Sejarah Kecamatan Sanga Desa (Bagian Dua)
Peta Perkiraan Marga Singa Desa (Sanga Desa) di Pertengahan Abad ke 18 Masehi (Sumber: Odji Anang). |
Dusun Ngulak Sebagai Pusat Pemerintahan Marga
Pada
awalnya tempat tinggal Depati Samsudin di pemukiman baru bernama Talang Rengas.
Terbentuknya nama ngulak merupakan proses sejarah. Kata ngulak terdiri dari dua
kata, ngu dan ulak. Kata ngu menjelaskan mengarah atau mirip atau hampir sama.
Sementara ulak menjelaskan air yang tenang di sisi tebing sungai yang deras.
Biasanya air yang ulak terdapat di sekitar pohon besar atau tepat di kelok
tanjung sungai.
Pembentukan
nama biasanya terjadi dalam proses dimana ciri khas tempat selalu disebut
sebagai identifikasi penjelasan. Begitu juga istilah disekitar kediaman depati
Syamsudin yang dikenal air yang agak tenang atau cukup tenang (nglak), baik
untuk memancing, mandi, mencucui, anak-anak bermain dan tempat masyarakat
berurusan. Penggunaan nama ulak banyak terdapat di Sumatera Selatan, misalnya
Ulak Pace, Ulak Kemang, Ulak Teberau, Ulak Segelung, Ulak Kembahang, Ulak
Tembaga, dan lian-lain.
Sudah
biasa di Sumatera Selatan tempat tinggal pemimpin merupakan ibu kota
pemerintahan. Hal demikian terbentuk secara sendiri karena bentuk keperluan
bermasyarakat.
Ekspedisi Pembentukan Wilayah Marga
Penyatuan
pertama adalah para depati di sekitar daerah Depati Syamsudin. Penyatuan
dilakukan dengan cara; pendekatan berupa ajakan yang disertai penjelasan
baik-baik, kedua dengan pemaksaan ancaman perang dan ketiga dengan perang
sesungguhnya.
Depati
Kute Palangas, Depati Manting, Depati Ajan dan Depati Kute Bunge yang dihubungi
Depati Syamsudin dan penyampaian agendanya. Karena diplomasi yang baik akhirnya
Depati Kute Palangas, Depati Mantingan, dan Depati Ajan mau pindah ke Talang
Rengas tempat kediaman baru Depati Samsudin.
Depati
Kute Palangas membangun pemikiman bersama pengikutnya di hilir Talang Rengas.
Sekarang Tempat ini dikenal dengan nama Talang Pangeran. Pangeran gelar depati
saat mereka sudah tua atau gelar kehormatan. Kute Palangas merupakan julukan
dan bukan nama asli. Kute berarti pagar, sedangkan palangas nama sejenis pohon
liar yang sering dijadikan tiang pagar karena tahan lama. Buah pohon palangas
dimakan semua jenis unggas dan dihisap lebah, berwarna kuning. Palangas juga
berarti kuning.
Depati
Manting dan Depati Ajan bersama pengikutnya membangun pemukiman di hilir
pemukiman Depati Kute Palangas. Nama Depati Manting juga julukan, kata manting
merupakan nama sejenis tumbuhan. Talang Manting masih ada di Desa Ngulak.
Sedangkan nama Depati Ajan memang nama asli sepertinya. Kata ajan merupakan
kata serapan dari bahasa Arab, azan.
Setelah
kekalahan Depati Kute Bunge perang melawan pihak Depati Samsudin. Sebagian
mereka akhrinya bersedia ikut pindah ke Talang Rengas (Ngas) bergabung dengan
pemukiman pengikut Depati Manting dan membangun di hulu Talang Rengas.
Adik
Depati Kute Bunge tidak mau tunduk pada Depati Samsudin. Dia membawa keluarga
besarnya dan para pengikutnya pergi. Mereka masuk hutan keluar hutan, membawa
gong pusaka mereka. Jenis gong pusaka memang di setiap negara-desa memilikinya.
Gong pusaka dianggap keramat dan tidak boleh dipukul sembarangan. Gong sama
seperti bendera perang, tidak boleh jatuh ke tangan musuh. Kalau jatuh berarti
mereka kalah. Adik Depati Kute Bunge akhirnya menetap di sisi Sungai Ogan Ulu.
Pemukiman mereka berkembang, ada penduduk sekitar yang datang dan bergabung
lalu terbentuklah dusun yang mereka namakan, Dusun Kandis.
Di
pedalaman setiap wilayah terdapat banyak pemukiman-pemukiman talang dan rompok.
Begitu juga dengan pemukiman dusun yang cukup besar. Seperti daerah kekuasaan
Depati Sungai Buluh Bakute. Depati Limpak Sungai Putat. Depati Limpak ternyata
masih satu jurai atau masih keluarga dari Limparan yang menjadi Penasihat
Depati Samsudin. Kemudian ada Depati Sungai Kulit dan Depati Punjung Kecik.
Dari
sini kita dapat mengetahui kalau Limparan sesungguhnya penduduk sekitar kawasan
ini. Kemungkinan dia pergi menuntut ilmu ke daerah Basma lebar yang memang
terkenal ada ulama-ulama. Seorang yang menjadi Depati disuatu pemerintahan adat
negara-desa tidak bisa menjadi jurai tue di tempat lain. Mengingat depati
pemimpin dusun harus atas kesepakatan jurai tue (tetua) pemimpin tumang
setempat.
Depati
Buluh Bakute dengan penduduk dusun diikuti warga talang-rompok bersedia pindah
ke sisi tebing sungai Musi membangun pemukiman dinamakan, Dusun Kemang. Depati
Limpak dari Sungai Putat dan pengikutnya pindah membangun Dusun Air Balui.
Depati Dusun Punjung Kecik pindah diikuti rakyatnya menyatu dan membentuk Dusun
Nganti.
Depati
Sungai Kulit merupakan daerah depati yang besar. Sehingga dia menolak dan
memilih berperang dengan Depati Samsudin. Perang memakan waktu berbulan-bulan
dan akhirnya peperangan dimenangkan pihak Depati Samsudin. Setelah itu, baru
mereka mau pindah dan hidup berkelompok membentuk pemukiman desa. Rakyat Depati
Sungai Kulit dipecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama membangun desa di
hilir muara Sungai Lakitan, bernama Prabumulih.
Satu
kelompok lagi membangun pemukiman dinamakan Dusun Ngunang. Selain itu, ada dua
dusun yang telah berdiri di pinggir Sungai Musi, yaitu Depati Dusun Keban dan
Depati Dusun Sereka. Kedua dusun itu kemudian bergabung dengan kemauan sendiri
dibawah kepemimpinan Depati Samsudin.
Sehingga
terbentuklah Pemerintahan Marga di bawah kepemimpinan Depati Samsudin.
Pemerintahan dimulai dengan menetapkan administrasi-administrasi agar kehidupan
masyarakat teratur dan aman, adil, dan berhukum.
Zaman
ini, Islam sudah lama melekat di masyarakat. Sehingga pembentukan berdasarkan
kesamaan agama dan hukum yang bersumber dari Islam dapat diterima dengan baik.
Selain itu, adat istiadat asli memang tidak begitu bertentangan dengan ajaran
Islam. Hanya jenis ritual kuno yang dipadukan dengan Islam.
Pengertian Secara Bahasa
Depati
Buluh Bakute merupakan julukan, bukan nama. Buluh arti bambu, dan bakute
bermakna berpagar. Menandakan benteng pertahanan mereka menggunakan pagar
bambu. Depati Limpak dari Sungai Putat. Putat nama tumbuhan yang habitatnya
memang disisi aliran sungai, paya, lebung, benca. Tumbuhan ini daunnya
dijadikan ulam makan. Saat sekarang sudah dijual penduduk di pasar-pasar sayur.
Dusun
Kemang itu memberi isyarat kalau saat mereka membuka pemukiman banyak ditemukan
pohon kemang atau ada pohon kemang besar yang berbua. Dusun Nganti dari kata
ngenti yang berarti ganti. Itu berarti desa yang baru, mengganti. Kata nganti
juga berarti menemani, misalnya seorang berjalan sendiri kemudian ada orang
lain meminta untuk pergi bersamanya. Itu bermakna nganti. Kata Punjung Kecik
bermakna persembahan kecil. Punjung bermakna persembahan yang bermakna adanya
ritual sederhana. Sebelum pembukaan lahan seperti sedekah penunggu dalam
kebiasaan masyarakat.
Pada
masa awal pendirian nama Marga Sanga Desa bernama Marga Singa Dusun. Nama
demikian merujuk pada kekuatan Depati Samsudin yang mampu menyatukan
pemerintahan negara-desa sekitar menjadi satu Pemerintahan Marga. Dia
digambarkan seperti seekor singa jantan yang perkasa, raja hutan. Dihormati dan
disegani lawan atau teman. (Yusman Haris: 2010). Kata desa belum digunakan,
serapan kata sanskerta ini masa lalu di Sumatera Selatan adalah, Dusun.
Kelemahan
penulis kita sering merubah-rubah istilah lama dengan istilah sekarang, atau
merujuk tulisan orang asing. Sehingga mengaburkan tentang kebenaran sejarah.
Pemerintahan
Marga Singa Dusun beribukota di Talang Rengas. Beberapa lama kemudian secara
perlahan terciptalah nama, Ngulak. Karena pengaruh pembicaraan masyarakat dan
identifikasi tempat disekitar kediaman Depati Samsudin, Dusun Ngulak. Penetapan
ibu kota mengikuti saja. Sesuai kediaman pemimpin atau kemauan pemimpin utama.
Pemerintahan dan Jabatan-Jabatan Baru
Ibu
Kota Pemerintahan Singa Dusun ditepakan di Talang Rengas atau Dusun Ngulak. Ada
delapan dusun dalam marga baru ini: 1. Ngulak. Prabumulih, Air Balui, Nganti,
Ngunang, Kemang, Keban, dan Serekah.
Setiap
Dusun diangkat jabatan baru, yaitu Keria. Keria diangkat dari depati yang dulu
memimpin sebelum pindah atau sebelum perang. Sehingga tidak terjadi pergolakan
sosial. Para jurai tue diangkat menjadi punggawa, bagi yang bisa membaca
AL-Quran diangkat menjadi modin, guru ngaji, dan pejabat agama. Untuk pimpinan
marga gelar tetap Puyang Depati (Raja Kecil).
Mengingatkan
kita dengan cara Kedatuan Sriwijaya menyusun pemerintahan dahulu. Negara-Desa
dipimpin Datu, kemudian diganti menjadi Depati. Sebagai tanda takluk, dan gelar
datu menjadi gelar Pemimpin Pemerintahan Pedatuan. Masa kesultanan Palembang
negara-desa yang dipimpin depati ditaklukkan, dan gelar depati dirubah menjadi
keria. Sementara gelar depati hanya dipakai pemimpin marga.
Peran Sultan Palembang
Peran
sultan Palembang adalah mengakui keabsahan seseorang yang memimpin marga
beserta hak-haknya. Agar dapat dukungan masyarakat sementara pemerintahan marga
dapat melakukan banding ke Palembang kalau ada permasalahan internal dan
eksternal. Konflik kekuasaan atau perang antar marga lain.
Depati
Samsudin ditetapkan sebagai Pesirah Marga Singa Dusun (Desa). Delegasi resmi
dari Pemerintahan Marga Singa Dusun beranggotakan: Depati Samsudin, Limparan,
keria-keria dusun, dan jurai tue disertai penggiring lainnya. Sultan Palembang
mengakui kepemimpinan Depati Samsudin dan berdirinya Marga Singa Desa. Begitu
juga seluruh jabatan-jabatan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Peristiwa
penyatuan dan pembentukan Marga Singa Dusun ini terjadi di pertengahan abad ke
18 Masehi. Masa itu pemerintahan Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758)
dilanjutkan Sultan Ahmad Najjamuddin yang naik tahtah 1758 Masehi, wafat 1776
Masehi. Belum ada pembuktian misalnya plakat.
Sistem
pemerintahan monarki, setelah wafatnya Depati Samsudin kepemimpinannya
dilanjutkan anaknya yang bernama, Sudarta. Sudarta juga dikukuhkan oleh Sultan
Palembang. Depati Sudarta tidak memiliki anak, sehingga akan diadakan
pemilihan.
Mangkurebin
dan adiknya Abu Mansur yang merupakan anak misterius yang hanyut di sungai Musi
dan mengaku dari Basma (Gumai). Kemudian diasuh Depati Samsudin lalu menjadi
penjaga kebunnya. Ketika Depati Sudarta tidak ada pewaris maka diadakan
pemilihan siapa yang akan menjadi pesirah.
Maka
terjadilah banding ke Palembang siapa yang akan menjadi pesirah Marga Singa
Desa. Para calon ini juga tidak bisa dipilih salah satunya karena akan
menyebabkan konflik berdarah. Dalam peristiwa banding Sultan meminta bertemu
dengan tukang timba perahu. Bagaimana sultan mengetahui Mangkurebin di perahu.
Mangkurebin
membawa tongkat dan ayam beruge jantan. Saat ayam diikatkan ayam beruge
berkokok merdu. Membuat sultan merasa senang. Lalu dia dipilih sultan Palembang
sebagai pesirah atau Depati Marga Singa Desa.
Masih
ingat Limparan yang berasal dari Basma juga dari daerah Gumai. Yang memiliki
beruge dan saat beruge berkokok dijadikan tempat membangun Talang Rengas. Dari
sini berindikasi adanya rangkaian intrik yang diatur dalam waktu yang lama.
Namun disajikan dengan sistem mitos sesuai dengan akal pikiran masyarakat zaman
dahulu. (Bersambung)
Baca kelanjutannya klik di sini. Bagian 3. (Bagian 1).
Post a Comment