BIMA: Mengenang Perang Donggo (1907-1909)
Walau
demikian mereka tetap tunduk pada Sultan Bima. Mereka tidak mau tunduk pada
pemerintah lain selain Sultan Bima. Saat mendapat kabar Kesultanan Bima telah
ditundukkan oleh Belanda. Mereka menjadi gusar dan marah sekali. Kemarahan
mereka kembali memuncak saat Belanda memaksa mereka untuk membayar pajak. Yang
dirasakan mereka sangat berat. Oleh karena itu, dibawah pimpinan Ntehi Ama
Ntihi dan Ncahu Samiu seorang wanita dari Desa Kala berkata:
Pertama,
masyarakat Donggo tidak mau dijajah Belanda.
Kedua, masyarakat Donggo tidak mau membayar pajak yang ditetapkan oleh
Belanda. Ketiga, masyarakat Donggo tidak lagi menyukai Sultan Bima bernama
Sultan Ibrahim karena menurut mereka Sultan sudah diperalat oleh Belanda.
Sebelum
terjadi perang, Sultan Ibrahim datang untuk berunding dan menyadarkan
masyarakat Donggo agar tidak terlalu keras, mengalah sedikit. Sultan memikirkan
masyarakat Donggo agar tidak banyak korban jiwa. Sultan menjelaskan untuk saat
ini Belanda bukan tandingan mereka untuk berperang. Namun masyarakat Donggo
tetap pada pendiriannya. Menurut mereka, Belanda sudah menodai kehormatan
Sultan mereka dan itu berarti menodai bangsa mereka juga.
Karena
permasalahan terus berlarut-larut dan dikhawatirkan akan membawa dampak meluas
di Kesultanan Bima. Maka pada tahun 1907 sultan mengizinkan Belanda menyerang
orang Donggo. Sebelumnya Orang Donggo telah bersiap menanti serangan Belanda.
Maka mereka membuat benteng yang kuat, dan mempersiapkan jalur evakuasi ke
bukit-bukit dan pegunungan kalau keadaan terdesak.
Pusat
pertahanan mereka terletak di Bukit Doro Kaboe dan Mpirin Daru. Di ujung-ijung
atas jalan mendaki mereka membuat berupa serambi-serambi menjorok-menggantung
dengan kayu-kayu. Pada bagian ujung diikat dengan tali dan diisi dengan
batu-batu. Apabila tali tersebut di potong maka batu-batu akan jatuh berguling
dan akan mengejar dan menimpa orang yang berjalan mendaki. Tempat pertahanan
mereka sangat di rahasiakan.
Untuk
pertama kalinya kontak senjata antara Orang Donggo dan pasukan Belanda yang
dibantu pasukan Sultan terjadi di Desa Oo dan Desa Kala. Berhari-hari kedua
desa mereka dipertahankan oleh orang Donggo. Namun, seberapa kuat mereka
bertahan tetap dapat dikalahkan karena persenjataan mereka yang tidak
sebanding.
Dengan
demikian masyarakat Donggo mundur ke pegunungan yang berhutan lebat. Saat di
dalam hutan-hutan itulah membuat kekuatan mereka sebanding dengan kekuatan
Belanda yang dibantu pasukan Sultan Bima. Di dalam hutan tersebut banyak
pasukan Belanda yang terbunuh karena disergap dari balik pepohonan dan
semak-semak. Dimana kekuatan serdadu Belanda dengan senapan laras panjang kurang
berpungsi.
Masyarakat
Donggo banyak memasang jebakan, seperti jerat, jaring dan jebakan bambu yang
tajam sehingga membuat pasukan Belanda kacau dan mereka merasa ngeri. Karena
perang yang berlarut-larut membuat Sultan Ibrahim turun ke medan perang. Sultan
dapat melumpuhkan dua pemimpin masyarakat Donggo bernama Mangge dan Hoti dapat
dia tembak.
Kemudian
di bawah pimpinan Ntehi Ama Ntihi dan Ncau, orang-orang Donggo mundur ke daerah
Mpiri Lua. Tentara Belanda mengejar, saat itulah jebakan yang dibuat mirip
serambi setengah menggantung yang terletak di ujung atas bukit mereka potong
talinya. Batu-batu yang mereka letakkan diatas serambi terjatuh dan berguling
menimpa para pasukan Belanda. Dalam peperangan lanjutan itu, kembali pimpinan
masyarakat Donggo gugur bernama, Samoe, Ngkati dan Ndri Ama Mundu.
Setelah itu, perlawanan masyarakat Donggo menjadi terpencar-pencar di hutan-hutan yang sangat mengganggu keamanan. Sehingga sangat mengkhawatirkan Belanda dan pihak sultan akan menjalar ke daerah-daerah lain. Sehingga perang harus diakhiri dengan segerah. Sultan Bima kembali membujuk agar mereka mau berdamai dengan Belanda. Akhirnya Ntehi Ama Ntihi bersama beberapa pengikutnya bersedia datang ke ke Bima untuk berunding.
Di Bima mereka di sambut dengan baik dan ramah tama oleh semuanya. Kemudian tibalah waktu rapat untuk memutuskan masalah mereka. Maka mereka di ajak berunding di dalam kapal perang Belanda. Namun, lagi-lagi taktik tipu muslihat Belanda berhasil, mereka di tangkap setelah berada di dalam kapal. Kemudian, mereka dibuang ke Sulawesi. Lalu daerah Donggo berhasil dihancurkan oleh Belanda setelah pimpinan utamanya ditangkap.
Rewrite. Tim
Apero Fublic
Palembang,
10 Juli 2022.
Sumber:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat.
Jakarta, 1977/1978.
Sy. Apero
Fublic
Post a Comment