Sejarah Perpustakaan Islam Sebagai Sumber Ilmu.
Kekayaan khazanah
intelektual Islam klasik itu berasal
dari dua sumber: pertama, bersumber dari terjemahan-terjemahan manuskrip kuno dari berbagai peradaban praislam
beserta komentar-komentar yang
diberikan oleh ilmuwan muslim; kedua,
bersumber dari karya-karya orisinal para ilmuwan Muslim itu sendiri dari berbagai jenis tradisi
keilmuan. Pusat penting pertama yang
khas menangani filsafat dan sains kealaman dan matematika adalah Bayt
al-Hikmah, suatu perpustakaan yang di dalamnya juga terdapat observatorium;
di bangun di Baghdad oleh Khalifah al-Ma’mun sekitar tahun 200 H/815M.
Kecemerlangan perpustakaan Islam, menurut Pedersen, terjadi pada kekhalifahan Fathimiyah di Kairo. Pada tahun 1005, Khalifah al-Hakim membangun Dar al-‘Ilm di Kairo. Kemudian Khalifah al-Hakim
mendirikan sebuah akademi yang
dilengkapi dengan perpustakaan di bawah
tanah istana Fathimiyah. Buku-buku dari
seluruh cabang ilmu yang ada pada
zaman itu terkoleksi di perpustakaan
Dar al-Ilm tersebut. Ketika Dinasti Fathimiyah mengangkat citra Mesir sebagai pusat peradaban Islam terkemuka di dunia,
ada seorang penguasa keturunan
Umayyah di Kordoba, al-Hakam, yang
pada akhir abad ke-10 mendirikan
perpustakaan besar.
Menurut Mehdi Nakosteen, terdapat tiga jenis perpustakaan pada abad-abad permulaan Islam: Umum, Semi Umum, dan Pribadi. Perpustakaan umum salah satunya seperti Bayt
al-Hikmah, perpustakaan-perpustakaan
semi pribadi yang berhasil
didaftar adalah al-Nasirudinullah, al-Mu’tashim billah dan perpustakaan Khalifah-khalifah Fatimiyah. Sedangkan perpustakaan pribadi
yang berhasil didata adalah perpustakaan yang dimiliki oleh al-Fath ibn Khaqan,
Hunaya ibn Ishaq, dan masih banyak lagi. Ibnu Abbad tidak saja mengizinkan
penggunaan secara bebas tetapi juga memberi 1000 dirham dan seperangkat pakaian
kepada setiap cendikiawan untuk meningkatkan pengetahuan.
Betapa bangganya kita sebagai umat islam karena ilmuan Muslim terdahulu adalah orang yang berintelek tinggi dan sangat menghargai ilmu pengetahuan untuk melestarikan pengetahuan kepada para cerdikiawan yang ingin menambah ilmu, bahkan banyak juga diberikan beberapa dirham untuk memotivasi semangat mereka dalam menimbah ilmu saat berkunjung keperpustakaan dan sekarang kita harus melanjutkan semangat itu dengan menambah pengatahuan kita melalui buku-buku yang ada diperpustakaan dan menyebarkan ilmu yang kita miliki melalui pembuatan buku sehingga bisa dibaca oleh banyak orang bahkan saat kita telah tiada. Ilmu itu masih dapat digunakan oleh banyak orang karena buku yang telah kita buat tadi menjadi penyebaran ilmu yang abadi.
Oleh: Rahma Syarifa.
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 15 Juli 2021
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Raden Fatah
Palembang, Prodi Ilmu
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment