Mengenal Tokoh Sastra Wanita Indonesia: Fatimah Hasan Delais (Mentok-Bangka)
Penulis
wanita yang bernama Fatimah Hasan Delais yang menggunakan nama pena Hamidah.
Dia lahir di pulau Bangka pada tahun 1913. Meninggal pada tahun 1953 dalam usia
40 tahun di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Pada masa itu Pulau Bangka masih
masuk dalam administrasi Provinsi Sumatera Selatan. Itu berarti dia sudah
mengenal Indonesia yang merdeka. Semasa hidupnya dia pernah bekerja di majalah Poedjangga Baroe.
Buku
karya yang cukup terkenal berjudul Kehilangan
Mestika. Tokoh dalam karya sastra bernama Hamidah. Bercerita tentang sebuah perjuangan wanita dalam usaha
memajukan daerahnya, Muntok. Kemudian tokoh cerita pindah ke Kota Palembang. Dalam
perjalanan ke Palembang Hamidah berjumpa dengan seorang pemuda bernama Ridhan,
dan berencana menikah.
Hubungannya
dengan Ridhan tidak disetujui seorang paman Ridhan. Hamidah kemudian menerimah
akibatnya, dan dalam kisah selanjutnya Hamidah dijebak. Sehingga dia kehilangan
pekerjaannya di gebernemen, sedangkan Ridhan meninggal sebab pamannya itu.
Hamidah kemudian pulang kembali ke Mentok, Bangka. Dia membawa luka dijiwanya,
dan tetap kuat lalu aktif kembali di Mentok.
Di
Mentok dia menjumpai dua orang pemuda bernama Idrus dan Anwar. Keduanya
kemudian jatuh cinta pada Hamidah. Dalam bagian babak itu, Hamidah memilih
Idrus. Anwar kemudian menemukan jodoh bernama Rukiah. Tidak lama kemudian ayah
Hamidah meninggal dunia, membuat keadaan kehidupan Hamidah berubah. Dia
akhirnya terpaksa ikut dengan saudaranya di Kota Jakarta.
Di
Jakarta hubungannya dengan Idrus dihancurkan oleh saudaranya. Kemudian Hamidah dinikahkan
dengan pemuda bernama Rusli. Rusli adalah saudara sepupunya. Dengan susah payah
Hamidah berusaha menerima Rusli dalam hidupanya. Namun, dalam pernikahan dengan
Rusli dia tidak mendapatkan anak. Akhirnya rumah tangga merekah pun berakhir.
Karena merasa tidak ada gunanya lagi hubungan mereka.
Rusli pun ternyata sudah menikah dan langsung hidup bersama istri mudanya. Hamidah kemudian pulang kembali ke Mentok membawa kehancuran jiwanya. Di Mentok dia merenungi kehidupannya, yang ternyata dirinya sudah tua. Dia hidup sendiri, terpisah dari orang-orang yang dia kasihi dan yang mengasihinya. Sementara Idrus baru saja meninggal dunia, yang ternyata dia juga tidak mau menikah setelah putus dengan Hamidah. Dalam Roman karya Fatimah Hasan Delais ada diselipkan puisi.
Aku
heran tak mengerti.
Kata
Orang:
“Waktu
itu datang dan pergi.”
Datang
membawa perubahan baru!.
Pergi,
memusnakan yang telah kejadian.
Bagiku,
Mengapa
tidak begitu?.
Ia
tak kuasa menyapu yang telah terjadi atasku.
Ia
tak membawa jawab pertanyaanku.
Mula-mula
ku kirimkan melati kepada kekasihku.
Sebagai
tanda kesucian hatiku.
Kususul
pula dengan mawar merah.
Alamat
dari kebesaran cintaku.
Tetapi,
Sekaliannya,
seperti terkirim kepada si mati.
Kelirukah
aku, tersesatkah aku?.
Ataupun
..... memang tak boleh dipercayai?.
(..........)
Dalam
syair tersebut menjelaskan tentang hancurnya Hati tokoh Hamidah. Tampak
kebingungan dan kesedihan sekali si Hamidah. Hamidah menyadari keadaan selalu
berubah seiring waktu berubah. Lalu semua yang terjadi juga berakhir dan
hanyalah kenangan tersisah. Hamidah telah berusaha mencintai dengan sejujurnya
dan memberikan hatinya. Namun mengapa selalu berakhir dengan kehancuran dan
kepahitan.
Dia juga ragu dengan dirinya, apakah dia berdosa telah meninggalkan Idrus. Padahal hatinya tetap setiah, dan dia dijodohkan dengan Rusli. Apakah dia tidak setia, atau waktulah yang mengubah keadaan. Jiwanya bertanya-tanya, apa dia keliru dalam memutuskan sesuatu. Atau dia tersesat dalam jalan kehidupannya. Sehingga akhir dari kehidupannya yang menyedikan dan sendiri.
Disusun: Tim
Apero Fublic.
Editor.
Selita, S.Pd.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
8 Oktober 2021.
Sumber:
Sri Rahaju Prihatmi. Pengarang-Pengarang Wanita Indonesia. Jakarta: Pustaka
Jaya, 1977.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment