RADEN KAMANDAKA: Menjadi Buronan (6)
Kerajaan Pajajaran |
APERO FUBLIC.- Malam itu langit ditutupi awan, dan
bulan tampak samar-samar. Burung-burung malam malam itu tampak banyak
berterbangan di sekitar kamar Putri Bungsu. Seperti burung kolik, burung tuhu,
tokek, bence semua berbunyi bersahut-sahutan. Dalam kepercayaan Masyarakat
zaman dahulu keberadaan burung-burung tersebut pertanda adanya pencuri,
penyusup atau orang jahat yang berada di sekitar itu.
Dari pertanda itu, prajurit penjaga kraton yakin kalau
keraton sedang dimasuki pencuri atau penyusup. Para penjaga berpatroli kesana
kemari memperhatikan sekitar seluruh istana dan termasuk sekitar kamar Putri
Bungsu.
Saat para penjaga berada di sekitar halaman kamar Putri
Bungsu, burung-burung malam dan tokek kembali bersahut terus menerus. Malam
itu, kebetulan Kamandaka sedang bertamu sembunyi-sembunyi. Mereka sedang asik
berbincang-bincang dengan gembira.
Para prajurit yang berpatroli mendengar suara laki-laki dari
bilik disekitar kaputren (tempat para putri).
“Aku pikir suara Nyai Kandek dan Putri Bungsu sedang
berbincang-bincang. Ternyata benar suara laki-laki di dalam bilik Putri. Pasti
dia seorang pencuri yang sedang merampok.” Kata seorang prajurit.
“Ayo kita tangkap, kurang ajar sekali.” Jawab beberapa
prajurit.
“Hai, penyusup kurang ajar di dalam kamar putri segerah
keluar kalau seorang laki-laki. Tidak elok kalau kami mendobrak pintu bilik
putri.” Peringatan diberikan oleh prajurit penjaga. Kamandaka dan Putri Bungsu
mengdengar, mereka menjadi panik. Kamandaka hendak keluar menghadap prajurit,
tapi Putri Bilang jangan karena penjaga sangat banyak. Baru hendak pergi pintu
sudah didobrak, dan suasana sudah terang benderang karena banyak prajurit yang
membawa obor.
“Penyusup sialan.” Menyerahlah.
“Pencuri kurang ajar, berlututlah. Atau kau akan mati
ditangan kami.” Ancam seorang prajurit san semunya sudah menghunus pedang dan
tombak.
Kamandaka berpikir cepat, dia segerah menyerang sebelum
prajurit semakin banyak. Beberapa prajurit maju dan dia kalahkan dengan cepat
dan akhirnya dia dapat keluar kamar Putri Bungsu. Kembali dating lagi pasukan
yang kuat dan mengepung Kamandaka di halaman kaputren dan pertarungan sengit
terjadi. Kamandaka yang memang pendekar sakti dapat mengalahkan banyak
prajurit. Tapi gong tanda bahaya telah terdengar. Maka prajurit seluruh kraton
mendengar dan Bersiap. Raden Kamandaka kemudian melarikan diri saat prajurit
mengepung terjatu. Lalu melompat tembok berlarian di gelap malam menerobos
hutan kea rah timur. Tapi dia belum aman, karena para prajurit juga terus
memburunya.
Karena permasalahan Kamandaka semalam, keesokan harinya
Patih Reksanata dipanggil menghadap oleh Adipati. Patih Reksanata
bertanya-tanya permasalahan apa yang terjadi pikirnya. Setelah itu, dia diminta
menghadap Adipati.
“Kang Patih, ketahuilah bahwa tadi malam ada pencuri yang
masuk ke dalam kaputren. Ternyata dia Kamandaka anak Kakang. Aku tidak mengira
kalau pelakunya anak kakang.” Kata Adipati. Bukan main terkejutnya Patih
Reksanata dan kepalanya tiba-tiba pusing. Lama mereka membicarakan tentang
kejadian semalam, sampai akhirnya Adipati memberi perintah.
“Kakang Reksanata, karena dia adalah anakmu. Maka Aku
tugaskan dirimu untuk menangkap Kamandaka yang melarikan diri.” Ujar Adipati
tegas. Tugas berat untuk menangkap anak angkatnya sendiri. Seperti buah
simalakama. Kalau dia menurut dia akan menangkap anak angkat yang dai cintai.
Kalau tidak menurut dia akan ditangkap, dan kedudukan sebagai patih akan
diganti, bahkan nyawanya dalam bahaya hukuman mati.
“Baiklah, saya akan melaksanakan tugas ini.” Jawab Patih
Reksanata dengan berat hati. Setelah itu Patih Reksanata pulang. Patih
Reksanata menugaskan seorang hulubalangnya bernama, Wiradusta. Dia
memerintahkan Wiradusta menangkap Kamandaka karena telah berbuat kesalahan
mencuri di kaputren Putri Bungsu. Patih Reksanata bilang kalau dia tidak
sanggup dan tidak sampai hati menangkap Kamandaka. Walau dia anak angkat tapi
dia mencintainya.
Wiradusta memiliki keahlian meramal, dalam ramalannya kalau
Kamandaka pergi kea rah timur dan sedang berada di Sungai Logawa. Wiradusta
kemudian mendatangi tempat itu dengan kesaktiannya. Dia mendekati seseorang
pemuda yang sedang mandi di Sungai. Dari balik semak di tepi sungai dia mengenali
kalau pemuda mandi itu adalah Kamandaka.
Setelah itu, Wiradusta Kembali melapor ke Patih Reksanata
dan dia memberi tahu Adipati. Dalam waktu bersamaan dua pasukan dikirim menuju
tempat keberadaan Kamandaka. Sampai akhirnya kamandaka terkepung dan tidak
memiliki celah untuk melarikan diri.
Raden Kamandaka baru saja selesai makan ikan bakar setelah
mandi. Dia baru menyadari mendengar pergerakan ribuan orang berlari dari semua
penjuru mata angin. Benar saja, tidak berapa lama dia sudah dikepung oleh para
prajurit.
Tak banyak bicara, panah dan tombak menghujani Kamandaka.
Dia tidak memiliki pilihan lain selain melompat menghindar terjun ke dalam
lubuk sungai yang dalam. Melihat itu, semua prajurit kemudian melemparkan
batu-batu besar kecil ke dalam lubuk sungai dimana kamadaka terjun tadi.
Sebatang batang kayu besar yang terbenam lama di dalam lubuk
sungai terkoyak-koyak akibat lemparan batu-batu.
Matahari mulai terbenam ketika itu, para prajurit mulai
tidak jelas lagi melihat ke daam lubuk sungai. Ada potongan kayu lapuk itu
mengapung ke permukaan Sungai dan perlahan hanyut di permukaan air. Melihat
itu, para prajurit sepakat kalau terapung itu adalah mayat Raden Kamandaka. Tanpa
mereka ketahui di cele-cela batu di sisi tebing Kamandaka bersembunyi dari
hujanan ratusan batu-batu yang dilemparkan prajurit.
“Ayo kita kembali ke istana, pencuri dan penyusup bernama
Kamandaka itu telah mati, dan terapung menjadi mayat.” Ujar para prajurit.
Setiba di istana Adipati mereka melaporkan kalau Raden Kamandaka sudah tewas di
dalam Sungai.
Sementara itu, Dewi Ciptarasa atau Putri Bungsu sangat
terpukul atas berita tewasnya Kamandaka. Dia menangis di dalam kamarnya terus
menerus.
“Putri, jangan terus bersedih. Mungkin ini memang sudah
takdir dari yang maha esa.” Nasihat Nyai Kandeg. Namun hati Putri Bungsu
terlalu mencintai Kamandaka sehingga dia tidak mengerti dengan nasihat
pengasuhnya. Suatu hari, Putri Bungsu ingin pergi ke luar istana mengenang
Kamandaka.
“Biyung, sudah lama tidak mandi taman sari, ayo temani Aku
mandi di sana.” Ujar Putri Bungsu, setelah beberapa saat selesai menangis. Nyai
Kandeg menemani mandi di taman, di dalam air Putri Bungsu mengingat Kamandaka.
“Kanda, mengapa kau pergi secepat itu. Ajaklah Aku pergi
juga agar kitab isa berjumpa kembali dialam sana.” Kata hati Putri Bungsu, dia Kembali
menangis sambil mandi. Setelah puas mandi, Nyai Kandeg mengajaknya pulang Kembali.
Raden Kamandaka Menemukan Gua
Sementara itu, Raden Kamandaka yang bersembunyi di balik
celah batu tanpa sengaja menemukan mulut gua. Gua itu dia jelajahi dan ternyata
menembus ke Sungai Serayu. Kemudian dia Kembali ke Pasir Luhur dan tinggal di
sebuah desa kecil terpenci, terletak di sebelah barat Keraton Kadipaten Pasir
Luhur. Di sana dia menumpang tinggal di rumah seorang janda tua yang miskin
hidup sebatang kara bernama, Nyai Kerta Sari. Sejak kedatangan Kamandaka, dia
tidak lagi kelelahan seperti dulu lagi. Kamandaka membantunya dalam hal kerja
keras. Sehingga Nyai Kerta Sari tidak lagi berjualan kayu bakar dan daun obat
ke kota.
Entah sudah berapa lama dia tinggal di desa kecil itu. Suatu
hari dia menemukan seorang laki-laki tua dan cacat serta aneh menurut Kamandaka.
Bentuk laki-laki itu, punggung bungkuk, kakinya pengkor, tangannya cengkong,
perut buncit, matanya juling, dan kepalanya besar.
“Paman, sedang apa.” Tanya Kamandaka. Laki-laki tua itu
menjawab dengan ramah dan mereka berbincang-bincang. Sampai akhirnya Kamandaka bertanya
nama si laki-laki tua aneh. Karena dia sudah akan pulang, agar kalau berjumpa
dapat menyapa.
“Paman siapa namamu.” Tanya Kamandaka.
“Nama saya, Rekajaya, Raden.” Jawabnya.
“Paman penduduk desa ini.” Tanya Kamandaka.
“Benar Raden.” Jawab si laki-laki bernama Rekajaya.
“Baiklah paman, saya mau pulang.” Ujar Kamandaka. Tidak
berapa lama laki-laki bernama Rekajaya mendatangi Kamandaka dan meminta
mengangkat dirinya sebagai abdi. Kamandaka merasa aneh, mengapa ada yang mau
menjadi abdinya.
“Paman, saya bukan siapa-siapa. Hanyalah pengembara yang
tidak punya apa-apa.” Kata Kamandaka. Tapi Rekajaya tidak peduli dengan semua
alasan-alasan Kamandaka. Dia memohon agar dirinya bisa mengabdi pada Raden
Kamandaka. Kamandaka tidak sampai hati menolak, lalu dia menerima Rekajaya
sebagai abdinya dan sejak saat itu Rekajaya mengikuti kemana Kamandaka pergi.
Menjadi Penyabung Ayaman
Rasa cinta pada Dewi Ciptarasa atau Putri Bungsu terus
menggelora di dada Raden Kamandaka. Dia terus teringat dan terbayang dengan
Putri Bungsu. Untuk mengurangi rasa cinta dan melupakan Putri Bungsu Raden
Kamandaka menjadi penyabung ayam. Ayam jantannya berwarna widobang, yang dia
beri nama mercu. Walan perawakan ayamnya kecil tapi selalu menang saat di adu.
Sering Kamandaka pergi menyabung ayam di sebelah timur Kadipaten Pasir Luhur,
di sebuah desa bernama Desa Pangembatan. Karena Kamandaka pernah menjadi anak
angkat Patih Reksanata sehingga dia banyak dikenali penduduk.
Seorang penyabung ayam lawan Kamandaka mengenalinya. Maka si
penyabung ayam itu melaporkan ke pada Patih Reksanata. Lalu dia melaporkan juga
ke Adipati.
“Tuan Adipati, saya mendapat kabar dari warga kalau mereka
melihat Kamandaka masih hidup. Dia sekarang menjadi pengadu ayam, dan sering
mengadu ayam di desa Pangembatan.” Jelas Patih Reksanata. Mendengar itu,
Adipati sangat marah wajah menjadi merah padam. Tangannya memukul-mukul lantai Dimana
dia duduk.
“Bagaimana ini, laporan mu dan laporan prajurit kalau
Kamandaka si pencuri sudah mati. Sekarang kau melapor lagi kalau dia masih
hidup, bagaimana ini apakah Kakang Patih berbuat lelucon.” Kata Adipati marah
besar. Tapi dia tidak bisa menyalahkan Patih Reksanata, sebab para prajuritnya
dan diantara perwira pasukannya ada juga menantu-menantu Adipati. Adipati Prabu
Kandadaha hanya kesal saja, bagaimana bawahan, prajurit dan anak menantunya
bisa keliru dan tidak becus.
Bersambung.
Post a Comment