CERPEN: Sebuah Rasa
Setelah melakukan sarapan aku segera
bersiap untuk pergi, notifikasi di HP ku juga sudah berbunyi. Siapa lagi kalau
bukan Nura Tsabita sahabatku yang jahil itu, kami sudah bersama sejak SMA. Dan
sekarang kami juga satu Universitas, tetapi di fakultas yang berbeda.
“Ayesha pergi dulu ya, udah jam 08.00
nih,” pamitku pada Ayah, Ibu, dan Abang.
“Enggak mau di anter sama Abang Ay,
sekalian ini Abang berangkat kerja,” tawar Bang Rasyid.
“Enggak deh Bang. Nura mau jemput Aku
kok, ini dia udah hampir sampai,” Jawabku.
“Ya udah kalau gitu, hati-hati di jalan,”
kata Bang Rasyid.
“Iya.” Jawabku, dan Abang pergi.
Beberapa menit kemudian Nura pun tiba, dengan sedikit klaksonnya.
“Ayah, Ibu, Ay pamit ya,
Assalamu’alaikum.” Kataku berpamitan, setelah mencium tangan ayah dan ibu, agak
tergesah.
“Waalaikumussalam,” Jawab mereka berdua
hampir bersamaan.
Waktu berlalu, sekitar pukul 09.00
kurang kami pun sudah tiba di kampus. Nura cukup gesit membawa sepeda motornya
diantara jalanan yang ramai sekali.
“Ra, ke Masjid dulu yuk, aku mau sholat
dhuha,” ajakku pada Nura.
“Aku langsung tunggu di Perpustakaan
aja ya Ay, aku lagi libur nih hehe,” Jawabnya.
“Ya udah kalau gitu,” Jawabku,
begitulah kalua cewek ada waktu liburnya, dan kami pun berpisah.
Selesai melaksanakan sholat, aku
langsung menuju Perpustakaan untuk menemui sahabatku itu. Aku berjalan sambil
mengirimkan pesan kepada Nura untuk mengetahui dia duduk di sebelah mana.
“Dug “Aduh,”
tiba-tiba kepalaku terasa sedikit sakit.
“Eh maaf-maaf, aku gak sengaja tadi,” Dan
melihat siapa yang aku tabrak.
“Iya gak papa, makanya kalau lagi jalan
fokus ke depan bukan ke HP”, Katanya. Batinku sangat malu, karena aku menabrak
seorang lelaki yang berperawakan tinggi, tampan, dan rambut yang sedikit basah
oleh air wudhu. Bagi wanita mungkin bisa langsung jatuh suka jika melihatnya.
Namun aku langsung menundudukan kepala dan meminta maaf kepadanya.
“Iya sekali lagi maaf ,” mohonku.
“Ya udah gak masalah.” Katanya.
Aku segera bergegas pergi ke Perpustakaan
menemui Nura, sambil menahan malu yang kurasakan. Bisa-bisanya aku menabrak
orang, begini lah jadinya kalau main HP sambil jalan. Mudah-mudahan nanti,
besok, dan seterusnya tidak bertemu dengan Kakak itu lagi.
“Eh sudah disini aja Ay, aku pusing nih
cari buku dari tadi gak ketemu-ketemu. Ketemu satu, waktu dibuka isinya enggak
ngerti. Gini ya anak semester akhir susah banget mau cari referensi,” Keluh
Nura padaku. “Ay kamu dengerin aku enggak sih,”
“Iya apa Ra?” Aku mendengarkannya
tetapi aku masih tidak fokus akibat kejadian tadi.
“Kamu kenapa sih Ay,” Tanya Nura
padaku.
“Gak papa kok Ra, Aku cuma malu banget.
Aku tadi nabrak cowok di depan Masjid.”
“Hahahaha, kok bisa sih Ay,” Nura
tertawa mendengar ceritaku.
“Kamu…, ih nyebelin, sahabatnya lagi nahan
malu juga malah diketawain.” Ujarku agak kesal.
“Kamu sih, ada-ada aja,” Timpal Nura,
senyum-senyum..
“Udahlah Aku mau nyari buku dulu,” Kesalku
pada Nura.
Setelah mendapatkan buku yang dicari, Aku
langsung mengajak Nura menuju petugas peminjaman buku. Aku meminjam 2 buku
sedangkan Nura hanya 1 buku, kami juga langsung pulang karena bertepatan
Perpustakaan sudah mau tutup, untuk istirahat. Sekitar jam 12.00 kami sudah
sampai di rumahku.
Sudah seminggu aku hanya dirumah
setelah terakhir keluar kemarin waktu ke kampus bersama Nura. Dalam seminggu
ini aku menyelesaikan revisian skripsiku, mudah-mudahan hari ini bisa disetujui
oleh pemimbing dan segera mengajukan sidang skripsi. Aku mengirim pesan kepada
Nura, apakah dia bisa menemani Aku untuk bimbingan. Pesanku dibalas, dan dia
bisa menemaniku. Tidak lama kemudian sekitar setengah jam kami telah tiba di
kampus, dan langsung menemui dosen pembimbingku.
“Gimana Ay, hasilnya?” Nura langsung
menanyaiku ketika aku sudah keluar dari ruangan dosen.
“Alhamdulillah Ra, bentar lagi Aku
sidang,” Kataku.
“Alhamdulillah, aku ikut seneng Ay.” Kata
Nura, sambil memelukku.
“Makan dulu yuk Ra, Aku traktir deh.”
“Asyik…dapet traktiran, makasih ya Ay,”
Kata Nura.
Sambil menunggu makanan datang, kami
mencari tempat duduk yang kosong. “Nah, disana aja yuk Ay,” ajak Nura. Dan aku
baru sadar bahwa disebelahnya ada cowo yang pernah aku tabrak seminggu yang
lalu. Kenapa harus ketemu lagi coba, haduh gimana ini. “Kamu kenapa sih Ay kok
jadi tegang gitu?” Tanya Nura yang melihat perubahan ekspresiku.
“Ra Aku malu duduk disana, itu
disebelahnya ada cowok yang pernah Aku tabrak kemarin.”
“Loh itukan kak Malik!!.”
“Kamu kenal Ra, sama cowo itu?” Tanyaku.
“Kenallah Ay, dia itu Kakak tingkat Aku.
Dia juga udah lulus dari sini, yaudah lah duduk yuk gak ada tempat lain juga.”
kata Nura sambil menarik tanganku.
“Assalamualaikum, apa kabar Kak? Ada
keperluan apa nih datang ke kampus,” sapa Nura kepada Kak Malik
“Waalaikumusalam, eh ini Nura adek
tingkat itu ya? Alhamdulillah baik, ini ada urusan ambil ijazah.” Jawab kak
Malik.
“Kamu sendiri ada perlu apa ke kampus,
bukan nya sudah semester akhir ya?”
“Iya kak sudah skripsian, aku nemenin
sahabatku bimbingan tadi, ini orangnya.” Kata Nura, sambil mengenalkanku pada Kak
Malik.
“Loh, kamu yang kemarin nabrak Aku
kan?” Katanya.
“Hehehe iya Kak,” haduh ketahuan,
padahal tadi sudah pura-pura tidak tahu.
“Ooo jadi kemarin yang kamu bilang
nabrak cowok itu Kak Malik ini Ay.” Kata Nura antusias.
“Iya Ra, dia nabrak Kakak kemarin
soalnya jalan sambil main HP jadinya nabrak orang deh.” Sahut Kak Malik
menjelaskan, sambil tertawa kecil.
“Hahahaha ada-ada aja sih, kalian.”
Nura ikut tertawa dan aku pun disana hanya menahan malu.
“Oh ya, siapa namanya?” Tanya Kak Malik
padaku, kenapa dia jadi sok akrab gini.
“Ayesha, kak.” Jawabku, dan di oh kan saja denganya. Lama-lama kenapa Aku
jadi merasa canggung, padahal Nura dan Kak Malik sudah asyik mengobrol berdua.
Mereka sudah seperti akrab sekali,
mungkin karena mereka satu jurusan jadi nyambung kalau diajak diskusi. Dan aku
disini seperti patung yang hanya menyimak percakapan mereka. Setelah selesai
makan Aku mengajak Nura ke Fakultasku untuk mendaftar sidang skripsi. Kemudian
kami pun langsung pulang dan dua hari yang akan datang aku harus siap untuk
melaksanakan sidang skripsi. Dan besok mungkin aku akan mencari buku untuk
persiapan sidang. Dalam perjalanan pulang aku penasaran dengan kedekatan Nura
dan Kak Malik, aku pun menanyakan kepada Nura.
“Ra, kok kamu bisa deket sama Kak Malik?”
“Kenapa emangnya Ay, cemburu ya kamu Aku
deket sama cowo ganteng,” kata Nura
“Ih apaan sih Ra ngapain juga cemburu.
Aku tuh cuma heran aja, kamu bisa deket sama cowok. Soalnya kan kamu gak pernah
sedeket itu sama cowok.”
“Kami bisa deket itu karena Kak Malik
sering berbagi ilmu sama adik-adik tingkatnya. Jika ada tugas yang menurut kami
sulit, dia selalu membantu untuk menyelesaikannya. Dan juga orangnya baik banget,
rajin solat, bertanggung jawab kalau di kasih amanah. Pokoknya idaman cewek-cewek
deh. Tapi aku sih biasa aja, udah kaya Kakak sendiri menurut ku.” Jelas Nura
pada ku.
“Maa Syaa Allah, beruntung banget nanti
yang jadi pasangan halalnya, ya Ra,” Kagumku.
“Ciee…ada yang kagum nih sama Kak
Malik,” goda Nura padaku.
“Udah deh, gak usah kumat nyebelinnya.”
Kesalku, Nura pun hanya tertawa.
Hari terasa begitu cepat berlalu hari
ini aku melaksanakan sidang skripsi, tetapi Nura tidak ada kabar dari semalam.
Aku sedikit sedih akhir-akhir ini dia seperti sibuk sendiri, padahal Aku butuh
dukungan dari dia. Tetapi sekarang dia malah menghilang begitu saja tanpa
penjelasan. Namaku sudah dipanggil, Bismillah semoga nanti sidangnya lancar.
Sekitar satu jam kemudian Aku sudah melaksanakan sidang dan akhirnya Aku lulus
dari Universitas ini. Sampai jam sekarang aku tidak melihat tanda-tanda
kedatangan Nura, Aku sedikit kecewa dengannya.
Aku melihat dari kejauhan seperti ada
Nura dan Kak Malik disana, mereka sedang apa kenapa hanya berdua. Dan aku tidak
habis pikir Nura lebih memilih untuk mengobrol berdua disana, padahal Aku
menunggunya dari tadi untuk bisa menyemangatiku. Aku mendekati mereka berdua.
“Oh, jadi gini ya Ra yang namanya
sahabat padahal Aku dari tadi nunggu kamu untuk nemanin Aku sidang. Tapi apa,
kamu malah asyik ngobrol disini pantas aja akhir-akhir ini kamu berbeda Ra,” Aku
sudah mengeluarkan air mata dan kecewa dengannya.
Mereka terkejut melihatku ada disana,
“Ay gak seperti yang kamu pikir kok, Aku bisa jelasin dengerin Aku dulu,” kata
Nura kepadaku.
“Udahlah Ra, Aku gak tau mau bilang apa
lagi,” Sambil menghusap air mataku yang mengalir deras.
“Yang jelas Aku sekarang kecewa sama
kamu.” Aku langsung meninggalkan mereka berdua, dan segera pulang. Hari ini
adalah hari bahagia tetapi, hari ini juga aku kecewa dengan sahabatku sendiri.
Aku sedih kenapa Nura seperti ini dengan ku.
Hari ini aku sangat tidak bersemangat
melakukan kegiatan apapun, kajadian kemarin masih sedikit membuatku sakit hati
dan kecewa. Terdengar Ibu mengetuk pintu kamarku dan memanggilku.
“Ayesha, ada yang cari kamu tuh dibawah.”
“Siapa bu?” tanyaku, sambil membuka
pintu kamar.
“Itu ada Nura, cobalah kamu temui dulu enggak
baik loh marahan gitu kaliankan sudah sahabatan lama. Masa cuma masalah kecil
gak bisa nyelesain baik-baik, udahlah dengerin dulu penjelasannya.” Nasehat Ibu
padaku.
“Iya bu, Ay coba bicarain sama Nura.” Aku
langsung pergi ke bawah untuk menemuinya.
Aku terkejut, Ibu tidak bilang kalau
dibawah bukan cuma ada Nura, tetapi ada Kak Malik. Aku bingung kenapa ada Kak
Malik datang kesini juga, Aku tidak tahu harus memulai bicara dari mana. Aku
langsung duduk di sofa, Nura langsung menghampiri dan memegang tanganku, “Ay
maafin aku ya, Aku gak bermaksud buat kamu kecewa. Kalau tahu kejadiannya gini
aku gak akan buat rencana kaya gini.”
