Prasasti Nalanda: Kebesaran Kedatuan Sriwijaya dan Kembalinya Keturunan Dapunta Hyang Jayanaga ke Palembang Karena Pemberontakan Hindhu di Jawa Tengah
Gambar Situs Budha di Nalanda-India (wikipedia) |
APERO FUBLIC. SEJARAH.- Nalanda berlokasi sekitar 55 mil tenggara dari Kota Patna, dan merupakan pusat pendidikan agama Buddha dari tahun 427 sampai 1197 sesudah masehi di bawah pemerintahan Kerajaan Pala. Nālanda diidentifikasikan oleh Alexander Cunningham bersama dengan Desa Baragaon.
Prasasti Nalanda adalah lempengan prasasti tembaga yang ditemukan di Nalanda, India pada tahun 1921. Prasasti ini merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan berisi informasi penting mengenai pengajaran dan pendidikan agama Buddha di Sriwijaya. Prasasti ini ditulis dalam bahasa Sansekerta.
Prasasti ini menceritakan permintaan Raja Balaputradewa dari Suwarnadwipa (Sriwijaya) kepada Raja Dewapaladewa dari Benggala untuk mendirikan sebuah vihara Buddha di Nalanda. Menerangkan bahwa lima desa di Calcutta-India dibebaskan dari pajak untuk kebutuhan Vihara agama Buddha Kedatuan Sriwijaya di India.
Piagam ini menerangkan kalau Raja Balaputradewa sebagai raja keturunan Dinasti Dapunta Syailendra yang terusir dari JawaTengah karena pergolakan politik kelompok Hindhu memberontak terhadap Kedatuan Sriwijaya.
Prasasti Nalanda mendukung Teori Arus Balik yang menerangkan bahwa pada masa Sriwijaya, banyak pelajar dari Nusantara yang belajar ilmu agama Hindu-Buddha secara langsung ke India.
Nalanda adalah nama sebuah wihara kuno dan pusat pembelajaran di India. Kata Nalanda berasal dari bahasa Sanskerta bermakna; pemberi pengetahuan, (diduga dari nalam, bunga teratai, sebuah simbol pengetahuan dan kata da bermakna memberikan). Seoarang Bhikkhu Tionghoa, Xuanzang, yang pernah berziara ke tempat tersebut memberikan beberapa versi penjelasan tentang pemberian nama Nalanda.
(sumber foto: wikipedia) |
Alih Aksara ke dalam Aksara Latin berbahasa Inggris.
We being requested by the illustrious Maharaja Balaputradeva, the king of Suvarnadvipa through a messenger I have coused to be built a monastery at Nalanda granted by this edict toward the income for the blessed Lord Buddha, the abode of all the leading virtues like the Prajayapramita, for the offerings, oblations, shelter, garments, alms, beds, the requisites of the sick lik medicines, etc, of the assembly of the venerable bhiksus of the four quarters (comprising) the Bodhisattvas well versed in the tantras, and the eight great holy personages (i.e. the aryagupalas), for writing the dharmaratnas or Buddist texts and for the up-keep and repair or the monastery (when) damaged.
There was a king of Yavabhumi (or Yava), who was the ornament of the sailendra dynasty, whose lotus feet bloomed by lustre of the jewels in the row of tremling diadems on the heads of all the princes, and whose name was conformable to the illustrtious tormentor of brave foes (vira-vairi-mathana). His fame, incarnate as it were, by setting its foot on the regions of (white) palaces, in white water-lilies, in lotus plants, conches, moon, jasmine and snow and being incessantly sung in all the quarters, pervaded the whole universe. At the time when that king frowned ini angger, the fortunes of the enemies also broke down simultaneously with their hearts.
Indeed the crooked ones in the world have got ways of moving which are very ingenious in striking others. He had a son (named Samaragravira), who possesses prudence, prowess, and good conduct. Whose two feet fordled too much with hundred of diadems of mighty kings bowing down. He was the foremost warrior in the battle-field and his fame was equal to that earned by Yudhistira, Parasara Bhimasena, Karna and Arjuna. The multitude of the dust of earth, raised by the feet of his army, moving in the field of battle, was first blown up to the sky by wind, produced by the moving ears of the elephants, and then, slowly settled down on the earth (again) by the inchor, poured from the chceks of the elephants.
