Kisah Kecil: Perjuangan Penjual Papeda Melanjutkan Pendidikan Anak-Anaknya di Perguruan Tinggi
APERO FUBLIC.- Perkenalkan nama aku Anggun Dwi Cahya umur 21 tahun. Aku adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Ini kisah nyataku, kisah kecil dari anak sederhana. Tidak ada yang istimewa di sini kawan. Tetapi bagiku, merupakan untaian mutiara kehidupan keluargaku. Ada pelajaran dan hikmahnya.
Satu ungkapan dariku; Memang benar dunia terus berputar, tidak ada yang menyangka kapan kita di atas, atau di bawah. Maka dari itu, perlunya menabung untuk masa yang akan datang. Ungkapan ini akan kamu pahami jika kamu selesai membaca tulisan kecil ini.
Aku tumbuh di dalam keluarga biasa dan sederhana. Sedikit bercerita tentang masa lalu keluargaku. Ayahku dulunya bekerja di bandar udara, sebagai penjual tiket. Masa itu, keadaan ekonomi keluarga kami baik. Pendapatan Ayah sangat mencukupi ekonomi keluarga kami. Masa itu merupakan kenangan indah. Waktu itu, Aku masih duduk dibangku sekolah.
Keadaan ekonomi yang baik, memberikan kesempatan pada ayah memberikan hal terbaik untuk keluarga kami. Terutama padaku, sehingga ayah dapat memberikan hal-hal yang Aku perlukan. Bukan hanya masalah uang atau ekonomi, tetapi kasih sayang dan kebersamaan dapat diberikan ayah dan ibu bersamaan.
Namun, cobaan Tuhan sepertinya sedang menguji keluarga kami yang bahagia itu. Musibah besar melanda dunia, yang kita kenal dengan wabah virus corona atau covid 19. Kita semua tahu, semua mendapat ujian. Wabah virus ini menerpa seluruh aspek sosial dan ekonomi dunia. Begitu juga dengan keadaan ekonomi keluarga kami. Yang sangat terpukul, dan bolah dikatakan hancur.
Mobilitas sosial terhenti secara total, terutama bidang transportasi baik darat, laut dan udara. Tambah lagi dengan kebijakan lock down oleh pemerintah, untuk memutus rantai penyebaran virus itu. Dengan demikian, secara langsung memukul telak sektor pekerjaan ayah. Kalau hanya satu atau dua bulan mungkin sektor pekerjaan ayah masih bertahan. Namun, lamanya musibah virus itu mencapai waktu tiga tahun.
Ayah yang tampak bingung dan khawatir dengan keadaan ekonomi keluarga. Kami semua mulai menyadari akan kesulitan ini. Hanya kesabaran dan hidup apa adanya yang dapat dilakukan saat itu. Perlahan tapi pasti, kehidupan terus bergerak dan berjalan.
Dalam keadaan sulit itu, ayah dan ibu tidak berputus asah. Keduanya benar-benar tanggu demi keluarga. Segala uapaya keduanya kerjakan, yang penting halal. Walau keduanya bukan sarjanah, tapi ayah dan ibu berkeinginan agar anak-anaknya menjadi sarjanah. Namun, apa usaha yang harus mereka lakukan setelah ayah tidak memiliki pekerjaan lagi.
Di saat-saat genting dan akhir dari kesabaran ayah dan ibu. Dengan doa dan semua ikhtiarnya, keduanya mendapat ide yang baik dalam bidang usaha. Satu kepandaian Ibu yang menjadi penyelamat kami, memasak papeda. Ayah dan ibu kemudian coba-coba berjualan papeda di dekat Sekolah Dasar Negeri 121 Palembang. Ternyata, papeda dagangan ayah dan ibu disukai oleh semua anak-anak sekolah di sana dan orang-orang. Perlahan dagangan papeda ayah dan ibu dikenal laris. Sehingga dengan perlahan memberikan perbaikan untuk ekonomi keluarga kami.
Sejak saat itu, Aku menjadi anak pedagang papeda. Aku tidak merasa malu, tapi merasa sangat bangga. Memiliki dua orang tua pekerja keras, dan tidak mengenal gengsi. Ayah yang dulunya pernah bekerja enak, sekarang dia bekerja keras bersama ibu dengan bahagia.
Kesederhanaan, ketabahan, hemat dan pantang menyerah ayah dan ibu memberi kekuatan padaku. Memberi semangat yang kuat untuk menjalani kehidupan ini. Sebagai pelajaran yang benar-benar mendewasakanku. Aku berjanji akan membuat keduanya bangga dengan pencapaian yang terbaik. Bukan hanya hal-hal yang bersifat materi, tapi juga pada jalan hidupku. Akan tetap menjadi manusia yang kuat, jujur dan baik. Sehingga tidak akan ada kekecewaan bagi keduanya.
Waktu berlalu tanpa terasa, alhamdulillah dalam kesulitan itu Aku akhirnya menyelesaikan sekolah. Sehingga langkah berikutnya adalah melanjutkan pendidikanku di Perguruan Tinggi. Hal yang ingin Aku capai adalah, menjadi seorang guru. Cita-cita ini sudah tertanam sejak lama, dan memang Aku mengagumi profesi sebagai guru. Bukan karena uang atau sekedar mencari kerja, tetapi bagiku seorang guru memiliki peran yang sangat baik di tengah masyarakat. Guru, pekerjaan yang paling mulia dalam memajukan sebuah bangsa. Menjadi guru, memerlukan pengetahuan dan wawasan yang luas. Sehingga bangku kuliah merupakan sarana yang tepat dalam menimba pengetahuan.
Tempat kuliah yang Aku impikan adalah, kampus biru Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang. Mimpi kuliah di sana terlaksana juga, Aku mengambil jurusan Ilmu Perpustakaan, di Fakultas Adab dan Humaniora. Alhamdulillah, masa studi juga memasuki masa-masa akhir.
Dalam tulisan ini, tidak ada hal-hal yang Aku pamerkan. Tapi tulisan kecil ini, merupakan ungkapan rasa bangga pada ayah dan ibu. Juga ungkapan rasa syukur pada Allah SWT. Dimana biaya hidup keluarga dan semua biaya kuliah, termasuk membayar UKT dapat terpenuhi. Semua, hasil kerja keras ayah dan ibu tanpa mengenal lelah. Semua dari usaha kecil itu, kuliner Papeda.
Kalau mengingat masa sulit itu, dan menatap raut wajah keduanya. Air mataku tak terasa meleleh. Selelah itukah menjadi orang tua. Tapi mereka tetap saja tersenyum dan meminta Aku dan saudaraku mengejar mimpi. Lalu seberapa banyak mimpi yang kalian lupakan demi kami wahai ayah dan ibu. Mungkin bagi orang-orang kami keluarga sederhana. Tapi bagiku, bersyukur dilahirkan dalam keluarga yang kaya ini. Ayah-ibu, dan saudaraku Aku hanya ingin bilang, Aku mencintai kalian.
Tiap goresan tinta yang Aku guratkan. Selangkah dua langkah yang Aku jalankan. Selalu berjanji tidak akan mengecewakan perjuanganmu wahai ayah dan ibuku sayang. Doakan Aku terus dalam setiap desah nafas kalian. Atau dalam sujud dan harapan hatimu Ayah dan Ibu.
Aku akan berjuang di sini, semoga Skripsi cepat selesai di tahun 2025. Lalu cepat mendapatkan pekerjaan yang layak Kemudian izinkan Aku berbakti pada kalian, memuliakan kalian dengan prestasiku, sehingga keluarga kita dihormati oleh masyarakat banyak.
Ayah, Ibu, Aku sangat mencintai kalian.
Oleh: Anggun Dwi Cahya
Mahasiswi Universitas Islam
Negeri Raden Fatah Palembang. Fakultas Adab dan Humaniora. Jurusan Ilmu
Perpustakaan.
Post a Comment