Kisah-Kisah Pengidap Penyakit Jiwa Gila Ngamurau (Gila Cemburu) II
APERO
FUBLIC.-
Suatu kisah seorang lelaki yang mengidap penyakit jiwa gila ngamurau atau gila
cemburu, dimana dia menaruh kecurigaan dan kecemburuan pada seorang
kemenakannya, anak dari kakak perempuannya. Sebut saja nama orang tersebut
Gamur umur tiga puluh tahun dan kemenakannya bernama Harju. Harju masih remaja,
umurnya sekitar lima belas tahun. Pada suatu hari, Harju berjanji dengan
seorang pamannya bernama Wazil. Wazil adik kandung dari Gamur dan tentu juga
adik ibu Harju. Mereka berdua bertemu di jalan sepulang dari tempat kerja
masing-masing.
“Harju,
besok mencari ikan di sungai?.” Kata paman Harju, si Wazil.
“Ya.
Tapi agak siang, sebab Aku nak membantu Bapak memetik buah kopi dari kebun.”
Jawab Harju.
“Tak
apa, sebab Aku juga nak ke kebun.” kata paman Harju.
“Kita
ketemu di mana, besok?.” Tanya Harju.
“Di ladang paman saja, Ju.” Jawab Wazil. Wazil berumur dua puluh tahun,
belum menikah. Keesokan harinya Harju bersiap untuk mencari ikan bersama
pamannya. Alat penangkap ikan, pancing, jaring, tajur, parang, dan perbekalan.
Dia juga menceritakan pada ayah dan ibunya. Tentu kedua orang tua Harju
mengiakan saja, karena Harju akan pergi bersama pamannya untuk mencari ikan.
Setelah
selesai membantu memetik buah kopi dan menghamparkan di halaman pondok kebun.
Harju pamit pada ayah dan ibunya dan menuju ladang pamannya. Setengah jam
perjalanan dia pun tiba di ladang pamannya. Terdengar suara kokok ayan, asap
api mengepul dari samping pondok ladang, tanaman tumbuh subur. Ladang
dikelilingi pagar kayu yang disusun meninggi dan diapit dengan tiang-tiang.
Harju naik pagar melalui tangga pagar yang dilalui jalan setapak menuju pondok
ladang.
“Assalamualikum.”
Harju mengucap salam dari halaman pondok ladang. Ada suara alat dapur beradu,
sedang memasak. Terdengar jawaban dari dalam pondok, suara wanita tua. Muncul
dari dalam pondok seorang nenek-nenek yang mengenakan kain sepinggang, berbaju
kurung merah tua. Nenek itu tersenyum lembut melihat cucuhnya yang datang. Dia
mempersilahkan naik ke pondok dan duduk di serambi pondok. Ada semacam tempat
duduk yang terbuat dari bambu, Harju duduk dan dihidangkan neneknya air putih
dan satu sisir pisang masak.
“Kakek
kemana, nek?.” Tanya Harju.
“Kakekmu
sedang ke desa, membeli belanja dapur. Selain itu, ada undangan pernikahan juga
siang ini.” Jawab nenek Harju. Waktu berlalu, Harju lama menunggu pamannya,
Wazil. Hari mulai siang, Harju menunggu sambil berbaring, sedangkan neneknya
terus memasak dan mandi ke sungai. Angin berhembus sejuk, dan Harju tertidur di
serambi pondok neneknya. Beberapa saat kemudian dia terbangun mendengar suara
kokok ayam. Dia medapati pamannya belum datang juga, dan neneknya tampak
menggali ubi kayu. Setelah itu, mengupas da merebusnya.
Beberapa
saat kemudian, tampak dua orang lelaki muda berjalan di jalan setapak di tengah
ladang. Harju dapat melihat mereka dengan jelas, dua paman Harju, Wazil dan Gamur.
Setelah sampai tampak keadaan baik saja, hanya pamannya yang bernama Gamur
tampak ada sesuatu yang tersembunyi dari air mukanya. Namun, Harju yang masih
polos dan tidak mengerti, tidak menangkap hal demikian. Setelah persiapan
menangkap ikan selesai, mereka berangkat ke sungai. Ternyata paman Harju yang
bernama Gamur ingin ikut. Maka berangkatlah mereka bertiga menuju sungai yang
memang mereka sering menangkap ikan.
*****
Di
perjalanan tanpa di sangka-sangka, paman Harju yang bernama Gamur menghentikan
perjalanan. Lalu matanya menatap dengan tajam. Harju merasa aneh dan tidak
mengerti ada apa. Kemudian sang paman membentak dan mencabut goloknya. Lalu
berkata dengan kasar pada Harju sambil mengacungkan mata golok pada Harju.
“Apa
perbuatan kau dengan Ibu di pondok tadi?.” Kata sang paman.
Harju
kebingungan dan tidak mengerti apa-apa, apa pula yang simaksud pamannya. Dia
sedikit mundur. Paman Harju, Wazil juga kaget dan tidak menduga sama sekali
apa yang terjadi. Dia kemudian bergerak dan berdiri di hadapan Gamur, untuk melindungi Harju.
“Apa
yang kau lakukan, apa maksudmu?.” Tanya Wazil pada kakaknya.
“Dia
cucu dari pihak wanita, dan pasti berbuat yang tidak-tidak.” Teriak paman Harju
dengan penuh amarah.
“Kau
lihat dia, apakah tampang anak-anak seperti itu mengerti dengan hal-hal
demikian. Kau berkata seperti ini juga tidak dia mengerti. Memalukan saja, ibu juga punya akal sehat dan sudah tua sekali ” Banta Wazil,
sementara Harju bertambah tidak mengerti dan mengapa suasana bisa berubah beruk
seperti itu. Pamannya marah dia datang kepondok kakeknya, dia sudah berjanji
dengan pamannya Wazil, dia duduk dan makan pisang, tertidur dan menunggu mereka
datang. Tapi mengapa pamannya marah besar dan bertanya apa yang dia lakukan di
pondoknya bersama neneknya.
“Biarlah
aku bunuh saja dia.” Ujar Gamur.
“Kau
kurang akal sehat, sepertinya.” Jawab Wazil. Kemudian dia berbalik dan berkata
pada Harju.
“Harju,
sudah pulanglah. Pulanggg !!!!.” Ujar Wazil dengan keras. Harju ingin banyak
bertanya tapi dia tidak membantah lagi, sebab pamannya sudah berkata keras.
Harju berbalik dan melangkah pulang. Di sepanjang perjalanan Harju tidak habis
pikir. Tapi dia tidak mau rencana berakhir begitu saja untuk menangkap ikan.
Harju pergi meninggalkan kedua pamannya dan menuju sebuah sungai yang lain.
Disana dia memancing seorang diri, dan cukup banyak mendapat ikan. Selama itu
juga dia memikirkan kejadian tadi dan pulang menjelang malam. Di rumah dia
tidak menceritakan kejadian siangnya. Makan, dan setelah magrib dia berangkat
mengaji kerumah gurunya.
*****
Keesokannya,
pamannya bernama Wazil datang kerumah Harju. Dia menceritakan pada ibu Harju
kejadian siang itu. Ibu Harju kemudian menasihatinya, agar menjauhi
wanita-wanita yang ada hubungan dengan pamannya bernama Gamur. Seperti
istrinya, anak perempuannya, ibu, atau adik perempuannya. Harju benar-benar
tidak mengerti, sebab adalah hal yang tidak masuk akal baginya. Apa lagi
neneknya yang dia anggap sama seperti ibunya. Adalah hal yang biasa apa bilah
berkunjung kerumah neneknya. Ibunya menyarankan apa bilah dia terpaksa
berkunjung ke rumah neneknya, jangan sorang diri, dan jangan posisi berdua
saja, walau itu neneknya.
“Kenapa
demikian, Mak?.” Tanya Harju.
“Kau
belum mengerti, Nak. Nanti kau akan mengerti juga suatu saat nanti.” Jawab
ibunya.
“Apa
maksud dari semua itu, coba ibu jelaskan?.” Harju mendesak ibunya.
“Nagmurau.
Gila Ngamurau.” Gila ngamurau, akan menuduh seseorang berbuat zinah dengan
seseorang dan dia akan membunuh orang yang dia tuduh berzinah dengan
wanita-wanita keluarga dekatnya. Dia akan mencurigai siapa saja yang pernah
berdua dengan wanita keluarga dekatnya, terutama istri atau ibunya. Jadi kau harus
menjauh dan menjauh sampai kapan pun.” Jelas ibu Harju.
Mulai saat itu Harju tidak lagi suka berkunjung ke rumah kakeknya. Harju pun mulai memahami seiring waktu. Dia juga mulai memperhatikan dan mempelajari bagaimana penyakit jiwa gila cemburu atau gila ngamurau ini. Penyakit jiwa yang belum dipelajari secara akademisi karena tersembunyi dibalik cinta dan urusan yang sangat pribadi. Ilmu rasional sulit mempelajari perasaan manusia. Namun penyakit ini dapat ditelusuri dari keluarga dekat mereka. Terutama apa bilah bagi yang memiliki riwayat keturunan dari pengidap penyakit ini.
Oleh.
Joni Apero
Editor.
Selita, S.Pd.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
3 Agustus 2021.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment