Meninjau Keadaan Islam di Lombok pada Abad ke-19.
Tekanan-tekanan
oleh penguasa seperti diskriminasi antara rakyat beragama Hindu dengan umat
Islam. Pertama adalah usaha-usaha mengaburkan ajaran Islam yang murni dengan
cara memasukkan dan memaksakan sinkretisme Hindu dan Islam. Hal demikian cukup
berhasil dimana kita sekarang masih mengenal adanya aliran Islam yang tidak
sesuai dengan syariat Islam di Lombok. Kedua, merusak akidah umat Islam dimana
judi-judi dipaksakan. Setiap pemimpin orang Sasak mengadakan judi di desa-desa
mereka. Selain itu, penguasa Mataram juga mendapat pajak judi.
Ketiga,
menyingkirkan para haji atau ulama yang berpengaruh. Penyingkiran dengan cara
difitna akan memberontak kemudian dibunuh dengan kejam. Seperti yang terjadi
pada tahun 1855. Namun orang Sasak tetap teguh memegang agamanya. Pada tahun
1856 sebanyak 400 keluarga pergi menyeberang meninggalkan Pulau Sumbawa. Mereka
menghindari penindasan dan menyelamatkan agama mereka.
Keempat,
dalam hal kewajiban negara. Penguasa Mataram membedakan perlakuan antara yang
beragama Hindu dan beragama Islam. Undang-undang negara menetapkan kalau orang
yang beragama Hindu bebas dari membayar pajak dan tidak terkena bekerja paksa
untuk penguasa Mataram. Sedangkan orang Islam membayar pajak dan mendapat
kewajiban kerja paksa yang dinamakan, ngayah.
Tapi akan bebas dari membayar pajak dan tidak lagi kerja rodi kalau keluar dari
agama Islam.
Kelima,
setiap wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki Hindu wajib mengikut agama
suaminya. Semua anak-anaknya juga harus ikut agama suaminya. Keenam, penguasa
Mataram menekan jumlah orang yang naik haji. Sehingga orang yang naik haji
sangat sedikit. Mereka tidak mau umat Islam menjadi pintar dan dakwa berkembang
baik. Ketujuh, di Lombok Barat orang Islam yang menjalankan ibada Shalat di
buru dan dihina-hinakan. Sehingga mereka shalat bersembunyi-sembunyi. Hal
demikian kemungkinan menimbulkan aliran Islam yang lain di Lombok.
Demikianlah
keadaan umat Islam di Lombok pada abad ke sembilan belas. Semua dapat direbut
dan dikuasai oleh orang Mataram. Tapi mereka tidak dapat merebut agama yang ada
di dalam hati orang Lombok Islam. Dalam pada itu, membuat usaha-usaha setiap
orang Islam Lombok berusaha membebaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Mataram.
Sehingga terus terjadi pemberontakan dan perlawanan-perlawanan terus menerus
dan membuat suasana Lombok panas terus menerus. Hal demikian membuat keresahan
di hati Raja Mataram.
Raja
Mataram A.A. Gede Ngurah Karangasem berusaha mencari jalan keluarnya. Agar
Kerajaannya tentram dan lepas dari kekacauan. Raja juga memikirkan politik
jangka panjangnya diamana dia berkuasa di pulau yang dihuni hampir semuanya
umat Islam. Kemudian Raja Mataram tersebut menikahi seorang muslima bernama
Dinda Aminah seorang putri Sasak anak Dea Guru dari daerah Kalijaga. Dinda
Aminah setelah menikah dengan raja Mataram namanya diganti menjadi Dinda
Nawangsasih. Pernikahan tersebut juga dikarenakan raja Mataram pernah bermimpi
kejatuhan bulan. Dalam petunjuk mimpi raja harus menikahi seorang putri sasak
agar mendamaikan kerajaannya.
Walau
menikah dengan laki-laki hindu, Dinda Aminah tetap teguh memegang agamanya. Dia
menggunakan pengaruhnya dan raja menyetujui untuk memperbaiki keadaan rakyat
yang beragama Islam. Di Ampenan raja mengizinkan berdirinya sebuah masjid. Di pusat
pemerintahan Cakranegara juga dibangun masjid. Salah seorang cucu raja bernama
Imam Sumantri memeluk agama Islam. Di istana juga diadakan pelajaran membaca
Al-Quran untuk anak-anak orang Islam. Atas saran Dinda Aminah setiap orang
diperbolehkan naik haji. Bahkan raja Mataram memberikan uang pada orang-orang
yang akan berangkat haji. Sejak itu, keadaan Kerajaan Mataram beransur-ansur
membaik dan damai. Raja sangat menyadari apabilah umat Islam ditekan terus
menerus akan membahayakan kedudukan mereka. Pemikiran raja terbukti saat
terjadi perang Praya II, dan berlanjut keruntuhan Kerajaan Mataram pada tahun
1894.
Namun
tindakan raja Mataram A.A. Gede Ngura Karangasem tidak disukai oleh anaknya
bernama A.A. Made Karangasem. Sewaktu pengaruh Islam muali naik, mereka
khawatir. Karena itu, dia mulai mencari teman bersekongkol untuk menghancurkan
pengaruh Islam. A.A. Made mulai mengatur untuk menyingkirkan pemimpin-pemimpin
orang sasak, memfitnah lalu membunuhnya. Perbuatan A.A. Made Karangasem sangat
bertolak belakang dengan kebijakan ayahnya, Raja Mataram.
Tidak
hanya disitu, A.A. Made menggerakkan orang Sasak untuk membangun tempat-tempat
pemujaan. Mereka dipaksa, bekerja tidak di bayar dan anak istri mereka
terlantar. Perbuatan A.A. Made yang sewenang-wenang telah menyebabkan kekacauan
di Mataram. Raja kemudian mengetahui sifat buruk anaknya. Namun dia sudah
sangat terlambat mengatasi permasalahan. Selain kesalahan perbuatan A.A. Made,
juga adanya tekanan dari Belanda untuk menghukum A.A. Made. Raja kemudian
memutuskan untuk menghukum sendiri anaknya, lalu mayatnya dibuang ke laut tanpa
upacara keagamaan.
Keadaan umat Islam di Lombok berbeda dengan keadaan umat Islam di Kerajaan Sumbawa, Dompu, Bima, dan Sanggar dimana Islam maju dengan pesatnya. Ditambah lagi saat Gunung Tambora meletus pada 1815 memusnakan pemukiman, sawah, ternak, kebun dan ladang. Membuat umat Islam sadar kehidupan dunia hanya sementara dan Allah akan mencabut nikmatnya kalau manusia hidup dengan baik, dan beribadah.
Oleh. Joni
Apero
Palembang,
23 Mei 2022.
Sumber:
Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1977/1978.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment