Banyak Catra (Kamandaka) Menerima Anugerah Dewata (Episode 11)
APERO FUBLIC.- Setelah mendapat restu maka berangkatlah Raden Banyak Catra dan Raden Banyak Blabur untuk melaksanakan sayembara yang diberikan oleh Prabu Silihwangi. Raden Banyak Blabur ke arah Barat menuju daerah Banten. Sementara Raden Banyak Catra ke arah timur yaitu ke daerah Kadipaten Pasirluhur. Tidak banyak yang tahu kisah perjalanan Banyak Blabur menuju ke arah barat.
Raden Banyak Catra yang pergi kearah timur ditemani dua abdinya Ki Gede Kolot dan Ki Klantung Muncang Maung. Beberapa hari perjalanan mereka bertiga tiba di perbatasan Kadipaten Pasirluhur. Di sana mereka melihat sebuah gunung yang indah menjulang tinggi, Gunung Baturagung. Menemukan gunung itu, membuat Banyak Catra ingin melakukan pertapaan.
Banyak Catra melakukan pertapaan disebuah gua di kaki gunung. Sementara dua abdinya tetap menunggu sambil menanam bermacam-macam buah-buahan. Diantanya buah petai, manga, rambutan, sawo, nangka dan lain-lain. Banyak Catra bertapa di sana sampai pohon buah-buahan yang ditanam dua abdinya berbuah. Semua hasil kebun buah-buahan itu, dibagikan ke orang-orang secara gratis. Sehingga menarik orang-orang datang, lalu satu demi satu orang yang datang menetap sampai akhirnya menjadi pemukiman. Pada suatu malam Jumat, di tengah malam Raden Banyak Catra mendengar suara gaib.
“Hai cucuku Banyak Catra sudah cukup tapamu dan permohonanmu sudah Aku terima. Agar cita-citamu itu segerah tercapai. Maka bertapalah kembali ke sebelah utara Kadipaten Pasirluhur di Sawangan, yaitu tempat pertemuan Sungai Logawa dan Sungai Mangaji. Disanalah kelak kau akan mendapatkan rahmat.” Begitulah suara bisikan gaib pada Banyak Catra.
Raden Banyak Catra begitu gembira mendapat pemberitahuan gaib itu. Dia kemudian menceritakan semua kata-kata gaib itu pada dua abdinya Ki Klantung dan Ki Gede Kolot.
“Raden, kalau demikian baiklah kita berangkat segerah ke sana.” Ujar Ki Klantung dengan gembira.
Ketiganya kemudian turun dari kaki gunung dan menuju ke Kadipaten Pasirluhur. Selama tiga hari mereka berjalan dan sampailah di kawasan kadipaten. Saat tiba, Raden Banyak Catra atau Kamandaka teringat akan Putri Bungsu atau Dewi Ciptarasa sang pujaan hatinya.
“Raden jangan memikirkan hal-hal yang lain. Ingat akan petunjuk dewata dan tujuan raden. Maaf, tugas kami selain menemani raden, tugas kami juga mengingatkan raden.” Ujar Ki Gede Kolot. Banyak Catra berterimakasih atas nasihat para abdinya itu, dia kemudian mengalihkan pikirannya dari Putri Bungsu.
Setelah tiba di tempat yang dituju. Banyak Catra segerah melakukan pertapaan. Dalam pertapaan dia mendapat banyak cobaan. Malam pertama bertama Banyak Catra di datangi siluman harimau yang selalu mengaum dan menakutinya. Malam-malam berikutnya di datangi ular-ular besar yang seakan-akan siap membelit dan menelannya.
Berbagai macam jenis hantu, mulai dari hantu tengkorak, mayat hidup, dan semua jenis siluman mengerikan. Namun semua godaan dan cobaan itu dapat Banyak Catra hadapi dan dia atasi. Kemudian ada godaan terakhir yang sangat menakutkan, yaitu hantu Kebo Kemalen. Hantu ini awalnya berwujud manusia raksasa, tinggi, hitam, mata besar, rambut keriting, kadang badan hantu ini berubah terpisah-pisah. Kepala terbang terpisah dari badan dan tertwa-tawa mengerikan. Kakinya terpisah, tangan terputus, badan terpisah dan berjalan sendiri-sendiri, mata melotot.
Kemudian organ dalam tubuh keluar dan berceceran kemudian mengitari tubuh Banyak Catra yang sedang duduk bertapa. Namun, Banyak Catra tidak bergerak sedikitpun dan tidak juga takut. Dia tetap tabah dan terus melanjutkan tapanya dengan sepurna. Karena itulah, akhirnya hantu Kebo Kemalen pergi juga karena tidak mampu mengganggu tapa Banyak Catra.
“Cucuku, sudah cukup tapamu. Apakah yang sebenarnya kau inginkan dengan tapamu selama ini.” Tanya sosok laki-laki tua yang tiba-tiba datang dan berdiri di depan Banyak Catra yang sedang duduk bersilah bertapa.
“Eyang Pukulun, hamba diutus Rama Prabu untuk mencari putri kembar 40 orang banyaknya yang berasal dari satu ibu dan satu ayah. Kedua, saya juga berkeinginan meminang Putri Bungsu, putri dari Kadipaten Pasirluhur.” Jawab Raden Banyak Catra, dia menyadari kalau sedang berbicara dengan seorang dewa.
“Oh, jangan khawatir cucuku, memang Putri Bungsu sudah ditakdirkan menjadi jodohmu.” Jelas si Dewa itu yang menyamar seperti orang tua. Lalu dia berkata lagi. “Ini adalah anugerah dewata padamu, berupa baju. Kalau kau memakain baju ini kau akan berubah menjadi seperti seekor monyet, atau seperti lutung. Dewata tidak memberi nama, tapi sang Adipati Pasirluhur yang akan memberinya nama. Jika baju ini kau lepas, kau akan Kembali ke wujudmu.” Jelas si Dewa pada Banyak Catra. Kemudian dia menyerahkan baju itu pada Banyak Catra atau Kamanda. Beberapa saat setelah Banyak Catra melihat baju, dew aitu telah hilang entah kemana.
Raden Banyak Catra kemudian memakai baju itu. Bersamaan dengan itu, wujudnya berubah menjadi seperti seekor kera besar berbuluh putih. Banyak Catra membangunkan abdinya untuk memberi tahu. Ki Gede Kolot dan Klantung Muncang Maung terkejut juga ketakutan melihat kera putih besar itu.
“Paman kemarilah kalian, jangan takut. Ini Aku Banyak Catra.” Ujar Banyak Catra dalam wujud kera putih besar. Lalu Banyak Catra melepas baju pemberian dewata itu, dan wujudnya berubah seperti semula.
“Oh, Raden rupanya.” Ujar dua abdinya sambil tersenyum dan mendekat.
“Paman, kalian berdua Aku tugaskan pergi ke Kadipaten Pasirluhur. Selidiki tentang Dewi Ciptarasa apakah dia masih mencintai Aku.” Kata Banyak Catra.
“Baik Raden, kami siap melaksanakan tugas.” Ujar kedua abdinya dengan kompak. Lalu Raden Kamandaka atau Banyak Catra merubah wujud kedua abdinya menjadi sejenis burung hantu atau dinamakan Burung Keblek. Setelah memberi isyarat dua burung hantu jelmaan dua abdi Banyak Catra terbang dikegelapan malam.
***
Malam itu, suasana di istanah Kadipaten baik-baik saja. Tetapi, lain dengan keadaan Dewi Ciptarasa yang merasa gelisa. Dia terus teringat dengan Kamandaka sang kekasih hatinya. Tiba-tiba ada suara sayap burung memukul pintu jendela, saat pintu dibuka dua burung Keblek masuk ke dalam kamar Dewi Ciptarasa.
“Gusti, ada dua ekor Keblek masuk, coba tanyakan apakah Kamandaka masih hidup.” Ujar dayang pengasuh Putri Bungsu atau Dewi Ciptarasa. Menurut kepercayaan Masyarakat zaman itu, kehadiran burung Keblek dapat ditanyai peruntungan Nasib.
“Hai burung Keblek, apakah kekasihku Kamandaka masih hidup. Kalau masih anggukkan kepala kalian, kalau sudah mati gelengkan kepala kalian.” Kata Putri Ciptarasa. Burung Keblek jelmaan Ki Gede Kolot dan Klantung Muncang Maung mengangguk sampai tiga kali. Membuat hati Putri Bungsu Bahagia.
“Apakah Kakang Kamandaka masih mencintai Aku.” Tanya Putri Bungsu atau Dewi Ciptarasa lagi. Dua burung Keblek itu juga mengangguk-angguk, membuat Dewi Ciptarasa bertambah Bahagia. Setelah itu, dua burung Keblek itu terbang menghilang dikegelapan malam.
***
Sementara itu, Raden Banyak Catra menunggu dengan tidak sabar kedatangan dua abdinya Ki Gede Kolot dan Klantung Muncang Maung. Dengan rasa tidak sabar dan bertanya-tanya kalau-kalau dua abdinya mendapat masalah. Tidak lama, dua burung Keblek tiba di hadapan Raden Banyak Catra dan berubah wujud kembali, Ki Gede Kolot dan Klantung Muncang Maung.
Keduanya melaporkan hasil penyelidikan dan membuat Banyak Catra menjadi Bahagia. Oleh karena itu, dia kemudian menulis surat dan menugaskan Ki Gede Klotok mengantarkan suratnya. Dalam surat itu dia menegaskan kalau dia masih hidup dan masih mencintai Putri Bungsu seperti dulu.
Putri Bungsu yang menerima surat dari Kamandaka atau Banyak Catra begitu Bahagia.
“Biyung, ada surat Kakanda Kamandaka, dia bilang kalau dia masih seperti yang dulu dan tidak lama lagi akan datang menemui Aku.” Cerita Putri Bungsu dengan gembira dan tersenyum-senyum.
Putri Bungsu kemudian menulis surat balasan. Lalu dia berikan pada burung Keblek jelmaan Ki Gede Klotok. Kemudian burung itu terbang membawa surat diparunya. Saat tiba dia langsung memberikan surat pada Raden Kamandaka.
***
Keesokan harinya, Raden Banyak Catra Kembali menugaskan dua abdinya Ki Gede Kolot dan Klantung Muncang Maung pergi ke Kadipaten Pasirluhur. Tapi dengan wujud manusia biasa.
“Hari ini kita akan berpisah, paman berdua Aku tugaskan kembali ke Kadipaten Pasirluhur dan meminta pekerjaan sebagai abdi di sana. Kalian akan diterima dengan baik. Terserah paman berdua bagaimana caranya. Sementara Aku akan masuk Alas Trataban dan tinggal disana beberapa waktu.” Ujar Raden Banyak Catra atau Kamandaka pada dua abdinya. Kedua abdinya mengiakan dan menyanggupi tugas itu.
Dua abdinya pergi ke Kadipaten Pasirluhur dan tiba di sekitaran istana. Sementara Raden Banyak Catra menuju hutan Trataban dan memakai baju pemberian dewa, setelah baju terpakai perlahan wujud Raden Banyak Catra atau Kamanda berubah menjadi kera putih besar.
Post a Comment