PRABU KANDADAHA: Menggelar Acara Parakan (4)
Begitu
juga, di dalam keraton Prabu Kandadaha dimana terdapat siti inggil, baluwarti
yang dibangun dengan indah dan megah. Dari sana dapat melihat keindahan dataran
tinggi, di sebelah barat mengalir Sungai Perigi, di sebelah timur Sungai
Logawa, disebelah utara alun-alun luas yang ditumbuhi rumput hijau terbentang.
Di sisi Sungai Logawa terdapat taman bunga yang indah. Taman bunga itu, dinamakan
taman Benakeling. Tumbuh bermacam-macam bunga, terdapat kolam air jernih,
tempat para putri mandi. Taman itu, menjadi tempat kesukaan Prabu Kandadaha
bercengkrama dengan permaisurinya.
Di
Sungai Logawa ada sebuah lubuk sungai yang di tebat. Sehingga air sungai
menjadi meluas mirip danau. Air sungai juga ditata sehingga menjadi dalam dan
tetap bisa mengalir ke hilir. Di dalam lubuk dipelihara bermacam-macam ikan.
Ikan di lubuk itu tidak pernah di tangkap. Sebab, sekali waktu dalam setahun
Prabu Kandadaha mengadakan kegiatan menangkap ikan ramai-ramai (parakan). Suatu
pagi, Prabu Kandadaha seperti biasa pergi berjalan-jalan di taman. Kebetulan
dia duduk dan beristirahat di sisi lubuk. Dia menyaksikan ikan-ikan yang sudah
berlimpah dan besar-besar. Melihat itu, dia memutuskan untuk mengadakan acara
menangkap ikan beramai-ramai, atau parakan.
Melalui
beberapa prajuritnya, Prabu Kandadaha mengumumkan pada rakyatnya untuk mengutus
pemuda-pemuda yang pandai menangkap ikan. Berita tersebar, dan banyak pemuda
yang mengkuti kegiatan parakan atau menangkap ikan. Begitu juga di Kadipaten
Pasirluhur, berita telah menyebar dan puluhan pemuda ikut kegiatan. Banyak
rakyat pergi berbondong-bondong untuk menyaksikan kegiatan yang jarang sekali
diadakan itu. Patih Reksanata meminta Raden Kamandaka (Raden Banyakcatra) anak
angkatnya untuk ikut kegiatan parakan. Raden Kamandaka begitu genbira mendapati
dia diizinkan pergi.
Rakyat
banyak datang untuk menyaksikan kegiatan memarak ikan. Tua, muda, anak-anak dan
para pemuda, bujang dan gadis tak ketinggalan turut hadir menyaksikan. Bagi
para muda-mudi kegiatan itu menjadi ajang berkenalan. Sehingga tidak langsung
menjadi ajang pertemuan mencari pasangan hidup. Setelah acara memarak ikan,
akan banyak pernikahan. Beberapa hari setelah pengumuman, dan rakyat sudah berdatangan,
begitu juga para pemuda peserta menangkap ikan telah hadir. Maka kegiatan
segerah dimulai, di suatu pagi yang cerah.
“Putri
Ciptarasa pasti hadir menyaksikan kegiatan memarak ikan.” Ujar seorang pemuda,
pada tiga orang temannya. Mereka sedang santai di sisi jalan. Ketiganya
mengiakan dan tersenyum bahagia. Mereka menjadi semangat disaksikan si putri bungsu
yang cantik.
“Heyy,
jangan mimpi ya.” Ujar seorang gadis yang berlalu di depan mereka. Tampak lima
gadis desa yang cantik alami berlalu menuju kota raja yang ingin menyaksikan
kegiatan memarak ikan.
“Ah,
siapa yang mimpi, hanya bahagia. Dia kan putri prabu kita, jadi merasa
terhormat dihadannya.” Balas si pemuda. Lima gadis itu hanya tertawa ringan
sambil berlalu. Raden Kamandaka mendengar percakapan para pemuda itu. Dia duduk
tidak jauh dari mereka sambil makan nasi perbekalannya. Membuatnya menjadi
penasaran dan hatinya berdebar-debar. Dia tidak sabar ingin segerah melihat
putri bungsu itu.
*****
Panggung
megah didirikan di sisi lubuk, dengan hiasan indah, janur kuning, kain-kain,
dan lantai dilapisi dengan tikar kain yang indah. Para prajurit berjaga
mengawal di setiap sisi dan sudut panggung. Dari sini, Prabu Kandadaha dan
keluarag, disertai para pejabat tinggi negara akan menyaksikan kegiatan memarak
ikan. Sebuah gong di pukul, pertanda rombongan prabu Kandadaha akan tiba.
Beberapa saat kemudian, tampak sang prabu dan rombongan datang menaiki
panggung.
Semua
prajurit berlutut, begitu juga seluruh rakyat yang hadir disekeliling lubuk.
Setelah prabu dan rombongan duduk dikursi singgasana di atas panggung. Baru dia
memberi tanda agar semua berdiri seperti tadi. Gong dipukul tiga kali, dan
semuanya berdiri seperti tadi. Prabu melalui juru bicaranya mengatakan kalau
kegiatan memarak ikan segerah di mulai. Tampak juru bicara maju ke muka
panggung dan berkata.
Di
atas panggung yang menjadi perhatian semua pemuda adalah, Putri Dewi Ciptarasa
yang sangat cantik jelita. Sesekali mereka mencuri pandang, dan tidak mau
diketahui kalau mereka memandangi sang putri. Sebab bisa saja mereka di hukum
penggal oleh Prabu Kandadaha karena dianggap kurang ajar pada pemimpin mereka.
Berbeda dengan Raden Kamandaka, dia tampak berani memperhatikan dengan seksama
sang putri.
Kegiatan
parakan dimulai, masing-masing peserta membawa perahu, jala masing-masing.
Perahu dimasukkan ke dalam lubuk, dan mereka mulai menebar jala. Membuat ikan
kalang kabut dan berlompatan. Saat ikan melompat, mereka pukul dengan dayung,
dan ikan jatuh ke dalam perahu mereka. Air lubuk terus di goyang-goyang dengan
perahu, jala terus di tebar. Membuat ikan menjadi mabuk atau pusing.
“Heeaa.”
Teriak peserta.
“Wooowwwww.”
Jeritan penonton, kadang mereka bertepuk tangan saat ada peserta yang mendapat
ikan sangat besar. Begitu juga Prabu Kandadaha dan pejabat istanah tampak
menikmati keseruhan itu.
“Byurrrr.”
Dua perahu bertabrakan, dia pengemudi terjatuh ke dalam air dan basah kuyup.
Perahu yang terbalik membuat ikan yang ditangkap menjadi lepas kembali. Mereka
terpaksa mengulang dari awal.
“Ha..ha..ha.”
Semua yang menyaksikan tertawa lepas. Kejadian itu berulang pada peserta yang
lain. Hanya satu peserta yang selalu lolos dari benturan, dia lincah dan gesit.
Wajah tampan, tubuhnya tegap dan kuat. Pakaiannya indah dan mahal.
“Siapa
pemuda itu.” Ujar seorang pejabat, begitu juga dengan penonton juga
bertanya-tanya. Banyak sekali gadis-gadis mengaguminya, dan berdoa untuk
kemenangan si pemuda itu.
“Anak
bangsawan mana dia.” Tanya perdana menteri Prabu Kandadaha pada seorang patih
disebuah kadipaten.
“Tidak
tahu, baru melihat pemuda itu.” Jawabnya.
*****
Sementara
itu, Putri Dewi Ciptarasa sama seperti gadis-gadis lain. Dia juga mengagumi si
pemuda yang gesit berwajah tampan itu. Perahunya kini hampir penuh oleh ikan. Membuat
si putri penasaran padanya. Perna sekali pandangan keduanya beradu, membuat
dada si pemuda berdebar dan begitu juga si putri. Putri sangat penasaran, kalau
seandainya dia gadis biasa ingin dia segerah mendekati si pemuda dan
berkenalan. Tapi dia tidak kehilangan akal, untuk menghilangkan penasarannya.
“Pluuunggg.”
Si pemuda menebar jala, lalu menariknya dan mendapat ikan yang banyak dan
besar-besar. Semua bersorak dan bertepuk tangan.
*****
Putri
Dewi Ciptarasa dengan malu-malu berbisik pada dayang pengasuhnya, bernama Nyai Kandeg
“Biyung
Kandek, tolong tanyakan nama pemuda yang pandai menangkap ikan tadi. Tanyakan
juga apakah dia sudah punya kekasih atau belum, siapa nama orang tuanya dan
dari mana.” Bisik si putri pada dayang pengasuhnya.
“Waduh
gusti, nanti ketahuan prabu, kita bisa dihukum dan dimarahin.” Jawab dayang itu
dengan wajah pucat.
“Jangan
sampai ketahuan, biyung keluar istana dan membawa keranjang bunga. Kalau ada
yang bertanya mau memetik bunga. Cari kesempatan mendekatinya, dan berbincang
biasa saja.” Saran putri, sehingga dayang itu merasa aman. Dia pun siap
melaksanakan tugas itu.
*****
Acara
parakan atau menangkap ikan terus berlangsung. Banyak para bangsawan dan putri
istana ikut menangkap ikan yang sudah pusing berat akibat air yang selalu bergoyang.
Membuat suasana bertambah riuh dan genbira. Disana sini terdengar jeritan dan
teriakan kegirangan. Namun, Putri Ciptarasa tidak ikut, dia hanya menyaksikan
saja. Hanya dayang yang tampak pergi membawa keranjang dan menyaksikan dikeramaian.
Dia menyelinap entah kemana tanpa dicurigai oleh siapa pun. Prabu Kandadaha
tidak curiga, dia melihat putri bungsunya dengan santai.
*****
Raden
Kamandaka sudah bersiap pulang ke Kadipaten Pasirluhur. Dia begitu gembira
dapat melihat Putri Ciptarasa yang dia mimpikan untuk dijadikan permaisurinya. Dia
tampak bertambah tampan setelah berganti pakaian yang bersih dan kering. Kuda dia
tuntun, pakaian dan bekal perjalanan sudah dia gantungkan di punggung kuda,
bersiap naik kuda.
“Raden,
tunggu.” Dia mendengar suara seorang perempuan memanggilnya. Raden Kamandaka
menoleh ke belakang, tampak seorang permepuan menenteng keranjang bunga, dan
kepala ditutupi selendang kain. Wajahnya hampir tidak kelihatan.
“Ada
apa, bibi.” Tanya Kamandaka.
“Saya
mau bertanya, siapa nama raden, asal dari mana, dan anak siapa.” Tanyanya.
“Oh,
nama saya Kamandaka, anak Patih Reksanata adipati Kadipaten Pasirluhur.” Jawab Raden
Kamandaka.
“Apakah
Raden Kamandaka sudah punya kekasih atau sudah menikah.” Tanyanya lagi.
“Ah,
saya masih bujangan bibi. Jangankan istri, kekasih pun tidak ada.” Jawab Raden Kamandaka disertai senyum malu, disertai rasa
penasaran. Dia merasa aneh, tiba-tiba ditanyakan masalah satatus perkawinan.
“Ya,
umur radenkan sudah sepatutnya menikah, paling tidak punya kekasih.” Kata si
perempuan itu. Raden Kamandaka bertambah malu, wajahnya merah padam.
“Bibi mengapa bertanya begitu, bibik siapa.” Tanya Kamandaka.
“Saya
Nyai Kandek, Biyung Putri Dewi Ciptarasa. Dia meminta bibi menyakan hal itu.
Rahasiakan percakapan kita. Bibi pamit.” Jawab Nyaik Kandeg, lalu dia menutupi
wajah dengan rapat dan melangkah pergi meninggalkan Raden Kamandaka yang
terdiam dan tertegun. Dia hampir tidak bisa mengendalikan perasaanya, betapa
bahagianya dirinya. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Setelah tibah di istanah, di
dalam kamar putri Dewi Ciptarasa, Nyai Kandek menceritakan percakapannya dengan
Raden Kamandaka.
“Kamandaka.”
Putri Ciptarasa menyebut nama itu berkali-kali di dalam hatinya.
Bersambung ke Part 5.
Sy. Apero Fublic
Post a Comment