“Tunggu…emang kamu buat rencana apa?”
tanyaku.
“Jadi gini ceritanya, sebenarnya aku
dan Kak Malik mau buat suatu kejutan yang gak bakal kamu lupain. Kemarin itu
kami lagi diskusi untuk buat bagaimana rencananya, bertepatan dengan sidang
skripsimu supaya bahagianya double gitu. Tapi kamu malah udah nemuin
kita berdua, dan kamu malah salah paham. Aku emang sengaja beberapa terakhir
kemarin pura-pura sibuk,” Nura menjelaskan semuanya, tapi aku masih bingung
emang kejutan apa yang mereka siapkan.
“Emang kejutan apa yang mau kalian
kasih?” tanyaku.
“Kalau itu biar Kak Malik yang jelasin,
silakan Kak.” Nura mempersilakan Kak Malik bicara.
“Jadi gini Ay, intinya aja ya aku gak
mau panjang lebar.” Katanya, kenapa aku jadi deg-degan gini. “Aku mau melamar
kamu.”
Deg Aku
langsung terdiam dan tidak bisa berkata apapun, kenapa bisa secepat ini. Aku
mencoba menormalkan degub jantungku yang tidak beraturan ini. Dan aku
memberanikan diri untuk betanya.
“Kenapa Kakak bisa seyakin ini sama aku,
padahal kita belum lama kenal?”
“Kamu yang mungkin belum kenal aku,
tapi aku sudah mengenal kamu lewat sahabatmu ini. Aku juga sudah sering
memperhatikanmu secara diam-diam. Aku tahu kamu wanita yang tidak ingin memiliki
hubungan special dengan siapapun kecuali akad sudah diucapkan. Oleh
sebab itu aku memantapkan diri untuk melamarmu, bagaimana pun jawaban kamu Aku
terima. Karena aku tidak ingin memedam perasaan ini lebih lama lagi.”
“Sebelumnya aku berterima kasih sama
Kakak, karena sudah berani menyampaikan hal ini padaku. Mungkin aku bisa kasih
jawaban iya, tetapi semuanya aku serahin sama orang tuaku. Kalau Kak Malik benar
serius langsung temui Ayahku.” kataku dengan rasa gugup.
“Baiklah, Aku akan menemui Ayahmu dan
membawa kedua orang tuaku juga,” Jawabnya.
“Oke masalah ini sudah clear ya, jadi kamu gak marah lagi sama
aku kan Ay?” Kata Nura.
“Iya Ra aku sebenarnya gak pernah bisa
marah sama kamu, cuma kamarin itu aku sedikit kecewa. Maafin Aku juga ya kemarin
langsung pergi aja, tanpa mau dengerin penjelasan kamu,” Kataku pada Nura.
“Iya Ay gak papa kok, aku ngerti.” Kami
berdua berpelukan.
“Udah kali pelukan nya, kan jadi
pengen,” Tegur Kak Malik pada kami berdua.
“Sabar ya Kak, halalin dulu baru bisa
di peluk Ayeshanya.” Ucap Nura sambil terkekeh.
“Iya deh, iya.” Kata Kak Malik. Dan
kami berdua pun hanya tertawa.
Aku tidak pernah menyangka rencana yang telah Allah siapkan untukku, aku tahu rasa kecewa yang aku buat adalah dari kesalahanku sendiri. Aku terlalu cepat mengambil kesimpulan, padahal belum tentu yang kita lihat itu benar. Dan aku masih tidak percaya dengan sebuah takdir yang Allah tetapkan saat ini. Ada sebuah rasa yang sebelumnya hanya samar-samar. Sekarang sebuah rasa itu mulai terlihat jelas ketika dia yang pernah ku kagumi memberanikan diri untuk meminangku secara langsung. Terimakasih Ya Rabb, untuk perjalanan awal ini. Aku akan memulai perjalanan yang berikutnya dengan selalu mengingat-Mu.
Karya: Nurfaidati.
Mahasiswi Universitas Islam Negeri. Fakultas Adab dan Humaniora. Jurusan Ilmu Perpustakaan.
Editor. Desti, S.Sos.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment