ANDAI-ANDAI: Bujang Pengganggu dan Mengapa Kumbang Hitam Melobangi Tiang Rumah.
Suatu hari Bujang Pengganggu melobangi jalan. Dia buat banyak lobang-lobang kecil seukuran kaki manusia. Lalu dia tutupi dengan sarap sehingga orang tidak tahu kalau ada lobang. Saat orang terinjak lobang yang ditutupi sarap atau daun kering. Orang itu pasti terjatuh dan kakinya terpelintir. Sehingga urat menjadi kencang dan harus minta di urut pada tukang urut. Penduduk akhirnya melapor ke Datu. Datu pemimpin Talang berjanji akan menghukum berat kalau orang yang berbuat tertangkap.
*****
Semua teman-temannya akan pergi menjauh
kalau ada Bujang Penggangu. Karena tidak mau berurusan dengannya. Kalau tidak
akan terjadi pertengkaran atau perkelahian, paling tidak mainan mereka yang
diambil atau dirusak. Kini Bujang Pengganggu tidak memiliki teman lagi.
Terpaksa dia bermain sendiri. Pergilah Bujang Pengganggu ke sebuah lapangan
rumput. Di lapangan rumput itu, dia menemukan banyak sekali serangga. Seperti
kupu-kupu, belalang, jenis semut, dan juga sarang burung.
“Naaa, dapatttt.” Kata Bujang Pengganggu. Dia menangkap seekor belalang, setelah dapat dia tertawa-tawa gembira. Diambilnya tali dan dia ikat. Kemudian kembali dia menangkap serangga lain, kupu-kupu, lebah, merusak bunga-bunga, dan mematakan rerantingan. Begitulah kelakuan Bujang Pengganggu. Selain diikat, ada juga serangga yang dia tancap-tancapkan pada duri-duri.
Suatu hari Bujang Pengganggu menemukan sarang burung. Ada tiga ekor telur di dalam sarang. Sarang burung diambil oleh si anak nakal itu. Sarang dirusak, dan telur dimain-mainkannya.
“Huuup. Huuupp. Huuuppp.” Telur burung
dilempar-lempar ke atas kemudian ditangkap. Untuk beberapa kali telur masih
dapat dia tangkap. Tapi untuk selanjutnya telur burung itu, satu persatu
terjatu ke tanah dan pecah. Setelah puas dia menangkap katak, laba-laba,
bekicot, gelang-gelang dan lainnya. Lalu dia pukul atau dia tusuk-tusuk duri sambil tersenyum gembira.
*****
Begitulah keseharian Bujang Pengganggu,
selalu mengganggu apa saja. Buruk sekali sifatnya itu. Suatu hari, dia berjalan
di sisi jalan pemukiman. Jalan itu adalah tempat lalu lintas penduduk pergi
bekerja atau ke sungai. Bujang Pengganggu lewat, karena hari
panas dia duduk di bawa pohon kiara yang rindang. Dahan-dahan pohon
melengkung di atas jalan. Tanpa sengaja Bujang Pengganggu melihat sarang tawon
harimau yang besar, seukuran gendang. Lama dia memperhatikan sarang tawon itu.
Timbul pikiran jahatnya untuk mengganggu orang lewat.
“Wussss.” Sebuah kayu pendek
dilemparkan Bujang Pengganggu ke sarang tawon sehingga sarang rusak berat. Dia
buru-buru berlari dan sembunyi, mengamati. Tampak induk-induk tawon marah sekali, beterbangan kesana
kemari. Tidak berapa lama lewatlah dua orang laki-laki memikul bambu untuk
membuat bubu. Tidak jauh di belakang kedua ada tiga orang ibu-ibu menggendong
keranjang yang berisi hasil ladang.
“Ahhhh. Ahhhh. Aduuuuu. Aduuuuu.”
Jeritan mereka berkali-kali terdengar. Kemudian dua laki-laki melempar
pikulannya dan berlari berjingkrak-jingkrak karena disengat tawon harimau
berkali-kali. Begitu juga dengan tiga ibu-ibu juga merebahkan keranjang mereka,
sehingga isinya berantakan. Ketiganya berlari pontang panting kesana kemari.
Sakit sekali rasanya disengat tawon harimau.
“Tabuhan harimau. Tabuhan harimau.”
Teriak mereka. Tidak lama kemudian seorang laki-laki tua menunggang kereta sapi
juga melintas di bawah pohon kiara itu. Dia merasa aneh melihat banyak barang
berantakan di tengah jalan.
“Auuuu. Ohhhh. Uhhhhhh.” Kakek itu
berteriak kesakitan. “Mbookkkkk.” Sapi juga menjerit berkali-kali. Membuat si
sapi berlari kencang membawa kereta menyusuri jalan. Tampak roda kereta
melompat-lompat sedangkan si kakek terguncang-guncang. Di balik persembunyiannya
si Bujang Pengganggu tertawa-tawa terbahak-bahak menyaksikan semua itu. Banyak
sekali penduduk yang tersengat tawon harimau itu.
*****
Beberapa hari kemudian, Bujang Pengganggu pergi bermain-main. Dia mendatangi sekelompok anak-anak mau ikut bermain. Tapi semua anak-anak berlari pergi, karena mereka tahu kalau Bujang Pengganggu akan berbuat rusu. Bujang Pengganggu akhirnya pergi ke tepi desa. Di sana dia duduk merenung dan melamun. Dia berpikir bagaimana mengganggu orang atau menangkap hewan untuk dipermainkan.
Dari tempat duduknya, Bujang Pengganggu melihat seorang nenek-nenek tua. Berjalan perlahan dengan tongkatnya. Ada gendongan kain yang berisi pakaiannya. Dari tampangnya kalau si nenek-nenek bukan penduduk Talang Durian. Timbullah niat untuk mengganggu si nenek-nenek. Bujang Pengganggu mengambil akar, lalu dia rentangkan di tengah jalan. Dia sembunyi sambil memegang ujung akar.
“Wusss.” Grubakkkkk.” Tubu nenek-nenek
tua terjatuh ke tanah berguling-guling karena kaki tersandung akar yang ditarik
Bujang Pengganggu. Bujang Pengganggu tertawa-tawa keras, lalu dia keluar.
“Makanya nenek, kalau jalan matanya
melihat, biar tidak tersandung.” Kata Bujang Pengganggu sambil tertawa-tawa.
Dia melihat si nenek kesulitan bangung, dia pura-pura mau membantu. Lalu
memegang tangan si nenek, dan si nenek bangkit dengan susah sekali.
“Gedebukkkk.” Bujang Pengganggu
mendorong kembali tubu si nenek membuat dia terjatuh kembali. Bujang Pengganggu
kembali tertawa terbahak-bahak. Belum puas dia mengganggu si nenek, kini dia
mengambil buntalan si nenek yang terlepas. Membuka dan mengacak-acak buntalan
sehingga pakaian si nenek berserakan di tanah.
“Cucu...cucu. Alangkah kurang ajar
dirimu. Kau selalu mengganggu orang dan mengganggu hewan serangga.” Kata si
nenek yang sudah berdiri kembali. Dia menatap tajam pada Bujang Pengganggu yang
sedang mengacak-acak pakaiannya. Bujang Pengganggu menemukan sebuah kendi kecil
diantara pakaian si nenek.
“Kendi ini indah sekali. Aku ambil,
lumayan kalau di jual.” Ujar si Bujang Pengganggu. Dia mengambil kendi, lalu
membawanya pergi tanpa memperdulikan si nenek.
“Cucu, kembalikan kendi itu. Itu bukan
kendi sembarangan, namanya kendi Kutuk Diri. Barang siapa membukanya akan
terkena kutukan sesuai perilakunya. Kembalikannnnnn.” Kata si nenek. Tapi
Bujang Pengganggu tidak peduli, dia terus pergi meninggalkan si nenek. Saat
Bujang Pengganggu sudah jauh, si nenek mengarahkan ujung tongkatnya ke pakaian
dan buntalannya. Dengan ajaib buntalan pakaian menyusun sendiri seperti semula.
Kemudian terbang dan melekat di bahu si nenek. Tiba-tiba dia pun menghilang
entah kemana. Penduduk menamakan orang seperti itu, uwang ndikat.
Ndikat dalam pengertian orang sakti dan aneh.
“Aku buka kendi ini, apa isinya ya.”
Kata Bujang Pengganggu dengan penasaran. Dia membuka penutup kendi dengan
lebar. Tiba-tiba dari dalam kendi keluar asap hitam yang langsung terbang
menutupi tubuh si Bujang Pengganggu. Untuk beberapa saat tubuh Bujang
Pengganggu diliputi asap hitam itu. Entah apa yang terjadi, asap hitam menghilang,
kendi terjatuh di tanah dan menghilang juga. Tubuh Bujang Pengganggu juga
menghilang, hanya pakaiannya yang tergeletak di atas tanah dimana dia berdiri
tadi. Sekarang yang tampak hanya seekor kumbang hitam berbunyi
mendengung-dengung. Kumbang itu, terbang kesana-kemari tanpa arah.
*****
“Mengapa Bujang Pengganggu belum pulang.” Kata ibunya cemas, kemudian keluarganya mencari kesana-kemari namun hanya menemukan pakaiannya saja. Warga Talang Durian membantu mencari, tapi Bujang Pengganggu tidak bertemu. Sementara itu, seekor kumbang hitam tampak melobangi tiang rumah. Suaranya mendengung-dengung tanpa henti-henti.
Pada malam hari, ibu Bujang Pengganggu bermimpi bertemu dengannya. Dia menceritakan kalau dirinya menyesal karena terlalu nakal. Suka mengganggu teman-temannya, mengganggu serangga, mengganggu burung-burung, dan mengganggu orang tua. Sekarang dirinya dikutuk menjadi seekor kumbang hitam. Dia menyatakan kalau kumbang yang melobangi tiang rumah adalah dirinya. Meminta ibu dan keluarganya tidak mengusirnya walau suaranya selalu mendengung dan mengganggu.
Oleh. Joni
Apero
Editor.
Desti, S.Sos.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
14 Februari 2022.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment