Cerita Bersambung
Cerita Rakyat
Sastra Klasik
Rewrite. Tim Redaksi
Adipati Kadipaten Pasirluhur Prabu Kandadaha Berburu di Alas Trataban (Episode 12)
APERO FUBLIC.- Beberapa waktu setelah kejadian perpisahan Raden Banyak Catra dengan dua abdinya. Adipati Kadipaten Pasirluhur Bernama Prabu Kandadaha ayah dari Putri Bungsu atau Dewi Ciptarasa pergi berburu ke hutan Trataban. Memang, sang adipati suka berburu di hutan itu dalam kurun beberapa waktu dalam setahun.
Adipati di temani para pemburu, prajurit pengawal, dan pembawa bekal. Mereka membawa banyak panah dan perbekalan. Tim dibagi dua, satu tim akan menjadi pengejar dan satu tim lagi dipimpin adipati menunggu di suatu tempat yang setrategis untuk memanah hewan berlarian. Tim pertama membawa banyak alat bunyi-bunyian dan lebih banyak anggotanya.
Namun anehnya, walau sudah tiga hari berburu dan berpindah-pindah tempat mereka tidak mendapat hewan buruan satu pun. Hal demikian membuat mereka semua merasa kecewa dan juga merasa sangat aneh. Tidak mungkin hutan selebat itu tidak ada hewan buruannya.
“Ada apa ini, bagaimana bisa hutan selebat dan seluas ini tidak ada kijang atau rusa satu pun.” Kata hati Adipati sambil duduk termenung beristirahat.
“Cuuiitt. Cuuitt.” Seekor burung sangat indah dan bersuara merdu terdengar, dan si Adipati mendengar, menengok ke atas pepohonan dan melihatnya. Burung itu tampak jinak sekali, dia terbang rendah dan hinggap diantara ranting Semak di sekitar tempat itu. Adipati Pasirluhur tertarik ingin menangkap burung itu.
“Tangkap burung itu, hidup-hidup jangan terluka. Bagus sekali untuk peliharaan di istana.” Perintah Adipati, semua prajurit dan pemburu melaksanakan tugas. Mereka berusaha menangkap burung itu. Tapi walau jinak si burung sangat lincah terbang kesana kemari di Semak-semak. Adipati akhirnya ikut juga membantu untuk menangkap burung cantik itu. Dari tempat ke tempat yang lain begitulah upaya mereka menangkap burung cantik itu.
Tampa sadar mereka sudah berada di tempat yang jauh dari tempat tadi. Mereka mulai lelah dan sudah ada yang duduk istirahat. Akhirnya mereka menyerah juga di burung itu tampak terbang menjauh dan menghilang. Di selah-selah kelelahan itu, mereka istirahat diantara rerimbunan pepohonan hutan. Beberapa saat kemudian mata Adipati Kandadaha tidak sengaja melihat sesosok putih di atas pepohonan, kera putih.
Tampak kera putih itu duduk diatas dahan pohon dalam keadaan sedih. Dia termenung dan tidak bergairah. Bebertapa saat semua melihat si kera. Tapi tidak berbuat apa pun sebab Adipati sudah melihat si kera dari tadi.
“Hai kera, kau sepertinya tidak bersikap seperti kera biasanya. Kalau mau hidup turun dari atas pohon itu. Kalau mau mati tetaplah di atas dahan pohon itu.” Ujar Adipati, tentu dengan sekali panah saja prajurit adipati pasti membuat si kera putih tertembus anak panah, tewas.
Namun anehnya, seolah-olah mengerti si kera putih turun perlahan ke bawah pohon. Lalu kera putuh mendekati Adipati dan jinak. Dia seolah tahu sedang berhadapan dengan seorang Adipati. Adipati yang merasa heran, mencoba membelai kepala kera putih itu. Kera itu diam dan jinak.
“Hewan apa kau ini.” Kata Adipati sambil membelai bulu kera putih itu, disaksikan oleh semua pengawal adipati. Tapi si kera putih hanya dia saja dan bertingkah lucu.
“Siapa diantara kalian yang mengetahui nama hewan ini, atau bisa menamakannya.” Tanya Adipati pada semua penggiringnya. Namun tidak seorang pun yang tahu dan tidak bisa menamakannya.
“Paman Patih, apakah paman pernah mendengar tentang hewan seperti ini.” Tanya Adipati pada patih seorang pejabat tinggi di Kadipaten Pasirluhur.
“Ampun gusti, saya tidak tahu dan tidak pernah melihat juga tidak pernah mendengar cerita tentang hewan seperti ini.” Jawab punggawa tinggi kadipaten itu.
“Baiklah kalau begitu, Aku namakan saja hewan ini, Lutung Kesarung.” Kata Adipati, kemudian dia memrintahkan prajurit dan semua penggiringnya untuk pergi ke tempat peristirahatan atau kema mereka untuk beristirahat.
***
Keesokan harinya, Adipati Pasirluhur Prabu Kandadaha pulang ke istanah Kadipaten Pasirluhur. Hewan seperti kera berbuluh putih juga di bawa ke istanah. Berita tentang hewan aneh itu tersebar kemana-mana di seluruh kadipaten. Membuat banyak warga ingin melihatnya. Hewan lucu dan belum pernah melihatnya, mirip kera tapi bukan kera.
Dua puluh lima anak Prabu Kandadaha ingin memelihara hewan seperti kera berbuluh putih itu. Sehingga mereka saling berebut ingin memilikinya. Adipati Prabu Kandadaha akhirnya memberikan sayembara pada anak-anaknya. Agar dia tidak dikatakan pilih kasih. Sayembara itu, setiap anaknya akan memberikan buah pisang pada hewan kera putih itu atau Lutung Kesarung. Kalau pemberian di terima, maka dialah yang memiliki hewan itu. Yang memberikan buah pisang akan dimulai dari anak Perempuan tertua Adipati.
“Lutung, ini buah pisang untukmu.” Kata Putri tertua Adipati dengan lembut membujuk. Tapi Lutung Kesarung si kera putih itu hanya diam saja dan tidak memperdulikan buah pisang pemberian si anak tertua Adipati.
Setelah itu, putri kedua, ketiga, keempat dan seterusnya mencoba memberikan buah pisang pada Lutung Kesarung. Sampai akhirnya anak Adipati yang ke 24 empat juga memberikan buah pisang dan tetap tidak diterima oleh Lutung Kesarung. Semua kejadian itu juga disaksikan banyak prajurit, abdi istana dan pembesar kadipaten. Tingga yang terakhir Putri Bungsu sang Adipati yang belum menikah.
“Lutung Kesarung, ini buah pisang untukmu, ambillah jangan ragu.” Ujar Putri Bungsu.
“Ukk, uuukkk.” Lutung Kesarung dengan cepat mengambil buah pisang yang diberikan Putri Bungsu atau Dewi Ciptarasa. Semua menjadi lega, akhirnya ada juga yang diterima oleh si kera putih aneh itu.
“Dewi Ciptarasa, anak bungsuku. Kau yang memenangkan sayembara ini, itu berarti Lutung Kesarung menjadi milikmu dan kau yang memeliharanya.” Kata Adipati Pasirluhur, Prabu Kandadaha. Rumah kecil dibangun di Tamansari istana. Di sana Lutung Kasarung tinggal dalam perawatan Putri Bungsu. Adanya Lutung Kasarung si kera putih membuat hati Putri Bungsu terhibur dan dia tampak ceria.
Post a Comment