HIKAYAT: Asal Mula Pulai Si Kantan
Namun,
karena rasa ingin merantau terus menghantui dan tidak tertahan lagi. Dia
akhirnya mengutarakan maksudnya itu. “Umak, sudah lama aku hendak pergi
merantau, mencari pengalaman dan mencari penghidupan yang lebih baik di daerah
orang. Tapi hati Kantan tidak sampai hati meninggalkan ibu seorang diri.” Ujar
si Kantan.
“Kalau
demikian kehendakmu dan tekadmu, Anakku. Jangan khawatirkan ibu, walau sudah
tua. Tapi ibu masih dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri.” Jawab ibu dengan
berbesar hati. Walau di dalam hatinya terasa menjerit tidak rela anaknya pergi
jauh. Dia khawatir nanti terjadi yang tidak diingnkan pada anak semata
wayangnya. Saat si Kantan berangkat merantau, ibunya menangis dengan sedih.
Waktu
berlalu dengan cepat, bulan berlalu tahun bergati-ganti. Sementara si Kantan
sudah di tanah rantau telah menjadi seorang saudagar kaya raya. Dia juga telah
memiliki istri yang cantik, anak saudagar kaya pula. Sedangkan ibu si Kantan
terus menunggu anaknya pulang. Rasa rindu pada anaknya tidak tertahan lagi.
Namun si Kantan belum juga pulang ke kampung mereka.
Suatu
hari dalam pelayaran berniaga dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Kini
singgahlah si Kantan di pelabuhan Tanjung Pura. Pelabuhan dimana dulu pertama
kali dia pergi merantau. Si Kantan tidak bermaksud pulang ke rumahnya. Di
pelabuhan yang ramai, dimana penduduk tempat tinggal si Kantan sering datang ke
pelabuhan. Tanpa sengaja melihat si Kantan. Kemudian menyampaikan kepada ibunya
di rumah, daerah Karo.
Betapa
bahagia ibu si Kantan mendengar anaknya telah pulang dari merantau. Apalagi dia
dikabarkan telah menjadi orang kaya raya. Bergegaslah ibu si Kantan datang ke
Pelabuhan Tanjung Pura. Akan tetapi saat bertemu si Kantan, diluar dugaan
ibunya. Ternyata si Kantan tidak mengakui dirinya sebagai ibunya. Sebab si
Kantan mengaku pada istrinya keluarganya orang kaya dan terpandang.
Kenyataannya orang tuanya miskin, apalagi keadaan ibu tampak kumal.
Menghadapi
kenyataan tersebut, ibu si Kantan sangat sedih dan kecewa sekali. Anak yang dia
lahirkan dan besarkan juga telah dia nantikan pulang. Tapi tidak mengakuinya
sebagai ibunya, karena miskin dan kumal. Si Kantan bersifat seolah tidak
bersalah dan tidak ada apa-apa. Setelah urusannya selesai di Pelabuhan Tanjung
Pura, dia pergi.
Saat
kapal si Kantan mulai berbelok untuk kembali berlayar, ibu si Kantan berkata.
“Kalau aku bukan ibumu, biarkanlah air susuku menjadi ombak laut yang akan
menghancurkanmu. Aku serahkan pada Tuhan menentukan kekuasaan-Nya padamu.” Ujar
ibu si Kantan dengan penuh rasa sedih dan kesal.
Seketika
itu, dengan kuasa Tuhan yang berlaku. Tiba-tiba angin berhembus kencang yang
membawa banyak awan hitam. Kemudian turun hujan dan disertai angin topan yang
amat kencang. Laut kemudian berombak besar dan semakin besar. Ombak dan angin
badai yang berpadu membuat kapal layar si Kantan hancur. Kapal si Kantan
tenggelam dan semua awak kapal, termasuk si Kantan tewas. Semua orang di
pelabuhan menyaksikan peristiwa tersebut.
Beberapa
waktu kemudian terjadi hal yang luar biasa. Perlahan disana muncul sebuah
pulau. Penduduk kemudian menamakan pulau tersebut dengan nama, Pulau Si Kantan.
Cerita si Kantan versi lain dari hikayat si Malin Kundang. Di Nusantara cerita
demikian menjadi sastra nasihat untuk anak-anak.
Rewrite. Tim
Apero Fublic.
Editor.
Selita, S.Pd.
Tatafoto. Dadang Saputra.
Palembang, 15 November 2020.
Sumber: Informan bernama Anwar Yunan, lahir di Perbaungan pada tahun 1924,
beragama Islam, Melayu, seorang Pegawai Negeri Sipil. Masindan, Dkk. Sastra
Lisan Melayu Langkat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment