Pertemuan Raden Banyak Ngampar (Silihwara) Dengan Raden Banyak Catra (Kamandaka). (Bagian 9)
APERO FUBLIC.- Setelah beberapa hari istirahat di dalam
hutan keramat dan dihuni banyak hewan buas itu. Kamandaka dan abdinya Ki
Rekajaya mulai menyelinap pergi meninggalkan hutan itu menuju kea rah barat
laut. Silihwara yang telah menyebarkan pasukannya dan mengintai setiap sudut
hutan akhirnya dilihat beberapa prajurit.
Lalu seorang prajurit pergi melaporkan ke Silihwara.
Silihwara segerak berlari mengejar dan mengambil posisi mencegat. Akhrinya
Kamandaka kembali dikepung oleh Silihwara dan Pasukan pimpinannya. Pertarungan
dua kesatria hebat itu terjadi kembali dengan hebatnya. Sementara para prajurit
hanya berjaga-jaga di sekitar lokasi pertarungan itu.
Luka bekas jalu ayam beberapa hari lalu belum sembuh. Karena
sering bertarung dan kelelahan, membuat luka tidak membaik lalu sering
berdarah. Kamandaka merasa luka itu lama kelamaan akan menyebabkan infeksi dan
membahayakan dirinya, membuat Kamandaka ingin segerah mengakhiri pertarungan
dengan Silihwara. Dia segerah akan mengeluarkan ilmu pamungkasnya.
“Naiklah hai Silihwara kalau kau memang satria pemberani, di
atas batu besar ini kita mengadu kesaktian.” Ujar Kamandaka, dari atas
bongkahan batu besar seukuran rumah.
“Wahai Kamandaka, turunlah dari atas batu besar itu. Jangan
bertengger di atas batu seperti seekor burung yang penakut. Kita lanjutkan
pertarungan di lapangan luas terbuka di bawah.” Jawab Silihwara yang menyadari
ada bahaya dari Kamandaka, dimana posisi Kamandaka yang setrategis
menyerangnya.
“Hai bedebah Silihwara. Jangan banyak bicara, Kau dengar.
Kalau Aku tidak bisa mengalahkan dirimu. Maka tidak usa menyebut diriku Putra
Maharaja Siliwangi, sang Raja Agung kerajaan Pajajaran.” Sumpah Kamandaka.
Bukan main terkejutnya Silihwara mendengar kata-kata Raden
Kamandaka demikian. Bagaikan disambar petir dirinya menyadari orang yang selama
ini dia kejar dan ingin dia bunuh ternyata kakaknya sendiri, Raden Banyak
Catra. Sambil menangis terseduh-seduh, Silihwara memasukkan kerisnya ke dalam
rangkanya.
“Ohh, tenyata Kau Kakandaku Raden Banyak Catra yang Aku
Cintai. Ketahuilah kalau Aku adalah adikmu Raden Banyak Ngampar. Aku mencarimu
kemana-mana diutus oleh Rama Prabu karena Kakanda pergi tak kunjung pulang dan
tidak ada kabar berita.” Kata Raden Banyak Ngampar atau Silihwara.
“Hai Silihwara jangan mengaku-ngaku, jangan membawah-bawah
nama Rama Prabu. Kalau kau takut dan meminta belas kasihan padauk setelah tahu
siapa Aku, menyerahlah saja dengan baik-baik.” Ujar Raden Banyak Catra atau
Kamandaka tidak percaya.
“Sungguh Kakanda, saya Banyak Ngampar.” Kata Silihwara atau
Raden Banyak Ngampar.
“Kalau kau memang adikku Putra Pajajaran, apa buktinya. Coba
kau sebutkan siapa-siapa nama anak Prabu Silihwangi.” Ujar Kamandaka.
“Kakanda Putra Mahkota Raden Banyak Catra anak sulung. Aku
Raden Banyak Ngampar putra kedua, Adinda Banyak Blabur putra ke tiga, dan
Adinda Putri Ratna Pamungkas.” Ujar Silihwara yang memang Raden Banyak Catra.
Setelah mendengar keterangan dari Silihwara atau Raden
Banyak Ngampar membuat Kamandaka atau Raden Banyak Catra terharu. Dia yakin
kalau itu memang adiknya yang sedang menyamar seperti dirinya. Lalu dia
melompat turun dari atas batu dan keduanya berpelukan. Mereka menceritakan
kisah masing-masing bagaimana Banyak Ngampar diutus Prabu Silihwangi mencari
Kamandaka lalu mengabdi di Kadipaten Pasirluhur dan ditugaskan menangkap
Kamandaka. Kamandaka juga menceritakan bagaimana dia menjadi buronan kadipaten
Pasir Luhur. Juga tentang Putri Bungsu Adipati Prabu Kandadaha.
*****
Setelah mendengar kisah masing-masing keduanya baru mengerti
situasia. Keduanya memikirkan cara bagaimana menghadapi sang Adipati. Diketahui
sebelumnya kalau Silihwara berhasil membunuh Kamandaka dia harus mengambil hati
dan jantung Kamandaka. Karena Aipati ingin memakannya.
“Hal yang perlu Adinda lakukan adalah menunjukkan bukti
kalau telah melaksanakan tugas dengan baik.” Saran Kamandaka.
“Apakah Kakanda punya rencana.” Tanya Silihwara.
“Begini, Aku masih mengikat anjing pelacak di hutan. Aku
akan meminta Ki Rekajaya membunuh dan mengambil darah dan jantung anjing itu.
Lalu setelah kau ambil darah dan jantung anjing, berikan pada prajurit lalu
utus dia kembali ke Pasirluhur memberikan pada Adipati. Sementara kau beralasan
belum bisa kembali ke Pasirluhur karena mengejar Ki Rekajaya. Katakan juga pada
Ki Rekajaya setelah tugasnya selesai agar menemui Aku di persembunyian. Setelah
Adinda memberikan darah dan jantung anjing juga segerah menemui Aku di
persembunyian. Aku sudah tidak sabra ingin segerah pulang. Hati-hati jangan
sampai ada prajurit Kadipaten Pasirluhur yang tahu.” Jelas Raden Kamandaka atau
Raden Banyak Catra.
Setelah perundingan singkat itu selesai. Mereka segerah
pergi menyelinap melakukan aksi masing-masing. Rekajaya menuju tempat anjing
pelacak yang mereka ikat di hutan. Kamandaka pergi mencari tepat persembunyian
sampai Silihwara mengalihkan pengepungan.
“Raden Silihwara, ini darah dan jantung anjing.” Ujar Ki
Rekajaya pada Raden Banyak Ngampar. Setelah itu, dia memberi tahu Ki Rekajaya
agar segerah menemui Kamandaka dipersembunyian. Sementara dia membawa darah dan
jantung anjing menemui parah prajurit Kadipaten Pasirluhur.
“Wahai para prajurit pemberani Kadipaten Pasirluhur
dengarkan. Inilah darah dan jantung si Kamandaka pencuri jahat yang kita buru
beberapa hari ini. Kamandaka sudah tewas di tanganku. Ini darah dan jantung
Kamandaka. Kalian semua kembalilah ke Pasirluhur dan berikanlah darah dan
jantung ini ke gusti Adipati. Karena saya belum ingin kembali ke Pasirluhur.
Saya ingin menangkap seorang pengikut Kamandaka bernama Rekajaya.” Jelas
Silihwara.
Semua prajurit menjadi gembira dan bersorak-sorak. Mereka
meninggalkan hutan dengan bangga dan gembira sebagai prajurit yang pemberani.
Setibanya di istanah Kadipaten Pasirluhur mereka memberikan darah dan jantung
anjing yang dianggap sebagai darah dan jantung Kamandaka. Adipati Kandadaha
begitu gembira dan percaya dengan adanya bukti itu. Kamandaka yang dianggap
pengacau kadipaten telah tewas. Alasan yang diberikan Silihwara kalau dia belum
kembali karena ingin menangkap Rekajaya pengikut Kamandaka juga diterima oleh
Adipati bahkan dia sangat setuju dengan keinginan Silihwara itu.
Adipati Kadipaten Pasirluhur Prabu Kandadaha segerah
memerintahkan membuat pesta kemenangan besar. Baginya Kamandaka musuh besar
yang sangat diinginkan untuk di basmi. Para dayang dan pelayan segerah memasak
banyak makanan termasuk memasak darah dan jantung Kamandaka. Semua anak menantu
dipersilahkan mencicipi darah dan jantung yang sudah dimasak.
“Ahhh, rasa darah dan jantung Kamandaka sama persis seperti
darah dan jantung anjing. Pantas kalau orangnya bertabiat seperti anjing.” Ujar
adipati Kandadaha diselah-selah mereka makan dalam pest aitu.
*****
Lain halnya dengan Putri Bungsu anak Adipati. Kalau ayahnya
si Adipati, semua kakak-kakak dan keluarga beserta seluruh istana bergerimbira
dalam pesta dan memakan darah dan jantung yang dipercaya kalau itu darah dan
jantung Kamandaka. Putri Bungsu menangis sedih di dalam kamarnya. Betapa sedih
dengan kenyataan itu, dimana darah dan jantung pujaan hatinya dimakan dalam
pesta.
Namun dibalik kesedihan itu, Putri Bungsu masih berharap
Kamandaka masih hidup. Dia masih ingat kejadian disungai Logawa. Dimana
Kamandaka dikatakan sudah mati tewas tercabik-cabik di dalam sungai itu. Tapi
kenyataanya Kamandaka masih hidup. Maka Putri Bungsu berdoa pada tuhan agar
Kamandaka masih hidup dan dia dapat berjumpa kembali dengan Kamandaka.
Bersambung ke bagian 10
Post a Comment