ANDAI-ANDAI: Mulutmu Harimaumu.
“Aduu, si Lunar berdua-dua dengan
bujang di atas rakit.” Katanya pada empat orang ibu-ibu di tangga
sebuah rumah. Mereka memang sering menggosip, Uwa Safa, Bibik Juja, Ramu, Wayu, Nami.
“Benarkah itu, Uwa Safa.” Semua ibu-ibu terkejut.
Semuanya dengan hangat membincangkan tentang Lunar janda muda yang berdua
dengan anak muda di atas rakit. Cerita terus berkembang di tengah
masyarakat. Awalnya cerita orang Lunar berdua dengan pemuda. Kemudian menjadi
cerita Lunar
berzina.
*****
Empat ibu-ibu pulang itu ke rumah masing-masing, begitu juga Uwa Safa. Lalu berceritalah pada suami-suami
mereka. Suami mereka juga melanjutkan cerita pada warga laki-laki lainnya.
Talang Gajah Mati pun gempar, maka diputuskan untuk menangkap Lunar. Datu Puyang Bulung,
hulubalang dan puluhan prajurit dibantu puluhan warga keesokan paginya pergi ke tebing Sungai Keruh di mana Uwa Safa melihat Lunar selalu
berakit berdua dengan seorang pemuda.
“Sutttttttt.” Sebua jaring terbuat dari
rotan melintang Sungai Keruh. Lunar dan adiknya terkejut sekali. Belum habis
terkejutnya, puluhan prajurit dan warga berdiri di tebing sungai meminta
mereka naik ke darat. Karena tidak bersalah dengan santai Lunar dan
adiknya naik, cuma mereka merasa bingung saja.
“Siapa dia Lunar.” Bentak Datu Talang
Gajah Mati.
“Zamar, adik saya Puyang. Sebelumnya dia merantau ke bumi pedatuan seberang, dia belajar silat pada
puyang. Apa puyang sudah lupa.” Kata Lunar. Semua orang kaget bukan kepalang,
perlahan mereka ingat dan mengenali Zamar. Pikiran marah dan hasut telah
menguasai mereka sehingga mereka awalnya tidak mengenali Zamar. Zamar tampak
tersenyum rama, sekarang dia tumbuh besar menjadi pemuda gagah. Zamar memberi
hormat pada semua orang talang. Dia mencium tangan gurunya Puyang
Bulung.
“Kalian mau kemana?.” Tanya Datu dengan
rama.
“Mau ke ladang, Puyang. Kita sedang
mengetam padi. Adik membantu, dia juga mengangkut padi dengan rakit ke hulu. Bak dan Umak
menginap di ladang. Tinggal kami dan kakek di talang.” Kata Lunar. Satu demi satu warga
pergi dengan rasa kesal sebab berita yang tersebar di tengah masyarakat sudah
sangat keterlaluan. Saat mereka menyelidiki asal cerita ternyata dari Uwa
Safa yang memang tukang buat cerita bohong dan suka memfitnah.
*****
Uwa Safa dan Suaminya menjual beberapa
ekor sapi mereka. Setelah itu uangnya digunakan membeli kebutuhan sehari-hari.
Sebagian dibelikan perhiasan satu kalung emas dan satu cincin emas. Sebagaimana
biasanya Uwa Safa akan menggosif dan menceritakan kalau dia membeli kalung emas
dan cincin emas.
“Wah, baru kalung emasnya, Uwa Safa.” Tanya Bibi Juja.
“Benar, beli kemarin. Cincin juga
satu.” Ujarnya seraya menunjukkan cincin di jarinya.
“Bagus sekali.” Kata yang lainnya
sambil melihat dan menyentuh-nyentuh. Begitulah cerita mereka hari itu, selain
membahas tentang perhiasan Uwa Safa, mereka juga menggosip hal lain. Setelah
pulang keempat ibu-ibu juga bercerita tentang perhiasan Uwa Safa pada suami dan
tetangga mereka.
Setelah itu, empat orang suami ibu-ibu itu juga bercerita di luar. Maka semua
orang di Talang Gajah Mati mengetahui kalau Uwa Safa memiliki banyak emas.
*****
Keesokan
harinya, ada seorang pedagang datang menjual pakaian. Dia membuka lapak di
tengah Talang Gajah Mati. Maka banyak penduduk datang laki-laki dan perempuan.
Sambil memilah pakaian, mereka bercerita tentang Uwa Safa yang banyak emas.
“Benar, banyak
sekali emas mereka. Kata istriku ada satu kalung emas dan satu cincin emas.
Kata istri Diam, juga satu kalung dan satu cincin. Istri Koyong juga bercerita
satu cincin satu kalung, istri Mamak juga memberi tahu satu cincin dan satu
kalung. Berarti ada empat kalung emas dan empat cincin.” Ujar suami Bibik Juja, suami bibik Ramu, suami bibik Wayu, suami ayuk Nami membenarkan kalau
istri mereka bercerita demikian.
“Banyak sekali
kalau begitu, orang kaya namanya. Itu yang baru di beli saja, belum lagi yang
sudah di simpan.” Kata seorang bapak-bapak. Sambil bercerita mereka melihat dan
memilih-milih kain dan baju yang dijual laki-laki itu. Pedagang itu, dia
diam mendengar cerita tentang Uwa Safa yang banyak emas.
*****
Segerombolan perampok mendekati Talang
Gajah Mati. Mereka bengis, ada yang berjambang lebat dan ada pula yang mata
satu. Mereka bersenjata tombak, panah dan pedang. Jumlah mereka sekitar dua puluh orang. Mereka mengendarai tiga perahu
kajang, dan menyamar sebagai pedagang. Pimpinannya mengutus empat orang
mata-mata, mencari tahu siapa yang punya banyak harta. Mereka
pura-pura berjualan pakaian, menyebar di seluruh talang. Tibalah empat mata-mata di Talang Gajah
Mati, semuanya menyebar dan mendengar cerita-cerita warga. Keempatnya mendengar kalau Uwa Safa
warga yang banyak emas dan kaya raya. Mereka juga mencari tahu di mana
rumah Uwa Safa.
“Baiklah kalau begitu, kita rampok malam nanti orang itu.” Kata pemimpin perampok. Pada malam harinya, rumah Uwa Safa dirampok dan semua hartanya di rampas termasuk kalung dan cincin emas barunya. Ternak sapi dan kambing juga dirampas oleh perampok-perampok itu. Sehingga membuat Uwa Safa dan suaminya jatuh miskin.
Oleh. Joni
Apero
Editor.
Selita, S.Pd.
Tatafoto.
Dadang Saputra.
Palembang,
15 Februari 2022.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment