Puisi
Sunyi seberang
ulu sunyi tiada hasratku.
Ku lihat
kesunyian di pusat kota, manis
Barangkali aku
lebih bahagia begini
Sumber:
Puisi Kenangan: Sunyi Seberang Ulu
APERO FUBLIC.- Berikut ini sebuah kutipan puisi lama dari antaologi puisi Kabar Dari Langit oleh Djamil Soeherman dan Mohammad Diponegoro. Puisi berikut ini sepertinya sebuah puisi yang diselipkan karena pada akhir puisi ada nama seseorang.
Kemungkinan
Wijaya adalah penyair puisi ini. Dari cerita puisi sepertinya syair ini
menceritakan tentang Kota Palembang dan budayanya. Antologi puisi ini
diterbitkan oleh Penerbit Pustaka, di Bandung tahun 1988.
SUNYI SEBERANG
ULU
Sunyi seberang
ulu sunyi tiada hasratku.
merah lumpur
tanpa irama kering bulan purnama.
segala keelokan
terkikis sunyi pantaimu.
Seberang ulu
berkabung bahana laut.
ditangisi kocak
pantai dibebani rumahrakit.
terhanyut mata
menadah cahaya lampu perahu.
Datanglah aku ke
hulu menentang air.
ada gadis tanya
masihkah padamu cinta.
dan betapa pahit
kala tahu hatiku luka.
Sunyi seberang
ulu kelip-kelip lampu perahu.
melelap kejemuan
hati bawah dasarmu.
balik menghilir
tinggalakan gadis berlalu.
(Wijaya, 1955).
Di Pelabuhan
Ku lihat
kesunyian di pusat kota, manis
ketika halimun
pagi menuruni pelabuhan kecil
laut diam dalam
pesona mata lelap
membayang
harapan lama yang ku tinggalkan
Begitu jauh
manis
terkubur dalam
ingatan
Segala yang ku
ingin kupercayakan pada diri
selagi daratan
masih rindukan anak kelasi
antara sedan
laut memisahkan daku di sini
ah usapan takdir
yang ditimpakan
Betapa juga ku
cintai segala yang kumiliki
ku cintai segala
yang mati juga laut kelam
kerna setia
pahala paling agung dalam kehidupan
Kini kesunyian
tampil di dadaku, manis
bila gerbang
kota terbuka anginpun pasang
hati diam dalam
pesona mata lelap
membentang puing
kota lama yang ku tinggalkan
Begitu jauh,
manis
terkubur dalam
ingatan.
(Budaya 1959)
Djamil Soeherman
PUTUSAN
Barangkali aku
lebih bahagia begini
Sepotong usia
dengan dunia kecil bersendiri
sesekali mata
memandang
bentangan pulau
bebas dan kasih sayang
Dan barangkali
kan begini jadinya
titik satu dan
tuju
hati sediri
biarkan aku
berlalu
kan ku tembus
semua pintu sampai ku tahu
adakah aku di
dalmnya.
(Budaya 1959)
Djamil
Soeherman.
Sumber:
Djamil
Soeherman. Nafiri. Bandung: Penerbit Pustaka, 1983.
Sy. Apero Fublic
Via
Puisi
Post a Comment