Kebun Peri Burung (Asia Tengah)
Mereka
sering saling mengunjungi satu sama lain. Waktu
itu keduanya duduk di depan rumah mereka berbicara
tentang saat-saat indah ketika mereka masih muda.
Dimana kehidupan waktu itu tidak sesulit sekarang. “Apakah kau
masih ingat hari-hari musim panas yang panjang ketika kita masih
muda. Kita menghabiskan waktu kosong pergi memancing. Kata
Asan di sela-sela percakapan mereka. Khasen mengangguk. Dia
ingat hari-hari riang masa mudanya dengan sangat baik.
Dia sering berharap bahwa mereka dapat kembali muda seperti
dulu.
“Kau tidak berpikir bahwa musim dingin lebih
buruk setiap tahun? Tahun lalu, dombaku hanya bertambah puluhan
ekor saja. Jumlah yang sedikit peternak di lereng
bukit. Aku benar-benar khawatir. Musim dingin tahun ini. Sekarang
rumput tumbuh sedikit. Mungkin tidak cukup untuk bertahan satu tahun
ini. Kata Khasen.
Waktu
berlalu, cuaca tidak berubah bahkan menjadi lebih buruk.
Menjadi lebih dingin dan lebih dingin dan
segera rumput apa pun yang hidup di lereng bukit mati
beku. Kembali salju mulai turun setiap hari.
Pada akhir pedesaan mereka ditutupi dengan salju
tebal salju dan es. Khansen mencoba
mengembala domba-dombanya ke wilayah lain, tetapi di
sana sama juga. Sekarang para gembala menggelengkan kepala
mereka. Mereka mengatakan kepadanya bahwa domba
mereka juga kekurangan makanan. Es menutupi
terlalu tebal di atas tanah dan
ditambah angin yang dingin. Khasen pergi
mengunjungi temannya, Asan, untuk meminta nasihatnya.
"Apa, yang harus saya lakukan, Asan. Semua wilayah tertutup es.
Rumput tidak ada dan akan disusul domba-dombaku yang mati karena tidak ada
makanan. Kata Khasen.
Putra Khasen juga kebingungan dia berkata. "Kami tidak tahu apa
yang harus dilakukan lagi, paman Asan. Kata anak
itu sedih.
"Domba akan mati, maka akan kami juga akan mati, diikuti anak
saya dan teman-teman saya pengembala domba. Saya pikir
saya harus mengucapkan selamat tinggal, kepadamu. Mungkinan
ini musim dingin terakhir yang kami lalui. Kata khasen, menangis
sedih.
Asan adalah orang yang murah hati dan
dia memutuskan untuk membantu temannya.
"Ambil setengah ladang jagung saya. Masih banyak tanah yang
tidak di tanamai. Dengan begini kita masih dapat hidup dan
melewati musim dingin yang mengerikan ini. Kata Asan.
Khasen menatapnya dengan linangan air
mata. Da hanya datang untuk pamit.
Tidak mengharapkan kebaikan seperti
itU dari sahabatnya. Tapi untuk itu. Maka dia mengucapkan terima
kasih lagi dan lagi. Dari hari itu dan
seterusnya, Khasen menjadi petani. Dia
bekerja dari pagi sampai larut malam mengolah tanah
ladang. Asan menasihati putra Khasen agar selalu membantunya.
Jagung tumbuh tinggi dan subur. Dalam waktu singkat,
Khasen menjadi petani yang baik. Dia belajar banyak
dari temannya. Tahun berlalu, dua sahabat sekarang hidup
bahagia bertetangga.
Suatu
hari, Khasen pergi seperti biasa untuk bekerja di
ladangnya. Matahari bersinar terang dan hari yang bersemangat, riang.
Khasen menggali tanah cukup dalam yang subur. Tiba-tiba,
dia mendengar suara. Sekopnya membentur sesuatu keras.
Dia menggali lebih dalam lagi dan dia menemukan gerabah
guci besar. Guci yang air sepertinya. Bentuk seperti stoples di
rumahnya. Dia penasaran, dia membuka tutup
guci. Di dalam guci ada ratusan benda
berkilau, mengkilap.
"Uang emas. Kata Khasen, dengan mulut terbuka. Dia
pikir bahwa dia sedang bermimpi, lalu mencubit tubuhnya dengan
kuat-kuat. Tapi ini bukan mimpi sadarnya. Dengan
gembira dia bergegas pulang memanggil keluar
Asan, sahabatnya. "Asan kesini cepat. Panggilnya. Asan tiba di
dekatnya. "Kau tidak akan pernah percaya apa
yang aku temukan. Katanya.
Asan dan Khasen berlari ke ladang jagung bersama-sama.
Mereka mengangkat guci keluar dari tempat yang tersembunyi.
"Asan kau pemiliknya. Anda sekarang menjadi orang kaya.
Kata khasen gembira sekali. "Tidak itu
milikmu, saya memberikan tanah ini
padamu. Sehingga uang emas ini sah milikmu.
Kata Asan tegas.
"Tidak boleh begitu, Kenapa kau berkata begitu. Kau adalah
pemilik dari seluruh lahan ladang tanah.
Kau membiarkan setengah tanah ini
untuk pekerjaanku ketika aku berada di saat-saat sulit.
Jadi, apa pun yang ditemukan di sebidang tanah ini adalah
milikmu. Argumen Khasen pada Asan. Mereka berdua berdebat
siapa pemilik uang emas itu. Karena keduanya adalah
orang-orang yang sangat baik. Sehingga
keduanya ingin mencari kesepakatan yang sesuai dan adil satu
sama lain.
"Cukup
Khasen, jangan buang waktu berdebat tentang siapa yang memiliki
uang emas ini. Kita berikan kepada anak-anak kita saja.
Aku melihat beberapa
waktu ini anakmu menyukai putriku, begitu pun putramu. Mari
kita atur pernikahan dengan pesta besar. Lalu memberi
mereka emas ini untuk hadiah pernikahannya. "Kata
Asan. Khasen setuju bahwa itu adalah ide bagus. Dengan ati-hati, mereka menyembunyikan
guci uang emas di lubang dan kembali menutupinya dengan
tanah.
Pernikahan berlangsung beberapa minggu
kemudian. Pesta pernikahan berlangsung. Acara pesta ada
yang menari dan keluarga yang tinggal ditempat yang jauh
datang menghadiri. Beberapa hari setelah pernikahan. "Kami benar-benar tidak
bisa menerima uang emas.
Tidak baik bagi anak-anak apabila menerima apa
yang ayah mereka menolaknya. Kami
sudah kaya tanpa uang emas. Cinta kami lebih kaya
dari semua harta di dunia. Kata putri Asan itu.
Kembali lagi mereka mulai berdebat siapa pemilik uang emas itu.
"Kalian
berdua harus mengambil emas ini. Aku dan Asan sudah
tua. Kami hanya perlu sedikit saja di usia tua kami.
Kalian masih muda. Berbuatlah apa yang
bisa kalian lakukan dengan kekayaan ini.
Kata Khasen pada anak dan menantunya. Tetapi mereka tidak
menerima uang emas itu.
"Baiklah, kita pergi ke Datu yang tinggal di dusun.
Datu adalah orang bijaksana. Dia akan bisa membantu
kita memutuskan apa yang harus dilakukan dengan
semua uang emas ini. Kata Khasen. Puyang mendengarkan
dengan sabar. Menganggukkan kepalanya berkali-kali.
"Asan, apa yang baik yang akan Anda lakukan
dengan uang emas. Tanya Datu Dusun.
"Ohh, baik Puyang yang bijaksana. Bagi mana kalau
diserahkan Khan Agung. Karena dia penguasa di tempat kita tinggal
ini. Datu mengerutkan kening dan berbalik bertanya
pada Khasen. "Bagaimana denganmu, Khasen.
