Sedekah Uban-Uban: Tradisi dan Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Melayu
APERO FUBLIC.- Sebuah
tradisi yang bercampur dalam sistem kepercayaan masyarakat kuno, dimana segala
sesuatu memiliki hubungan dengan alam lain (ghaib). Manusia hidup berdampingan
dengan mahluk yang tidak kasat mata. Mahkluk-mahkluk tersebut menjadi
penyebab-penyebab yang terjadi pada manusia, seperti sakit, sial, musibah dan
sesuatu hal yang tidak sesuai harapan.
Masyarakat Melayu
mengistilahkan ritual yang menjadi penghubung antara alam gaib dan alam nyata
dengan ritual atau sedekah. Sedekah ini, selalu dilengkapi dengan doa,
persembahan atau hidangan, mantra disertai membakar kemenyan. Kata sedekah
adalah kosa kata yang masuk saat Islam menyebar pada masyarakat Melayu
(sodaqoh). Kosa kata bahasa asli Melayu-Sumatera Selatan tentang sedekah ini
(ritual) diistilahkan dengan, Nyambat.
Begitu juga dengan
istilah sedekah uban-uban. Hal-hal demikian juga terdapat dalam sedekah
uban-uban yang masih dilaksanakan oleh masyarakat Melayu di Desa Gajah Mati,
Kecamatan Sungai Keruh, Kabupaten Musi Banyuasin. Ritual atau sedekah uban-uban
khusus untuk kaum wanita, terdiri dari ibu-ibu, gadis dan anak-anak (laki-laki
dan perempuan).
Tradisi sedekah uban-uban
dilaksanakan setelah beberapa hari ibu melahirkan. Jangka waktu pelaksanaan
sedekah uban-uban kurang dari satu minggu atau lebih. Tapi tidak boleh terlalu
lama lewat sepuluh hari dari kelahiran bayi. Yang biasa dilaksanakan sedekah
uban-uban, yaitu dua atau tiga hari setelah melahirkan.
Nama uban-uban diambil
dari hidangan wajib atau punjung dalam ritual sedekah uban-uban. Punjung dalam
sedekah uban-uban terdiri dari, nasi padi pulut, nasi padi arang yang
dimasukkan kedalam wadah melebar dan dibentuk meninggi seperti bukit. Lalu,
diatas padi arang ditaburi kelapa parut. Simbol hitam padi arang yang ditaburi
kelapa parut menyimbolkan rambut orang tua. Dimana rambut yang sudah beruban.
Kalau rambut sudah
beruban tentu manusia sudah tua. Sudah pantas menjadi seorang ibu dan seorang bapak.
Maka muncul istilah ibu-bape dalam tradisi sedekah uban-uban. Kata
Ibu berarti ibu, dan kata bape berarti bapak. Kata ulangan
“uban-uban” memberi tahu kalau bukan uban yang sebenarnya atau uban tiruan.
Sedekah uban-uban yang
dilaksanakan oleh masyarakat beralasan supaya “ibu-bape” dari anak yang
dilahirkan tidak lagi mengganggu anak yang sudah dilahirkan. Menurut
kepercayaan masyarakat, bayi sewaktu di dalam kandungan ibunya ada yang merawat
juga, yang diistilahkan ibu-bape. Karena ibu-bape si bayi akan mengganggu bayi
yang sudah dilahirkan. Akibat gangguan ibu-bape si anak menyebabkan bayi
menjadi rewel, suka menangis dan sakit-sakitan. Dengan dilaksanakannya sedekah
uban-uban. Ibu-bape bayi sewaktu di alam kandungan tidak lagi mengganggu atau
menggoda bayi yang sudah lahir ke alam dunia. Bayi akan menjadi tenang, tidak
suka menangis dan sehat selalu.
Ibu-bape adalah
istilah penyebutan untuk sepasang mahluk halus sebangsa jin atau malaikat.
Setiap anak-anak menurut kepercayaan masyarakat memiliki ibu-bape masing-masing. Ibu-bape setelah
sedekah uban-uban akan melepas bayi dengan ikhlas dan diurus ayah ibu yang di
dunia.
Kepercayaan ini
berdasarkan kepercayaan asli masyarakat Melayu purba zaman kuno. Namun praktek
sekarang sudah jauh berbeda, karena mendapat pengaruh Islam. Doa yang
dipanjatkan doa pada Allah, membaca surah yasin, diawali basmalah, diakhiri
hamdalah. Pembakaran kemenyan hanya sebatas tradisi saja, tidak ada kata-kata
syrik. Zaman kuno para pawang sedekah uban-uban memanjatkan doa-doa pada arwah
leluhur (puyang).
Muncul juga pemahaman
masyarakat dahulu, bahwa saat sedang mengandung ibu disarankan tidak banyak
berbuat aneh-aneh. Banyak pantangan dalam bertingkah laku dalam kesehariannya.
Seperti tidak boleh membunuh hewan apa pun. Tidak boleh duduk di pertengahan pintu.
Tidak makan sesuatu berwadah tutup perabotan, misalnya tutup panci. Hal-hal
demikian akan menyebabkan kemarahan ibu-bape si anak yang
berdampak susa melahirkan atau musibah lain. Ibu bape menganggap calon ibu manusia
jahat. Sedekah uban-uban adalah wujud persembahan pada ibu-bape yang
telah membantu menjaga ibu hamil, janin atau bayi dalam kandungan serta
membantu proses persalinan ibu yang melahirkan.
Tanda bayi diganggu
oleh ibu-bapeNya, bayi tersebut suka menangis dan
sakit-sakitan. Biasanya, apa bilah bayi suka menangis dan sakit-sakitan,
sementara sedekah uban-uban sudah dilaksanakan. Maka keluarga tersebut akan
melaksanakan sedekah lanjutan yaitu, sedekah bobo belantan (bubur belantan).
Belantan berarti bubur yang tidak ada rasanya. Sakit ini, diistilahkan dengan,
kemarahan ibu-bape. Atau ritual nyambat puyang, dan penyembelihan ayam biring
kuning, ayam kumbang atau sejenisnya sesuai petunjuk pawang.
Proses Sedekah Uban-Uban.
Pertama,
sedekah uban-uban dimulai dengan persiapan memasak padi pulut dan padi arang,
memarut kelapa, menyiapkan wadah berlapis daun pisang dan kemenyan. Kemudian
memasak makanan ringan untuk makanan setelah ritual selesai. Misalnya pisang
goreng, kerupuk, kue dan lain-lain. Sesuai kemampuan dan selera tuan rumah.
Kedua, mempersiapkan
hidangan sedekah yaitu punjung sedekah uban-uban. Satu wadah khusus berupa
ketan hitam yang diwadahi piring dibuat padat dan membentuk membukit. Ditaburi
dengan parutan kelapa pada bagian atas nasi padi arang (ketan hitam). Lalu
ditutup dengan daun pisang. Inilah yang disebut punjung sedekah uban-uban
(persembahan).
Wadah hidangan sedekah
uban-uban disandingkan dengan wadah pembakar kemenyan. Setelah itu, orang tua
yang mengerti (pawang), akan duduk di dekat wadah bara api
pembakar kemenyan. Sebelumnya, tuan rumah sudah meminta tetangga untuk datang
ke rumahnya.
Ketiga, diawali dengan
pembakaran kemenyan dan dilanjutkan pembacaan mantra oleh orang tua. Setelah
itu, bayi digendong di dekat pemimpin ritual, lalu asap kemenyan di syaratkan
mengenakan bayi. Syarat maksudnya hanya sedikit saja karena khawatir pada bayi
oleh paparan asap. Kemudian, kepala bayi ditaburi kelapa parut yang diwadah
hidangan uban-uban. Itu juga hanya syarat saja, hanya beberapa butir.
Keempat, proses ritual
selesai dan bayi kembali dibawa ketempat tidurnya. Orang tua yang mengerti kembali
memimpin acara sedekah. Dilanjutkan dengan pembacaan surah yasin, doa selamat
dan doa lainnya untuk bayi yang baru lahir. Kemudian dilanjutkan makan bersama.
Setelah acaran makan bersama selesai sedekah uban-uban pun selesai.
Sedekah uban-uban khusus untuk kaum perempuan. Mulai dari memasak, pelaku ritual, pemimpin ritual, yang hadir dalam acara ritual hanya kaum perempuan dan anak-anak (permepuan atau laki-laki).
Nilai-Nilai Budaya Sedekah Uban-Uban.
1.Ucapan rasa syukur pada Allah SWT (Tuhan Yang Maha
Esa) atas lahirnya anak mereka dengan baik, sehat dan selamat.
2.Bergembira
bersama-sama atas kelahiran anak mereka. Menyambut kehadiran anak mereka dengan
bahagia.
3.Mendapat doa yang
baik dari orang banyak. Dengan demikian anak mereka akan sehat selalu, tidak rewel,
tidak nakal, dan menjadi anak yang shaleh.
4.Secara tidak langsung
mengabarkan dan memberi tahu masyarakat sekitar atas lahirnya seorang anak dari
keluarga tersebut.
5.Menghargai seorang
ibu yang melahirkan; Pertama, menghargai ibu yang baru saja berjuang melahirkan
anaknya. Juga menghargai para ibu-ibu yang lainnya yang juga pernah melahirkan.
Begitu juga dengan wanita yang akan melahirkan mereka tidak takut akan melahirkan
(ibu hamil dan gadis-gadis yang akan menikah), yang dikatakan sangat
menyakitkan. Sebab semua orang berbahagia kalau mereka melahirkan anak.
Sehingga para wanita tidak takut melahirkan, tidak takut menjadi seorang ibu.
6.Menghibur ibu yang
baru melahirkan, karena dirumahnya ramai banyak tamu, banyak keluarga yang
datang. Sehingga dia dapat melupakan masa-masa perjuangannya beberapa hari lalu
saat melahirkan yang sangat sulit itu.
Oleh. Tim Apero Fublic
Editor.
Tim Redaksi
Sy. Apero Fublic
Post a Comment