By the continuous existence of whose fame the world was altogether without the dark fortnight, just like the family of the lord of the daityas (demons) was without the partisanship of Krisna. As Paulomi was known to be (the wife of) the lord of the Suras (i.e. Indra), Rati the wife of the mind-born (Cupid), the daughter of the mountain (Parvati) of the enemy of Cupid (e.i. Siva) and Laksmiof the enemy Mura (i.e. Visnu), so Tara was the Queen consort of that kind, and was the daughter of the great ruler Dharmasetu of the lunar race and resembled Tara (the Buddhist goddess of the name) herself.
As the son of Suddhodana (i.e. Buddha) the conqueror of Kamadeva, was born of Maya and Skanda, who delighted the heart of the hosts of gods, was born of Uma by Siva, so was born of her by that king the illustrious Balaputra. Who was expert in crushing the pride of all the rulers of the world, and before his footstool (the seat where his lotus feet rested), the group of princes bowed. With the mind attracted by the manifold excellences of Nalanda and though devotion to be son of Suddhodana (the Buddha) and having realized that riches were fickle like the waves of a mountain strem, he whose fame was like that od Sangharthamitra.
This might possibly mean that his wealth befriended the cause of the sangha. Built there (at Nalanda) a monastery which was the abode of the assembly of monks of various god qualities and was white with the series of stuccoed and lofty dwellings. Having requested, King Devapaladeva who was the preceptor for initiating into widowhood the wives of all the enemis, through enjoys, very respect fully and out of devotion and issuing a charter, (he) granted the welfare of himself, his parents and the world. As long as the immovable king of snakes (Sesa) lightly bears the heavy and extensive earth every day, and as ong as the (udaya) Eastern and (asta) western mountaints have their crest jewels stratched by the hoofs of the horses of the Sun, so long my the meritorious act, setting up virtues over the world, endure.
Terjemahan ke Bahasa Indonesia.
Kita diminta oleh Maharaja Balaputra Dewa yang termahsyur, raja Swarnadwipa melalui seorang kusir untuk membangun sebuah biara di Nalanda sebagaimana maklumat ini terdapat penerima yang diberkahi Budha, tempat dari semua kebaikan seperti Prajnyapramita, untuk persembahan, tempat berlindung, pakaian, tujuan, tempat tidur keperluan sakit seperti pengobatan dll. Kelompok para biksu yang dimuliahkan dari 4 bagian (terdiri dari) Bodhisottvas yang dikenal dalam tantras, dan 8 tokoh suci (aryagupalas) untuk penulisan dharma-ratna atau tulisan Budha dan untuk menjaga dan memperbaiki biara (apabila) rusak.
Ada seorang raja Yawabhumi berasal dari Dinasti Dapunta Syailendra yang dipenuhi bunga seroja dengan permata yang ada pada jajaran mahkota yang bergoyang pada kepala dari semua putri, dan mempunyai nama yang sesuai untuk biara penyiksu dari musuh-musuh yang berani (vira-vairi-mathana). Kemashurannya, penjelmaannya dengan menempatkan kulinya pada bagian dari (pati) istana, pada bunga bakung yang putih, pada tanaman seroja, kulit kerang, bulan, bunga melur dan salju, dan nyanyian yang tak henti-hentinya pada semua bagian, meliputi seluruh dunia.
Pada suatu saat apabila raja mengerutkan dahi dalam amarah, keberuntungan musuh-musuh juga jatuh secara simultan dengan hati mereka. Tentu saja orang-orang yang tidak jujur di dunia ini mempunyai maksud pembohong yang sangat berakal dalam mencelakakan orang lain. Ia mempunyai seorang putra (bernama Samaragrawisu) yang mempunyai kebijaksanaan, keberanian, dan kelakuan yang baik, yang mempunyai dua kaki mengarungi terlalu banyak dengan ratusan mahkota raja yang mulia yang membungkuk. Ia pejuang yang terkemuka dalam peperangan dan kemahsyurannya sama dengan yang di dapatkan oleh Yudhistira, Parasara, Bhimasena, Karna dan Arjuna. Kebanyakan dari debu bumi ditimbulkan oleh kaki tentaranya, perubahan dilapangan peperangan adalah pukulan pertama terhadap langit dengan angin, dihasilkan oleh telinga gajah dan kemudian secara perlahan menempatkannya pada bumi (lagi) dengan alat pengukur, mengalir terus dari pipi gajah.
Dengan eksistensinya yang terus menerus dari kemasyuran dunia seluruhnya tanpa dua minggu yang gelap, hanya seperti keluarga Tuhan Daityan (iblis) tanpa prilaku Krisna sebagai Paulami dikenal (isteri) Tuhan Suras (Indra), Rati isteri dan pikiran yang dilahirkan (Cupid), saudara Perempuan dari gunung, (Parvadi) musuh Cupid (Siwa) dam Laksmi musuh Mura (seperti Wisnu), jadi Tara adalah suami ratu dari pemikiran tersebut, dan saudara Perempuan raja Dharmaseto dari permukaan bulan dan menyerupai Tara (nama Tuhan Budha) sebagai putra dari Suddhodana (Budha) pemerluk Kamadewa, dilahirkan dari Maya dan Skanda yang menyukai Tuhan, dilahirkan dari Uma dengan Siwa, jadi lahir darinya dengan raja yang termasyur Balaputra, yang ahli dalam menghancurkan kesombongan semua aturan-aturan dunia, dan sebelum alat kakinya (tempat dimana kaki serojanya istirahat), kelompok putri membungkuk.
Dengan pemikiran yang menarik oleh bermacam keunggulan Nalanda dan kesetiaan kepada putra Suddhadana (Budha) yang menyadari bahwa kekayaan adalah berubah-ubah seperti agaji dari aliran gunung, ia mempunyai kemasyuran seperti sang harthamitra. Ini mungkin akan berarti bahwa kekayaan berpihak pada Sangka. Membangun (di Nalanda) sebuah biara yang mana adalah tempat kediaman para rahib dari kesulitan baik dari putih dengan merah pelapis dengan penghuni yang mulia, setelah meminta raja dewapaladewa yang berkehendak pada kejandaan isteri-isteri semua musuh, kesenangan, sangat respek dan diluar keraton dan persoalan menerbitkan piagam, ia menjamin keselamatan dirinya, orang tuanya dan dunia.
Sepanjang berhubungan dengan lautan atau gangga mempunyai cabang-cabang (aliran air) yang diransang oleh harumnya rambut Hara (Siwa) secara ekstensif, sepanjang raja ular (Sesa) tidak bergerak meringankan beban yang berat dan luas bumi setiap hari, dan sepanjang (udaya) timor dan (Asta) barat gunung mempunyai puncak kuku kuda matahari, supaya bermanfaat, menempatkan diatas dunia.
Bacaan: Prof. Goda.
Dalam piagam ini, memberitahu tentang Maha Datu Kedatuan Sriwijaya yang membangun Kawasan biara di Nalanda untuk menampung para biksu atau rahib agama Budha. Kemudian untuk Pendidikan dan pembelajaran tentang agama Budha. Nama Maha datu Kedatuan Sriwijaya Balaputra Dewa. Balaputra Dewa merupakan nama julukan. Kata bala merupakan kata Melayu yang bermakna prajurit atau satria.
Dalam prasasti ini juga memberitahu kalau Maha Datu Kedatuan Sriwijaya masa itu bernama Balaputra Dewa. Prasasti ini juga merekam pergolakan politik Sriwijaya yang Bergama Budha dengan Kelompok Hindhu di Jawa Tengah sehingga raja Sriwijaya Kembali ke Palembang. Sistem monarki telah menempatkan Balaputra Dewa yang keturunan dari dinasti Dapunta Sailendra yang tertulis pada prasasti Sojomerto.
Memang banyak prasasti dan sumber-sumber primer tentang Kedatuan Sriwijaya di luar negeri. Karena memang Kedatuan Sriwijaya merupakan negara resmi yang berdiri kuat dan teratur. Sriwijaya yang berdiri selama delapan ratus tahun telah merajut Nusantara menjadi satu rangkaian negara maritim besar bahkan lebih luas dari Indonesia sekarang. Itulah mengapa orang-orang menyebut Kedatuan Sriwijaya sebagai negara bangsa Indonesia tradisional sedangkan Republik Indonesia adalah negara modern bangsa Indonesia.
Editor. Tim Redaksi
Post a Comment