"Datu, Puyang dusun kami, menurutku bagaimana kita berikan pada bapak
hakim. Dia adalah penetap hukum dan semua dapat diputuskan. Kembali
Datu mengerutkan kening dan beralih ke anak Asan.
"Bagaimana dengamu nak, apa saranmu. Tanya Datu
sambil tersenyum. Putri Asan mengatakan
kepadanya bahwa uang emas dikubur dalam bumi kembali
kemudian dilupakan.
Datu menghelah nafas dalam. Itu bukan jawaban yang
tepat. Datu berbalik ke arah putra Khasen. "Sekarang, apa yang akan
kau lakukan degan uang emas itu anakku. Tanya Datu pada anak Khasen.
Putra
Khasen berpikir keras dan panjang. Ini memang hal yang sulit menurutnya.
"Puyang, saya akan menggunakan uang emas untuk
membeli banyak lahan pertanian. Kemudian akan ditanam pohon buah-buahan.
Sehingga saat orang sudah bekerja seharian. Mereka dapat memetik buah dengan
sesuka hatinya. Orang-orang
juga bisa menikmati keindahan alam di kebun itu,
sambil makan buah. Saya berharap tidakada lagi
orang kelaparan. Usul anak Khasen.
Datu
yang bijaksana itu berdiri dan memeluk putra Khasen. "Pergilah ke
kota raja. Belilah bibit yang baik dan kemudian belilah
tanah dan tanamlah kebun buah-buahan seperti yang kau katakan. Kata Datu desa
mereka.
Putra
Khasen melakukan perjalanan selama beberapa hari. Dia
melewati padang rumput, gurun dan akhirnya sampai ke kota
raja di sebuah bukit. Di kota raja itu,
berdiri istana khan besar. Di sudut pasar di sisis
alun-alun kerajaan. Dia melihat pemandangan yang aneh.
Barisan burung hidup yang dikurung di sangkar.
Kaki dan sayap burung-burung itu diikat. Putra Khasen
merasa kasihan pada mereka, karena
dia juga menyukai burung-burung. Dia ingin membeli satu
untuk hewan peliharaan. Pasar yang ramai, melalui jalan yang
berkelok-kelok akhirnya kafilah yang membawa burung sampai di pasar.
Terdengar
teriakan yang menyedihkan dari burung-burung itu. Entak
mengapa anak Khasen dapat mendengar.
Pemuda itu melihat bahwa burung-burung itu sangat sengsara.
"Tolong bantu kami, Tuan yang baik. Malam ini kami
akan disembelih sebagai jamuan makan malam Khan
Agung. Kata burung.
"Berapa harga yang Khan Agung membeli burung-burung ini.
Tanya putra Khasen pada pemimpin kafilah pedagang burung. “Lima
ratus keping emas. Kata pria pedagang burung itu.
“Bebaskan mereka. Aku akan membayar pada Anda dua kali
lipat jumlah itu. Kata pemuda putra Khasen. Pemimpin kafilah
itu tertawa. Anak Khasen tidak terlihat seperti orang kaya.
Pakaiannya juga sangat sederhana. Tapi ketika dia melihat
kepingan-kepingan uang emas. Maka pemimpin kafilah dagang itu setuju. Dia
dengan cepat membebaska burung-burung itu. Dengan bahagia,
burung-burung itu terbang mengepakkan sayapnya.
Membawa kantong uang yang sudah kosong. Pemuda itu pulang.
Dia telah menghabiskan semua uang
untuk membebaskan burung-burung tersebut. Saat
dia berjalan, dia mulai berpikir. Itu bukan uang saya. Apa
yang saya lakukan belum tepat. Aku berjanji pada Datu untuk
membangun kebun buah-buahan untuk masyarakat miskin di dusunku.
Sekarang sudah tidak ada uang lagi. Pikir putra Khasen
disepanjang jalan pulang.
Dia
begitu kesal, lalu dia menangis dirinya sendiri,
dan tidur. Dalam tidur dia bermimpi. Dalam mimpinya burung-burung
yang dia bebaskan telah kembali. “Terima kasih sudah membebaskan
kami. Kami tidak bisa kembalikan uang emasmu. Namun
kami akan membantumu untuk menanam tanaman dan
membangun kebun bua Anda. Kata para burung.
Beberapa waktu kemudian dia kemudian terbangun dan melihat
keluar dari jendela. Melihat persis sama seperti mimpinya.
Burung-burung itu memang ada.
Dengan cakar mereka menggali lubang di tanah.
Di setiap lubang mereka menempatkan benih dan
kemudian menutupi lubang dengan tanah.
“Apa yang kalian lakukan? Tanya putra Khasen.
“Setelah Anda membantu
kami. Sekarang giliran kami untuk membantu Anda. Kata
pemimpin burung. Di depan
matanya taman ajaib tumbuh. Tunas muda
berwarna hijau, berubah menjadi pohon
muda, yang tampak bergoyang-goyang diterpa
angin. Kemudian dalam waktu singkat, pohon berubah menjadi
besar-besar. Muncul, menumbuhkan cabang berdaun-daun lebat.
Pemuda menyaksikan bunga muncul lalu bunga mekar.
Apel emas tergantung dari cabang-cabang pohon. Semua yang terlihat
tidak dapat dipercaya. Dia mencubit dirinya beberapa kali
untuk membuktikan apakah dia sedang bermimpi.
Saya harus memberitahu Datu yang
bijaksana. Ini bukan bermimpi. Dia berlari cepat untuk bisa membawa Datu
menyaksikan. Segera dia bercerita tentang perjalanannya ke
kota dan kebun ajaib. Di lakukan oleh kekuatan
gaib para burung yang dia bebaskan dan
sekarang membantunya untuk menanam kebun. Datu
pun hampir tidak percaya yang disaksikan matanya.
"Ini benar-benar menakjubkan. Aku belum pernah melihat
sesuatu seperti itu dalam hidup saya. Kata Datu. Di sekeliling
kebun dewa-dewi tercipta pagar besi yang tinggi. Serta gerbang
yang terkunci. Segera berita kebun ajaib yang tersebar
di seluruh negeri. Orang-orang datang dari seluruh negeri
untuk melihatnya, tetapi mereka tidak bisa masuk melalui
gerbang.
Kebun ini ditanam untuk orang-orang miskin. Orang
kaya tidak dapat masuk. Orang-orang yang mencoba
untuk mencuri buah apel emas akan mati. Pesan
pemimpin burung kepada warga desa yang datang berbondong-bondong ke
kebun.
"Itu kebun
untuk kita. Karena hanya untuk orang miskin. Sekarang kita tidak
akan kelaparan lagi. Ketika masa sulit datang. Kata
penduduk desa dengan bahagia, satu sama lain. Pemuda si anak
Khasen menjadi terkenal. Semua orang ingin bertemu
dengannya dan mendengar tentang cerita kebun yang ajaib itu.
Satu
hari, tentara Khan Agung datang ke kebun. "Atas
nama khan, buka gerbang ini. Tanaman di
kebun ini milik khan. Lalu, mereka
merobohkan gerbang dan pagar lalu masuk ke kebun.
"Jangan
memtik buah apel emas. Nanti Anda akan mati. Kata pemuda.
Tetapi tentara serakah tidak peduli mereka tetap mengambil
sesuka hati.
Dengan
rakus mereka mengumpulkan apel emas. Namun, kemudian satu
per satu. Setiap prajurit khan jatuh dari kudanya,
dan mati. Orang-orang jahat sekarang takut. Benar, kebun berada
di bawah kekuatan ghaib. "Jangan menyentuh apel emas.
Ujar mereka memperingatkan anak-anak mereka.
Rewrite. Apero Fublic
Arti Kata:
Datu: pemimpin. Khan:
raja. Puyang: Gelar kehormatan, panggilan untuk orang tua.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment