Mengenal Doktor Psychiatri Pertama Indonesia: Mohammad Amir
Menjelang
abad ke 20 di daerah Talawi hiduplah sebuah keluarga religius. Kepala rumah
tangga bernama Datuk Malano, istrinya bernama Siti Alamah. Datuk Malano seorang
pedagang ternak, dia menjual kerbau, sapi, kambing dan lainnya. Dari pernikahan
Datuk Malano dan Siti Alamah mereka mendapatkan anak laki-laki yang dinamai
Mohamad Amir. Seiring waktu berjalan Datuk Malano menikah lagi dan mendapat
anak perempuan dinamai, Rubai.
Mohamad
Amir lahir pada tanggal 27 Januari 1900 di Talawi. Pada umur tujuh tahun Mohamd
Amir mulai menempuh dunia pendidikan. Masuk sekolah HIS (Hollands Inlandsche School) di Talawi. Dia dapat masuk sekolah
tersebut karena ditanggung oleh pamannya (mamak) yang kebetulan mengajar di HIS
Talawi, bernama Mohamad Yaman. Sekolah HIS menempuh pendidikan selama tujuh
tahun dikhusukan untuk anak-anak orang Indonesia yang bekerja di Pemerintah.
Seperti anak wedana, anak guru, anak Pegawai Pemerintah Belanda. Sekolah HIS
mengajarkan materi pelajaran Bahasa Belanda dari kelas satu sampai kelas tujuh.
Mohamad
Amir mempunyai hobi membaca buku, sehingga wawasannya terus bertambah. Membuat
pemikiran Mahamad Amir tumbuh cerdas dan berkembang. Kemudian dia menjadi suka
menulis untuk menuangkan ide-ide dan gagasannya. Dia selalu mengembangkan
pemikirannya sehingga terbentuk kreatifitas menulis seiring bertumbuh
intelektualnya. Hal tersebut didorong oleh Landjoemin Datuk Toemenggoeng salah
seorang penerbit surat kabar Soeloeh Peladjar, Tjahja Hindia, dan Neratja. Dari
hasil menulisnya dia mendapat honor dan digunakan untuk membayar sekolahnya.
Pada
tahun 1914 beliau menamatkan sekolah HIS. Kemudian melanjutkan ke sekolah
menengah ELS (Europesche Legere School)
di Sawalunto. Selanjutnya dia pindah ke Bukittinggi. Di Bukittinggi dia
kemudian berkenalan dengan Mohamad Hatta, Abdullah Ahmad, dan M. Thaher Marah
Sutan. Ketiganya kemudian mencetuskan ide pendirian organisasi kepemudaan
bernama Jong Sumatera pada tahun 1917. Mohamad Hatta menjadi ketua organisasi,
sedangkan Mohamad Amir sebagai anggota biasa. Pada tahun 1918 Mohamd Amir
menamatkan sekolah ELS.
Dengan
bekal nilai yang baik Mohamad Amir dapat masuk ke STOVIA (School tot Opleiding
van Indische Artsen) di Batavia atau Jakarta di tahun itu juga (1918). Selama
mengikuti kuliah dia menjadi redaktur surat kabar Jong Sumatera. Sejak itu dia
dikenal sebagai seorang penyair dan penulis terkemuka. Walau dia sangat sibuk
antara kuliah dan kerja (wartawan) dia dapat menyelesaikan studinya dengan baik
pada tahun 1923. Umur 23 tahun usia sangat muda kalah itu untuk karir
pendidikan. Sebagaimana kemenakannya Mohamad Yamin yang sudah berumur 29 tahun
baru menyelesaikan Sekolah Hukum (Rechts
Hooge School).
Kecintaannya
pada ilmu pengetahuan terus tumbuh. Setahun setelah selesai sekolas STOVIA dia
berangkat ke Negeri Belanda pada tahun 1924. Melanjutkan pendidikannya di Geneeskunding Hogeschool, Utrecht University, Belanda. Kuliah di
sana dia mengambil jurusan ilmu jiwa, psikiater (psychiatri). Selama menjadi mahasiswa dia tidak menonjol. Namun
diam-diam dia bergerak pada bidang lain bersama pemuda Indonesia lainnya di
Belanda. Mohamad Amir bergabung dengan organisasi pemuda, Perhimpunan Indonesia
(PI) yang sangat terkenal itu. Dia menjadi pengurus organisasi untuk periode
1924-1925 yang diketuai oleh Sukiman Wirjosandjojo. Kemudian menjadi komisaris
organisasi bersama Budiarto dan Mohamd Yusup.
Empat
tahun mengikuti pendidikan di Utrecht
University dia berhasil menyelesaikan studinya. Sehingga dia berhak mendapat
gelar arts dan doctor in de medisijn. Selama mengikuti kuliah dia terus menulis di
surat-surat kabar diantaranya Neratja dan Hindia Baroe sehingga honornya dia
dapat menambah uang kuliahnya. Mohamad Amir adalah orang Indonesia pertama yang
mendapat gelar Doktor ilmu psikiatri atau ilmu kejiwaan pada tahun 1931.
Sehingga dia dapat mengabdikan dirinya pada masyarakat pada bidang ilmu sastra
dan kesehatan.
*****
Setelah
pulang dari negeri Belanda Mohamad Amir menjadi dokter dari tahun 1934 sampai
tahun 1937, dia dan keluarganya menetap di Medan. Dari tahun 1937 sampai
pendudukan militer Jepang Dr. Mohamad Amir menjadi dokter pribadi Sultan
Langkat. Menetap di Tanjung Pura, Sumatera Timur. Selama hampir satu dekade
beliau sangat dekat dengan kaum pergerakan dan kaum kerajaan.
Karena
pengaruh Dr. Mohamad Amir yang luas, pada tahun 1945 dia diminta Pemerintah
Militer Jepang menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dia
bersama-sama Mr. T.M. Hasan dan Mr. A. Abas untuk mewakili Pulau Sumatera.
Karena mengikuti agenda di Jakarta ikut saat terjadinya peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan Bangsa Indonesia di Jakarta, serta mengikuti sidang-sidang PPKI.
Kembali
ke sumatera dengan pesawat terbang ketiganya tiba di Palembang. Mr. A. Abas
tetap di Palembang karena dia perwakilan dari wilayah Sumatera Bagian Selatan.
Dr. Mohamad Amir perwakilan dari wilayah sumatera bagian Barat dan Tengah.
Sedangkan TH. M. Hasan dari Sumatera bagian Utara dan Timur. Dr. Mohamad Amir
dan TH. M. Hasan melanjutkan perjalanan melalui darat. Sepanjang perjalanan
dimana mereka melakukan rapat dan memberitahu berita proklamasi kemerdekaan
yang sudah terjadi, di Jakarta.
Tanpa
sepengetahuan beliau, dia kemudian diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai
Menteri Negara dalam Kabinet Pertama Republik Indonesia. Tugas dilaksanakan
melalui Sumatera Timur karena dia berada di Medan. Di tahun yang sama beliau
diangkat menjadi wakil gubernur Sumatera. Setahun berikutnya pada 16 Januari
1946 dia diangkat menjadi ketua Balai Penerangan dan Penyelidikan Provinsi
Sumatera dan Mr. Luat Siregar sebagai wakilnya.
*****
Doktor
Mohamad Amir memiliki perawakan sedang, berwajah tampan dan berambut lurus. Dia
dapat dikategorikan sebagai seorang sastrawan dan digolongkan sebagai Pujangga
Baru yang produktif. Pada masa jayanya hampir setiap minggu karya tulisnya
dimuat pada surat-surat kabar atau majalah-majalah. Dia mudah bergaul dan
memiliki pergaulan luas. Dia hobi membaca, cerdas dan jujur. Dia memiliki
semangat tinggi, cermat dan menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Baik itu
tugas sebagai siswa, mahasiswa, tugas organisasi, kerja dan abdi negara.
Dalam
kesehariannya dia berpenampilan gaya Barat. Baik itu dalam organisasi atau
dalam keluarga. Mungkin karena dia berpendidikan Barat dan beristri orang
Belanda. Walau demikian dia tetap suka menolong semua orang. Sikap demikian
terlihat dalam tugasnya sebagai dokter. Dia berprilaku biasa-biasa saja karena
menurutnya menjadi dokter hanyalah sebuah pengabdian pada rakyat dan negara.
Dia tidak memiliki sifat neo-feodalisme sebagaimana orang-orang yang merasa
tinggi derajadnya hanya karena ada kedudukan atau sedikit kekayaan.
Kelemahan
beliau adalah dia selalu mudah percaya pada orang-orang di hadapannya atau
berita dari media. Sulit mengendalikan keinginan istrinya orang Belanda
sehingga dia ragu-ragu dalam mengambil keputusan dalam hal kenegaraan. Banyak
yang menduga demikian karena terlambatnya proklamasi kemerdekaan di Sumatera
Utara. Kemungkinan dari jiwanya yang demikianlah yang menyebabkan dia terjebak
permainan kelompok kiri. Menyebabkan terjadinya kerusuhan sosial semasa
tanggung jawab gubernur padanya.
Tiada
gading yang tak retak, begitulah pepatah. Setelah masa-masa itu berlalu, Dr.
Mohamad Amir dipindahkan tugas ke Makasar (Ujungpandang) sebagai dokter biasa.
Dalam masa itu dia menyadari kehilapannya semasa di Sumatera. Dia yang seorang
nasionalis ulung yang telah dibangun sejak kecil sampai dia menjadi Pejuang
Pergerakan. Namun dia harus jatuh dalam penghujung perjalanan perjuangannya.
Dalam keadaan demikian rasa bersalah yang mendalam menyerang jiwanya. Kemudian beliau jatuh sakit dan semakin parah. Lalu dia berobat ke Negeri Belanda berangkat bersama keluarganya pada tahun 1948 dimana terjadi Agresi Militer Belanda II di Indonesia. Setahun kemudian (1949) Dr. Mohamad Amir meninggal dunia. Sedangkan istri dan kedua anaknya tetap tinggal di Negara Balanda. Dr. Mohamad Amir tetaplah salah satu tokoh bangsa kita dan seorang pejuang. Kesalahan yang dia lakukan bukanlah murni dari hati nuraninya. Tetapi situasi yang terjadi diluar kendalinya.
Oleh. Joni
Apero
Editor.
Totong Mahipal.
Tatafoto.
Dadang Saputra
Palembang,
18 Mei 2022.
Sumber:
Wisnu Subagyo. Dr. Mohamad Amir: Karya dan Pengabdiannya. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1986.
Sy. Apero Fublic.
Post a Comment