
bagi mereka. Tapi semuanya berlapang dada dan menerima dampak buruk dari
pemerintah. Penulisan risalah an-Nur hanya menjadikan Al-Qur’an sebagai sumbernya.
Risalah an-Nur selama 20 tahun tersebar secara rahasia. Madrasa Said Nursi
kemudian dikenal dengan Madrasah an-Nur.
Pada
tahun 1923 Pemerintah Sekuler Turki
melarang adzan dengan bahasa Arab, diganti dengan bahasa Turki. Di sebuah
masjid kecil, Siad Nursi dan beberapa muridnya tetap mengumandangkan adzan
dengan bahasa aslinya. Suatu hari, pihak berwajib menyerbu masjid Syaikh Nursi,
menangkap Syaikh Nursi, Sulaiman, Abdullah Jawisy, Mustafa Jawisy. Kemudian
dibawa ke Kota Igridir dengan berjalan di atas salju. Lalu dimasukkan kedalam
penjara dan dilarang berbicara satu sama lain.
Tahun
1934 beliau dipindahkan ke Asbarithah. Di sini beliau menyusun beberapa bagian
dari risalah an-Nur. Tahun 1935 militer kembali menyerbu ke tempat Syaikh
Nursi. Hari itu juga polisi menggeledah rumah 120 murid beliau. Kemudian mereka
ditangkap dan dalam pengawasan ketat mereka. Lalu dibawa ke ruma tahanan, Isky
Syahr.
Setelah
sebelas bulan di Isky Syahr, Syaik Nursi dipindahkan ke Kota Qasthumi dimusim
semi tahun 1936. Di sini beliau menjalin komunikasi dengan para murid beliau
melalui surat-surat. Kemudian adanya sistem penyalinan surat dan disebarkan ke
murid-murid beliau. Sehingga kemudian muncul kumpulan surat-surat beliau (Mulhaq
Qasthumi), bahkan ada murid beliau yang dapat menyalin seribu surat.
Proses
penyalinan tulis tangan terus berkembang, sehingga ada sekitar 600 ribu
eksemplar risalah an-Nur tersebar di seluruh Turki. Terciptalah pasukan gerilya
di seluruh Turki yang menyebarkan risalah an-Nur secara rahasia.
Usaha
untuk menjatuhkan Said Nursi terus berlanjut. Berkali-kali polisi menggerebek
kediaman beliau. Yang ditemukan hanyalah tulisan dan makalah tentang syariat
Islam, seperti tentang iman, akhlak, akhirat dan sejenisnya. Tanggal 31 Agustus
1943 beliau sakit, akibat keracunan yang dimasukkan polisi rahasia di dalam
makanan beliau. Hal tersebut diketahui atas keterangan dokter resmi bahwa
beliau telah diracuni polisi dan perlu perawatan.
Setelah
sembuh, beliau kembali dikirim ke ruma tahanan di Dinzili. Beberapa saat
kemudian kembali beliau dipindahkan ke penjara (1944), dia dipaksa menempati
sebuah rumah di Amir Dag yang pintunya dijaga oleh seorang petugas. Petugas
tidak boleh pergi kemana-mana agar mengawasi semua gerak-gerik beliau.
Begitulah kehidupan beliau selalu di buang berpindah-pindah dan diawasi pihak
berwajib setiap detik.
Pada
tahun 1948 pengadilan Afiyun membentuk tim ahli yang bertugas meneliti Risalah
an-Nur. Sidang pengadilan risalah an-Nur berlangsung selama delapan tahun.
Hasil penelitian menyatakan kalau Risalah an-Nur tidak menyalahi Undang-Undang
di Turki. Pada akhirnya pengadilan pengadilan mengelurkan keputusannya
tertanggal 25/5/1956.
Dengan demikian risalah an-Nur dapat di cetak dan diterbitkan secara legal. Beliau berkata, bahwa semua itu merupakan kemenangan risalah an-Nur. Walau pemerintahan sekuler ekstrim Turki dapat menahan beliau di penjara atau rumah tahanan. Namun mereka tidak lagi dapat membungkan risalah an-Nur yang sudah tersebar di tengah masyarakat Turki.
Sikap
Politik Said Nursi
Dalam
pemilu beliau mendukung dan memilih Partai Demokrat pimpinan Adnan Menderes.
Namun militer pendukung dan orang-orang sekulerisme ekstrim Turki melakukan
kudeta. Menggulingkan pemerintahan Demokratis yang dipimpin Adnan Menderes.
Puncaknya pada tanggal 17 Mei 1960 terjadi kudeta militer di Turki.
Adnan
Menderes dan dua menterinya dibunuh oleh hukum Turki. Berikutnya, Syaikh Nursi
wafat pada hari Rabu, pada 25 Ramadhan 1379 Hijriyah atau tanggal 23 Maret
1960). Sehingga masyarakat Turki berduka dengan ditinggalkan banyak pemimpin
yang baik dan diantara putra terbaik bangsa mereka.
Setelah
berkuasa pihak sekuler menunjukkan kembali kebencian mereka pada Islam. Mereka
selalu tidak suka dan menampakkan bermusuhan pada setiap hal berbauh Islam.
Terutama kelompok pelajar an-Nur yang didirikan Said Nursi. Pada 11 Juli 1960,
walikota Urfah, bersama Panglima Militer Wilayah Timur terbang menuju Kota
Qunia. Di sana tinggal saudara kandung Said Nursi, Ustazd Abdul Majid. Abdul
Majid kemudian diundang ke kantor walikota, terjadilah percakapan diantara
mereka.
“Kami
akan memindahkan jenazah saudaramu, Said Nursi dari Urfah. Pemindahan ini akan
dilaksanakan berdasarkan permintaanmu. Dengan demikian tandatangani saja surat
ini.” Kata pihak pemerintah.
“Tapi
aku tidak pernah memintanya.” Jawab Abdul Majid.
“Jangan
banyak alasan, tandatangi saja surat ini.” Kata mereka memaksa Abdul Majid. Di
sana hadir tiga Jendral, dua diantaranya Jendral Jamal Taurah, dan Jendral
Rafiq Taulqa. Saat memindahkan jenazah Said Nursi, tampak jasad beliau masih
utuh walau sudah dimakamkan selama lima bulan. Tentara yang melaksakan tugas
tampak ketakutan, namun karena perintah mereka terpaksa melaksanakannya.
Peti
jenazah diangkut pesawat menuju Afiyun. Dilanjutkan menuju Asbarithah diangkut
dengan ambulan. Di mana jasad beliau dimakamkan disana sampai hari ini belum
ada yang mengetahuinya.
Orang-orang
sekuler ingin melenyapkan pengaruh Islam. Sebab makam Syaikh Said Nursi selalu
dikunjungi ribuan orang muslim dari mana saja. Dikhawatirkan Islam akan membuat
pengaruh dan mempengaruhi orang-orang. Kemudian akan menentang sekulerisme.
Namun apakah mereka berhasil memadamkan cahaya Islam di Turki.
Apakah
Said Nursi hilang dari hati umat Islam. Jawabnya tidak dan sekulerisme akan
terkikis oleh Islam pada waktunya. Hal yang baik dari dirahasiakannya makam
Said Nursi adalah tidak terjadinya kesyirikan dan tahayul pada makamnya.
Menteri urusan tanah jajahan Inggris, Gladystone di depan anggota parlemen dengan menggenggam AL-Qur’an berkata. “Selama Al-Qur’an ini berada di tangan kaum muslimin, kita pun tidak akan pernah mampu menguasai mereka. Dengan demikian, bagi kita tidak ada jalan lain kecuali melenyapkannya atau memutus hubungan kaum muslimin dengannya.” Berita tersebut dimuat surat kabar Inggris. Membaca itu, Said Nursi bergetar dan bertekad untuk mengabdikan seluruh hidupnya agar mujizat Al-Quran berkibar dan kaum muslimin terikat dengannya.
Foto Syaikh Said Nursi bersama keponakannya.
Foto Syaikh Said Nursi yang ditemukan pemerintah Jerman saat beliau berhasil melarikan diri dari kem tahanan perang di Rusia.
Foto ruma tempat tinggal Syaik Said Nursi di Perla. Di sini beliau menghabiskan waktu selama delapan tahun setengah hidupnya. Rumah ini sebagai tempat madrasah an-Nur pertama.
Foto Syaik Said Nursi sesat beliau tiba di daerah pembuangannya di Perla.
Oleh.
Joni Apero
Editor.
Desti, S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
7 Juni 2021.
Sumber:
Ihsan Kasim Salih. Said Nursi: Pemikir dan Sufi Besar Abad 20-Membebaskan
Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment