Mengenal Minanga: Wilayah Asal Dapunta Hyang Jaya Naga Maha Datu Kedatuan Sriwijaya.
APERO
FUBLIC.- Minanga
dalam pembahasan ini adalah suatu kawasan wilayah yang terletak di Kabupaten
Ogan Komering Ulu Timur, Provinsi Sumatera Selatan. Namun sekarang dalam
administrasi ditulis dengan Menanga. Di tahun 2002 wilayah Minanga terdiri dari
dua desa, Menanga Tengah dan Menanga Besar. Desa Menanga Tengah atau Minanga
Tengah terletak di daerah rawa-rawa dataran rendah.
Selain
pada prasasti Kedukan Bukit di Seguntang, nama Minanga sebagai nama wilayah
juga tercatat secara resmi semasa Kesultanan Palembang Darussalam. Minanga mengadakan
perjanjian dengan Ratu Sinuhun yang dibuktikan piagam lempengan tembaga tentang
batas-batas wilayah Marga Minanga dengan aksara Arab Melayu. Piagam tersebut
tersimpan sebagai dokumen Marga Semendaway Suku III. Minanga kemudian setelah
terbentuk Negara Indonesia ditulis dalam administrasi dengan Menanga. Sementara
masyarakat disana sampai sekarang masih menyebutnya dengan, Minanga.
Ada
hal-hal menarik dalam nama-nama tradisional yang masih digunakan atau dikenal
masyarakat di sana. Seperti adanya suatu tempat yang sekarang sudah menjadi
ladang pertanian yang bernama “Talang Pasar Melaka.” Seperti Kampung Datu
(Kampung Ratu) kemungkinan menggambarkan suatu pemukiman bangsawan di Minanga. Kampung
Balak, dimana kata Balak berasal dari kata Bala yang berarti prajurit atau
laskar. Kampung Taman Sari yang berarti tempat pemandian putri Datu. Kampung
Kinawor, kata kinawor berasal dari kata Kawor dengan sisipan in yang bermakna
tempat yang menarik (taman). Di duga tempat dimana putra-putri datu
beristirahat dan bersantai.
Dalam perjalanan sejarah tersisa sebuah perkampungan yang bernama Minanga. Minanga berkembang menjadi dua desa, yaitu Menanga Besar dan Menanga Tengah. Masuk administrasi
Kecamatan Semendawai Barat, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Provinsi
Sumatera Selatan. Nama Minanga atau yang ditulis sekarang Menanga bukan berarti
tempat tersebut sebagai Kota Sriwijaya pertama. Tapi secara budaya dan bahasa
dengan penggunaan nama Minanga (Menanga) memberikan gambaran jejak-jejak
Minanga dimana Dapunta Hyiang Jaya Naga berangkat dan menuju Muka Upang (Bukit
Seguntang) lalu membuat wanua sebagaimana terpahat pada prasasti kedukan bukit.
Mengingat kawasan sekitar tersebut terletak di tepi laut semasa ribuan tahun
lalu. Mungkin Minanga tersebut ada kaitannya dengan Minanga di prasasti Kedukaan Bukit. Perkembangan pemakaian nama Minanga sekarang seperti pada nama-nama perusahaan diantaranya perusahaan perkebunan
kelapa sawit PT. Perkebunan Minanga Ogan.
Bagaimana
lokasi Minanga yang dahulu di tepi pantai timur Sumatera Selatan hilang. Proses alam jawabnya, mulai dari
pengikisan tanah dan lumpur yang di bawa oleh air hujan dan arus sungai dan
arus banjir. Waktu demi waktu pengikisan tanah dari Bukit Barisan terus mengalir
dan mengendap ke arah selat Bangka. Kemudian tercipta rawa-rawa dan hutan
bakau. Kalau kita perhatikan hampir sebagian besar wilayah pantai timur
Sumatera Selatan adalah dataran renda. Kawasan itu, terdiri dari paya-paya yang
memanjang, rawa-rawa, hutan bakau, lebung, sungai-sungai dengan tanah berpasir
putih dan hitam. Ciri demikian sampai ke pesisir pantai selat Bangka.
Menurut
penelitian paleogeografi, teluk dimana Minanga terletak di dekat Sungai Komering
bermuara, terus menjauh dari pesisir laut purba Sumatera Selatan. Tanah dan
lumpur yang dibawa oleh arus Sungai Komering, dan tanah pengikisan bukit
Barisan membuat pendangkalan dan tercipta dataran rendah yang berlumpur subur.
Perlahan ditumbuhi pepohonan dan tercipta lahan gambut dan rawa-rawa.
Menurut
analisis paleogeografi pantai timur Sumatera Selatan diperkirakan bergeser 125
meter dalam setahun. Tentu tidak semua bergeser demikian, tergantung pada arus
sungai dan banyaknya bukit. Kalau pesisir pantai tidak begitu dekat dengan
perbukitan tentu pergeseran juga tidak terlalu cepat. Pada laut dangkal
pembentukan daratan baru oleh pengikisan tanah adalah biasa. Bukan hanya di
pesisir pantai timur Sumatera Selatan,
tapi juga pada pesisir pantai laut dangkal lainnya di dunia. Berbeda dengan
pesisir lautan aktif dimana ombak besar selalu bergerak. Justru sebaliknya akan
terjadi abrasi dan tenggelam secara perlahan.
Sebagai
eksperimen Anda dapat memperhatikan sebuah lembah bukit. Lalu dibawahnya ada
sebuah penampungan air. Perhatikan saja, dimana waktu demi waktu penampungan
air terus mendangkal tertimbun lumpur. Atau kamu perhatikan kanal-kanal di
perkotaan, dimana selalu penuh oleh lumpur dalam kurun waktu beberapa tahun.
Atau kamu memperhatikan sebuah muara sungai di sebuah sungai. Kamu akan menemukan
adanya endapan tanah lumpur yang terbawa arus sungai. Sepertinya, penelitian
arkeologis dan studi bahasa dan budaya yang mendalam perlu dilakukan di kawasan
yang diduga adan pemukiman awal Kedatuan Sriwijaya perlu dilakukan secara
serius.
Dikutif dari Kompas (9/10/2019) dimana masyarakat Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, melakukan perburuan harta karun yang diduga peninggalan masyarakat masa Kedatuan Sriwijaya. Hal-hal yang mereka temukan di lahan gambut tersebut, seperti keramik, guci, kendi dan butiran emas. Selain itu, kebakaran lahan gambut yang dulunya adalah laut purba juga tidak mustahil menghancurkan material arkeologis peninggalan kedatuan Sriwijaya. Dalam hal ini, Minanga di Sumatera Selatan belum diperhatikan oleh peneliti sebagai tempat asal Kedatuan Sriwijaya dan sebagai tanah kelahiran Maha Datu Kedatuan Sriwijaya, Dapunta Hyang Jaya Naga.
Alasan
Pendukung Teori Minanga Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan.
1.Kabar I-Tsing.
Menurut
kesaksian I-tsing Kota Sriwijaya yang dia singgahi dalam pelayaran pertama
berada di muara sungai dan di tepi pantai. Hal demikian sesuai dengan posisi
Minanga yang berada di muara Sungai Komering dan pantai. I-tsing menyebut nama
tempat singgah dengan nama Fo-shih. Kalau kita
sebut Minanga di Jambi di sekitar candi Muara Takus. Maka hal tersebut bertentangan
dengan prasasti kedukan bukit tahun 683 M. Dimana Dapunta Hyang baru datang dan
membuat wanua.
Bertentangan
juga dengan penjelaskan I-tsing dimana dia terlebih dahulu singga di Fo-shih,
lalu barlayar menuju Moloyu di Jambi. Kemudian dia pergi ke India, saat pulang
dia mendapati Melayu sudah menjadi bagian dari Shi-li-fo-shih. Itu menunjukkan
kalau Melayu adalah wilayah lain dari Sriwijaya. Fo-shih sebutan singkatan
I-tsing untuk Shi-li-fo-shih atau Sriwijaya.
2.
Rekonstruksi Tahun dan Prasasti Kedukan Bukit.
Palembang
pada awalnya sebuah tanjung berbukit yang dikenal dengan Bukit Seguntang.
Dapunta Hyang dari Minanga datang ke Bukit Seguntang (Muka Upang) membawa 20 ribu orang,
200 peti, dan sebanyak 1312 prajurinya berjalan kaki dari darat. Lalu dia
mendirikan wanua atau tempat kediaman baru dan lengkap dengan barak-barak
prajuritnya di Muka Upang.
Sebagaimana
dikabarkan I-tsing kalau Melayu (Jambi) telah bersatu dengan Sriwijaya saat dia
pulang dari India. Maka tidak mungkin kalau Minanga asal Dapunta Hyang di Jambi
(sekitar candi muara takus) pergi bersama pasukannya ke Seguntang (Palembang)
kemudian pulang ke Melayu lagi lalu menaklukkan Melayu (Jambi). Dengan Demikian
Minanga di Jambi tertolak sebagai tempat asal Datu Dapunta Hyang bertolak
membawa 20 ribu pasukannya.
Palembang
bukan kota pertama Kedatuan Sriwijaya, sebab pada tahun 671 M Fo-Shih (singkatan
dari Shih-li-fo-shih) sudah dikunjungi I-Tsing. Tahun 683 M (605 Saka)
Dapunta Hyang baru melakukan ekspedisi ke Bukit Seguntang dan membuat wanua
sebagamana tertulis pada prasasti Kedukan Bukit. I-tsing tinggal di India
selama 10 tahun (675-685). Saat pulang dia singga di Melayu (Jambi) lagi dan mendapati Melayu sudah menjad bagian dari Shih-li-fo-shih (fo-shih). Berarti
antara satu sampai tiga tahun Melayu diatklukkan oleh Dapunta Hyang setelah
mereka tiba di Bukit Seguntang.
3.Bahasa
Melayu Kuno Sumatera Selatan (Seminung).
Selain
itu, pendukung teori Minanga di Sumatera Selatan adalah bahasa-bahasa yang
digunakan oleh prasasti-prasasti peninggalan Sriwijaya yang berbahasa Melayu
Kuno. Masih memiliki kemiripan dengan kosa kata yang digunakan masyarakat
Sumatera Selatan, terutama masyarakat Melayu Seminung. Seperti kata Wanua yang
berarti tempat tinggal, daerah atau sejenisnya. Kata Wanua masih
digunakan masyarakat Seminung (Komering, Daya, ranau, Lampung) dengan istilah
tempat tinggal, “Nua.” Tambahan awalan Wa dalam prasasti berarti sedang melakukan, atau sama dengan beb ing dalam bahasa Inggris, menjadi wanua.
Selain
itu, gelang Hyang atau Pu-Hiyang masih digunakan oleh masyarakat di Sumaetra
Selatan. Pu bermakna orang yang dihormati disuatu tempat, sedangkan hyiang
bermakna terhormat, tinggi dan mulia (Dewa, pemimpin). Di Sumatera Selatan
banyak tempat-tempat keramat dengan gelar Puyang (pu-hyang) dalam penyebutan awam. Tempat
keramat atau legenda-legenda orang sakti dan dihormati selalu di gelari
Pu-hyang atau puyang. Diantarnya legenda Puyang Burung Jauh, Puyang Dulu,
Puyang Tengah Lama, Puyang Depati, dan lainnya.
Kosa
kata yang terdapat pada Prasasti Sriwijaya yang menggunaka bahasa Melayu kuno
Sumatera Selatan rumpun Seminung diantaranya, "Talu" bermakna kalah atau tunduk.
Mulam-Mulang berarti kembali. Dalam bahasa Sekayu disebut Ngulang juga berarti kembali. Awai, dalam bahasa Indonesia berarti memanggil. Dalam bahasa Sekayu Ngawai
juga cara memanggil. Hal demikian menandakan kosa kata bahasa sangat mendukung
asal usul dari masyarakat Sriwijaya. Masih banyak kosa-kata yang sama namun
tidak dimuat dalam artikel ini.
Selain
itu, banyak juga nama-nama orang pada makam tua di Minanga yang memberikan
isyarakat sebagai cikal bakal gelar Melayu. Seperti makan yang bernama dengan
gelar Tan. Seperti, Tan Junjungan, Tan Adi, Tan Mandiga, Tan Salela, Tan
Robkum, Tan Hyang Agung, Tan Aji, Tan Minak Batara, Tan Mahadum. Kita juga
menemukan nama bergelar Tan pada prasasti telaga batu, Tan Drun Luwah.
Gelar
tersebut berkembang dan meluas di Kawasan Jazira Melayu. Tan masih dipakai di
Malaysia, seperti Tan Sri. Kemudian ada Tun, lalu berkembang menjadi Tuan,
Tengku, danTeuku. Gelar Datu sepajang masa hegemoni Kedatuan Sriwijaya semua
raja-raja di Nusantara bergelar Datu. Hal demikian dapat ditelusuri dari
naskah-naskah kelasik dan cerita-cerita hikayat lama. Namun sayangnya para
penerjemah mengganti kata Datu dengan Raja. Sehingga gelar Datu tidak dikenal
oleh generasi muda Nusantara (Melayu). Datu juga berkembang menjadi gelar
kehormatan, Datuk. Kata Datun termuat dalam hikayat masyarakat Lombok, yang berarti Ratu. Datu dan Datun gelar raja dan ratu asli Nusantara.
Bahasa-bahasa
tersebut cukuplah sebagai penguat pengaruh bahasa Melayu dari Sumatera Selatan
sebagai Induk kebudayaan dan Bahasa Melayu (Indonesia) di Nusantara.
Menjelaskan kawasan asal muasal kelahiran Kedatuan Sriwijaya.
4.
Geografis.
Alasan
keemapat adalah alasan geografis, sesuai keterangan prasasti kedukan bukit
sebanyak 1312 prajurit berjalan kaki. Maka dari Minanga harus dapat ditempu
dengan berjalan kaki dari daratan. Perjalanan juga harus tidak lebih lama dari
28 hari sebab mereka bersama membuat wanua di Muka Upang (Bukit Seguntang) pada
bulan Asada tahun 605 Saka.
I-tsing
mengabarkan kalau Fo-shih terletak di muara sungai dan di dekat pantai. Dalam
peta purba pesisir pantai timur Pulau Sumatera tampak sungai-sungai tersebut
bermuara di tempat yang berbeda dengan lokasi-lokasi wilayah sekarang (2021), seperti Palembang
dan Jambi.
Peta Purba Pantai Timur Jambi dan Palembang (Obdeyen 1942). Di gambar oleh Akmaluddin, SE. (Pra Seminar Sriwijaya 1978:62).
Jambi
terletak di suatu tanjung atau teluk dan dikelilingi laut. Sungai Batanghari
masih bermuara di sekitar Muara Tembesi. Palembang di tanjung Bukit Seguntang dikelilingi
laut. Sungai Musi masih bermuara di terusan di pertemuan Sungai Rawas dan
Sungai Lakitan. Sungai Ogan masih bermuarah di Muara Kuang. Sungai Lematang
masih bermuara di sekitar Prabumuli atau Pendopo. Sungai Komering bermuara di
Minanga di dalam sebuah teluk.
Dari semua keterangan tersebut menjelaskan hanya Minanga di Sumatera Selatan yang sesua dengan Minanga di Prasasti Kedukan Bukit dan kabar dari I-tsing. Menurut keterangan paleogeografi dari penelitian Dinas Purbakala 1954. Untuk Minanga yang di daerah lain kemungkinan pengaruh dari taklukan oleh Sriwijaya. Sebagaimana kebiasaan manusia saat pindah ke suatu tempat membawa nama tempat asalnya, lalu dinamakan pada daerah yang baru mereka diami. Misalnya Kampung Melayu dimana dikampung tersebut dihuni oleh orang-orang Melayu.
Oleh.
Joni Apero.
Editor.
Desti, S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
19 Juli 2021.
Sumber:
Arian Ismail. Periodisasi Sejarah Sriwijaya: Bermula di Minanga Komering Ulu
Sumatera Selatan, Berjaya di Palembang, Berakhir di Jambi. Palembang:
Unanti Press, 2002. Sumber Peta: Peta Pantai Timur Sumatera Selatan Purba. Hasil Penelitian Dinas Purbakala 1954 dan Lampiran Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional I-1958. Digambar Ulang Oleh Akmaluddin, SE.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment