Elem: DARI SIRI PINANG KE ROKOK
Kapur siri-pinang
dibuat dari cangkang kulit siput sungai. Kebiasaan mengunya siri-pinang diperkirakan
sudak berlansung sejak 13000 tahun lalu di Asia Tenggara. Kebiasaan tersebut
kemudian menjadi budaya yang wajib dalam pergaulan sosial.
Pertama, saat ada tamu
atau sedang berkumpul-kumpul, santai, mereka mengunya siri pinang. Kedua, penggunaan
siri-pinang kedalam adat musyawarah. Saat menyelesaikan permasalahan penting (berdamai),
atau ada aktivitas pernikahan siri pinang disuguhnya sebagai tanda musyawah dan
keputusan dianggap sah. Sisa-sisa kebiasaan siri-pinang dalam adat masih
terdapat pada masyarakat Sumatera Selatan tepatnya di Kabupaten Musi Banyuasin.
Seandainya ada sepasang
kekasih melakukan adat belarian, maka tetua, Pemerintah Setempat (RT, Kadus,
P3) dan keluarga laki-laki akan melakukan pemberitahuan adat pada keluarga
mempelai wanita dengan membawa, siri-pinang yang di sebut ngelem. Ngelem
bahasa Melayu di Sumatera Selatan untuk menyebut siri-pinang dan kebiasaan mengunya
siri-pinang (elem). Awalan nge menjelaskan aktivitas yang sedang
dilakukan (nge-elem). Mengunyah siri-pinang akan membuat mulut menjadi
merah karena perpaduan zat siri-pinang dengan air liur.
Pada saat masuknya bangsa
Barat ke Asia Tenggara dan Indonesia Abad ke 17 Masehi. Memperkenalkan tumbuhan tembakau dan
mulai melakukan pembukaan perkebunan massal. Perlahan, tembakau dikenal dan
kebiasaan merokok mulai dilakukan. Pendudk mulai mengenal menanam tembakau dan
terus bertahan sampai sekarang. Sejak saat itulah, saat mengunya siri-pinang
sering di sertai dengan tembakau. Tembakau dibuntal sebesar ujung jari lalu
diletakkan di atas gusi di bawah bibir. Tidak ada kebiasaan mencampur tembakau
pada racikan siri pinang. Sebab tembakau akan menyebabkan keracunan kalau
tertelan.
Rokok pucuk atau rokok dari daun nipa beserta tembakau hasil olahan masyarakat sendiri (tebak: nama gulungan tembakau. Onteng: nama satu ikat rokok daun nipa).
Sementara kaum
laki-laki mulai mengenal rokok dari bangsa penjajah Barat (Belanda). Awal hanya mencoba,
kemudian menjadi kecanduan dan tidak dapat meninggalkan kebiasaan merokok.
Rokok pertama yang dikenal adalah rokok berbungkus daun nipa dan daun jagung.
Di Sumatra rokok daun nipa disebut rokok pucuk, karena terbuat dari daun muda (pucuk)
pohon nipa. Diawal abad ke 20 kebiasaan memakan siri-pinang hanya kaum wanita.
Sementara kaum laki-laki hanya merokok tembakau berbungkus daun nipa atau daun
jagung kering.
Seiring berkembangnya
zaman, kebiasaan memakan siri-pinang oleh kaum wanita juga mulai ditinggalkan.
Saat ini di Sumatra di pedesaan yang masih mengunya siri-pinang hanya
wanita-wanita tua berumur diatas 60 tahun. Beberapa dekade kedepan kebiasaan mengunya
siri-pinang di Sumatra akan hilang dan ditinggalkan masyarakat.
Banyaknya ragam
jajanan (kuliner), dan makanan ringan (snack) juga menjadi pendorong ditinggalkannya kebiasaan
mengunya siri-pinang oleh kaum perempuan. Sementara kaum laki-laki, juga sudah jarang merokok daun
nipa. Karena banyaknya jenis-jenis rokok yang dijual diwarung-warung. Begitu juga rasa gengsi kaum laki-laki.
Merokok daun nipa atau rokok pucuk dianggap rokok zaman dahulu dan dikelaskan
sebagai rokok orang miskin. Pernah penulis berteman dengan beberapa pemuda, dimana mereka merasa malu merokok dengan rokok daun nipa saat bermain apalagi kalau ada gadis-gadis. Sehingga rokok daun nipa hanya dihisap saat di kebun atau di ladang saja. (Red)
Sy. Apero Fublic
Post a Comment