Komunikasi, Penerjemahan dan Pemahaman Lintas Budaya
APERO FUBLIC.- Setiap detik manusia menggunakan bahasa untuk menangkap dan mengungkap, merumuskan dan menyampaikan gagasan, perasaan, keinginan, harapan dan cita-citanya. Setiap saat manusia terlibat dalam berbagai kegiatan komunikasi dengan sesama, bahkan dengan diri sendiri. Komunikasi antar penutur bahasa yang sama sesekali menimbulkan kesalahpahaman. Kesalahpahaman akan lebih besar lagi jika penutur berasal dari budaya berbeda meskipun mereka menggunakan bahasa yang sama. Peran penting penerjemahan dan pemahaman lintas budaya tercipta atau disadari keberadaannya justru karena adanya kesalahpahaman antara orang-orang yang berbeda latar belakang bahasa dan budayanya.
Kasus perbedaan persepsi yang
ditimbulkan oleh perbedaan bahasa dan budaya
bisa terjadi di tingkat lokal, regional atau pun internasional, meskipun mereka
menggunakan bahasa yang sedikit agak berbeda atau persis sama Misalnya, kata bono (kedengaran seperti bunuh) di
daerah Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kalau mendengar seseorang mengatakan ‘Kau kubono,’ pendengar bukan orang Musi
Banyuasin mungkin mendapat kesan bahwa orang Musi Banyuasin suka membunuh,
padahal artinya, ‘Kupukul kau.’ Jika seorang ayah mengatakan ‘Kubono,’ tidaklah mengkin ayah akan
membunuh anaknya. Di Medan orang menggunakan kata motor dan semalam yang
bisa berubah artinya kalau dipahami oleh orang Palembang. Dalam bahasa Melayu
Medan, motor artinya mobil sedang
untuk orang Palembang artinya perahu motor atau sepeda motor. Semalam di Medan artinya kemarin, dan di
Palembang artinya tadi malam.
Di tingkat regional, pengguna bahasa Malaysia dan bahasa Indonesia dalam hal tertentu mengalami kesulitan saling memahami karena pemakaian istilah tertentu yang mempunyai makna berbeda, atau konsep sama yang terungkap dengan istilah berbeda. Ketika kita sudah duduk di bis, misalnya, jika ada orang Malaysia bertanya, ‘Duduk dimana?’ apa yang harus kita lakukan? Padahal maksud jiran kita tadi bertanya, ‘Tinggal di mana?’ Kalau kita telusuri justru jiran kita tadi benar kalau melihat makna kata dasarnya dan kita bandingkan struktur morfologi kata bentukannya.
Kita menggunakan istilah kartu penduduk untuk identitas alamat kita. Penduduk artinya seseorang tinggal di suatu tempat, dan kita tidak pernah mengatakan kartu *peninggal untuk mengatakan identitas seseorang untuk mengetahui di mana dia tinggal. Dalam tayangan suatu program televisi tanggal 28 April 2010, Krisdayanti hendak dicomblangi oleh Siti Nurhaliza dengan seorang duda Malaysia.
Siti Nurhaliza menggunakan kata datuk untuk merujuk kepada duda yang
sudah tua tersebut sedang Krisdayanti menggunakan kata kakek dalam merujuk kepada orang yang sama. Hal yang menarik justru
dampak tayangan film anak-anak Ipin dan Upin di TPI. Film berseri ini ternyata
memberi kesempatan anak-anak Indonesia belajar bahasa Malaysia. Ternyata
anak-anak yang suka menonton film tersebut belajar menggunakan kata-kata dan
logat bahasa Malaysia ketika mereka berkomunikasi dengan sesama dan dengan
orang tuanya. Ini dapat dianggap proses pendidikan multikultural.
Kesalahpahaman juga muncul karena
pemakaian istilah tertentu atau perilaku tertentu di tingkat internasional,
yang pada dasarnya mengacu kepada perbedaan bahasa dan budaya.
Di Inggris, permainan bola kaki disebut football,
sedang di Amerika Serikat disebut soccer.Football
di Amerika Serikat sangat berbeda dengan football
di Inggris. Ketika Kruschov, pemimpin Uni Soviet terkenal di era Sukarno
berkuasa di Indonesia, mengunjungi Amerika Serikat, dia mengepalkan kedua
tangan, mengacungkan dan mengerak-gerakkan kedua tangannya dengan maksud atau
makna ‘saya senang bertemu dengan anda, saya datang membawa good will, demi persahabatan bangsa
Amerika Serikat dan Uni Soviet’ Namun warga Amerika Serikat menjadi marah
karena gerakan Kruschov mempunyai makna terbalik, seperti jago tinju yang
merayakan kemenangan, dan gerakan tersebut menggambarkan sikap negatif di mata
orang Amerika.
Episode di bawah ini menggambarkan perbedaan budaya meskipun para mitra menggunakan bahasa yang sama, yaitu bahasa Inggris. Latar belakang budaya masing-masing sangat kuat mempengaruhi perilaku mereka. Ketika seorang Amerika dari Texas ingin mendirikan perusahaan di Indonesia, dia mengundang tiga mitra Indonesia dan empat mitra Jepang. Rapat dijadwalkan mulai pukul 9 pagi. Tiga mitra Indonesia ini membawa tiga teman lainnya (yang tidak diundang) dan datang terlambat sekitar 45 menit.
Empat mitra Jepang datang di ruang rapat tepat waktu tetapi menyusun kembali kursi duduk sehingga mereka menjadi satu kelompok, padahal di mata pengusaha Texas susunan kursi yang disiapkannya bertujuan membaurkan mitra kerja agar mereka bisa langsung berkomunikasi. Mitra Jepang yang mengelompok sesama mereka dianggap tidak mau membaur. Tamu tak diundang ikut rapat. Mengapa mitra Indonesia membawa teman lainnya? Terlambat 30–60 menit untuk mitra Indonesia ini bukan masalah.
Ketika sajian rapat hanya secangkir kopi, mitra Indonesia mengganggap pengusaha Amerika tersebut pelit. Mengapa mitra Jepang harus duduk berdekatan, tidak sesuai tempat yang disediakan? Mengapa mereka harus konsultasi terlebih dahulu? Apa mereka tidak bisa mengambil keputusan cepat dan mandiri? Peristiwa di atas menggambarkan kuatnya pengaruh budaya asal yang tanpa disadari selalu dibawa dan ditampilkan ketika kelompok budaya berbeda berkomunikasi dan karenanya memerlukan penerjemahan prilaku.
Kejelian dan sikap tanggap terhadap perbedaan ini penting untuk dicermati
dengan keyakinan bahwa siapa pun orangnya dan dari mana saja asal budayanya sekalipun menggunakan bahasa yang sama. Untuk
mencapai kesalingpahaman, setiap orang harus menunda sikap mengadili atau
menghakimi bahwa pihak lain salah atau tidak tahu sopan santun. Justru sikap
terbuka dan ingin belajar dari orang lain diperlukan untuk menjembatani
komunikasi antar bahasa dan budaya.
Keterampilan pemahaman lintas budaya mengharuskan seseorang memiliki kemampuan mengerti aspek-aspek budaya dari kelompok lain dan mampu berkomunikasi sejalan dengan konsep budaya kelompok tersebut. Di Malang, ketika ditawari minum apa saat makan siang bisa menimbulkan respons aneh bagi wong Palembang. Kalau kita minta teh, kita disodori teh manis padahal ini tidak lazim untuk wong Palembang. Wong Palembang mengantisipasi teh tawar bukan teh manis.
Oleh. Ridho Dwi Pamgestu.
Editor. Selita,
S.Pd.
Tatafoto. Dadang
Saputra.
Palembang, 28 Mei
2022. Mahasiswa Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Fakultas Adab dan Humaniora. Jurusan Ilmu Perpustakaan.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment