Leluhur Di Napa (Toraja)
Setelah
menikah disana Saredadi kemudian mendapatkan dua orang anak. Anak laki-lakinya
bernama Tali Sibaqbaq dan anak kedua seorang wanita bernama Karaeng Dua. Karena
Dua seorang wainta oleh sebab itulah dia tidak merantau dan tinggal
dilingkungan tempat tinggalnya saja. Saredadi kemudian mewariskan jimat pemberian
orang tuanya pada kedua anaknya.
Pekerjaan
Karaeng Dua berdagang kecil-kecilan di daerah Duri dan Mangkedek (Kabupaten
Enrenkang-Kabupaten Tanah Toraja). Setiap kali dia pergi berdagang tongkat warisan
selalu dia bawa. Wilayah sekitar berdagang terdiri batu-batu cadas berbentuk
lempengan dan tanah kering. Kalau dia
haus di perjalanan, Karaeng Dua menunjuk batu dengan tongkatnya yang sakti itu.
Kemudian air mengalir dari batu tersebut. Kejadian tersebut membuat semua orang
yang melihat menjadi heran dan kagum.
Pedagang-pedagang
yang berlalu di jalan tersebut ada juga dari daerah Palopo (Kabupaten Luwu) dan
ada juga dari daerah Duri. Keajaiban yang diperbuat Karaeng Dua menjadi buah
bibir semua orang di pasar. Baik oleh parah pedagang dan para pembeli.
Tersiarlah berita ke seluruh wilayah Duri
dan di Kerajaan Luwu. Raja Luwu mendengar berita tersbut dan dia datang
melihat keajaiban yang diperbuat oleh Karaeng Dua.
Berangkatlah
Raja Luwu bersama pengawalnya dan melihat keajaiban itu. Setelah itu Raja Luwu
pulang dan ke istanah. Beberapa hari kemudian Raja Luwu mengutus penghulu untuk
melamar Karaeng Dua. Lamaran raja di terimah dan menikahlah Karaeng Dua dengan
Raja Luwu. Setelah menikah Karaeng Dua ikut tinggal di Kerajaan Luwu.
Warisan
tongkat sakti Karaeng Dua Doke Dua Loloq yang selalu diberi sajian babi
peliharaan setiap bulan purnama. Sekarang tiba waktunya untuk diberi makan babi
peliharaan. Sebab sewaktu itu, masyarakat di daerah Kerajaan Luwu masih
memelihara babi sama seperti di tanah Toraja. Menurut berita hanyalah Raja Luwu
(Datu Luwu) yang tidak memelihara babi. Menurut raja babi sangat kotor karena
dia seorang Muslim.
Ketika
Karaeng Dua memberi sajian babi peliharaan pada jimatnya “Doke Duo Loloq”
datanglah roh leluhur babi itu, lalu mendengus-dengus dengan suara keras dari
dalam rumah raja. Warga yang tinggal di sekitar istanah raja merasa heran dan
bertanya-tanya di dalam hati. “Mengapa ada suara dengusan babi dari kediaman
raja.”
Raja
Luwu menjadi murkah sehingga seluruh wilayah kerajaannya menjadi gelap. Tidak
ada sinar matahari kecuali di komplek
istanah raja yang masih normal terjadi siang dan malam. Setelah itU, Raja Luwu
mengadakan musyawarah dengan seluruh tokoh-tokoh adat diseluruh wilayah
kerajaan Luwu. Hasil musyawarah memutuskan bahwa tidak ada seorang pun diperkenankan
memelihara babi di wilayah kerajaan. Sedangkan babi-babi yang sudah dipelihara
warga dilepaskan ke hutan. Konon itulah sebabnya mengapa banyak babi hutan di
daerah Luwu.
Sedangkan benda-benda pusaka seperti tongkat ajaib “Doke Duo Loloq” jimat baloq Bai Ballang, dan palung babi belang menjadi warisan kerajaan Luwu dan masih tetap disimpan di museum kerajaan sekarang ini.
Rewrite. Tim
Apero Fublic
Editor.
Rama Saputra.
Palembang,
12 April 2022.
Sumber:
Muhammad Sikki, Dkk. Struktur Sastra
Lisan Toraja. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment